5 Cerpen Tentang Sumpah Pemuda, Singkat Namun Seru dan Menginspirasi

25 Oktober 2023 16:43 WIB
Ilustrasi Cerpen Tentang Sumpah Pemuda
Ilustrasi Cerpen Tentang Sumpah Pemuda ( Freepik)

Sonora.ID – Berikut kumpulan cerpen tentang sumpah pemuda dalam kehidupan sehari-hari yang singkat namun seru dan menginspirasi.

Setiap tahun pada tanggal 28 Oktober, rakyat Indonesia merayakan Hari Sumpah Pemuda (HSP).

Perayaan Hari Sumpah Pemuda mengingatkan bangsa Indonesia terhadap sejarah perjuangan pemuda dalam mempersatukan nusantara pada 95 tahun silam.

Tepatnya pada 28 Oktober 1928, pemuda Indonesia dari berbagai daerah mengikrarkan sumpah pemuda yang mempersatukan pemuda Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Tahun ini, tema Hari Sumpah Pemuda ke-95 mengusung tema, "Bersama Majukan Indonesia".

Ada banyak cara untuk ikut meramaikan Hari Sumpah Pemuda, salah satunya dengan membuat cerpen sumpah pemuda yang inspiratif.

Nah, guna menyaambut peringatan Hari Sumpah Pemuda, berikut beberapa cerpen tentang sumpah pemuda dalam kehidupan sehari-hari yang bisa menjadi referensi.

Baca Juga: Isi Teks Sumpah Pemuda dan Maknanya yang Mendalam, Beserta Sejarahnya

Cerpen Tentang Sumpah Pemuda 1

Sahabat Tanpa Sekat

Di sebuah SMA di kota Bontang, terdapat dua remaja bernama Rudi dan Ari. Keduanya sama-sama duduk di kelas X, tetapi beda ruangan.

Rudi berasal dari keluarga Jawa yang kental dengan budaya dan tradisi mereka. Sedangkan Ari berasal dari Ambon.

Keduanya pindah ke kota Bontang baru-baru ini karena orang tua keduanya mendapat tugas kerja.

Pertemuan pertama mereka tidak begitu istimewa. Rudi dan Ari bertemu di kantin sekolah. Rudi tampak sedang duduk sendirian di meja.

Sementara Ari berdiri ragu-ragu di dekat lini antrian. Melihat itu, Rudi dengan ramah mengajak Ari duduk bersama.

“Ayo, duduklah. Tidak ada yang mencegah kita bersama-sama di sini,” kata Rudi dengan senyum.

Sejak hari itu, persahabatan mereka tumbuh dengan cepat. Meskipun berasal dari budaya yang berbeda, Rudi dan Ari menemukan banyak kesamaan di antara mereka.

Mereka berdua memiliki minat dalam olahraga dan musik. Rudi sering kali memainkan alat musik tradisional Jawa, sementara Ari mahir bermain gitar.

Mereka pun sering berkumpul di taman sekolah setelah jam pelajaran berakhir untuk bermain musik bersama.

Kedua remaja ini sering bertukar cerita tentang kehidupan mereka di daerah asal. Rudi menceritakan tentang tradisi Jawa yang kental di keluarganya, seperti upacara adat dan kuliner khas.

Sementara Ari menceritakan tentang indahnya Pulau Ambon, cerita tentang pantai dan tarian tradisional mereka.

Namun, tidak selalu segalanya berjalan mulus. Ada saat-saat di mana perbedaan budaya membuat mereka merasa canggung atau tidak sepakat.

Tapi Rudi dan Ari selalu menemukan cara untuk berbicara terbuka satu sama lain, mencoba untuk memahami perspektif masing-masing.

Suatu hari, sekolah mengadakan acara besar yang mewakili keragaman budaya di dalamnya. Rudi dan Ari, bersama-sama dengan beberapa teman lainnya, memutuskan untuk membuat sebuah tampilan yang menggambarkan harmoni antara budaya Jawa dan Ambon.

Mereka bekerja keras, menggabungkan elemen-elemen budaya dari kedua daerah untuk menciptakan penampilan yang spektakuler.

Ketika acara dimulai, penampilan mereka berhasil mencuri perhatian semua orang. Tari-tari tradisional dan harmoni musik yang diciptakan oleh Rudi dan Ari membuat penonton terkesima.

Saat mereka selesai tampil, tepuk tangan meriah mengiringi mereka keluar panggung. Setelah acara selesai, Rudi dan Ari merasa puas dengan apa yang mereka capai bersama.

Mereka menyadari bahwa meskipun berasal dari budaya yang berbeda, kebersamaan dan kerja sama adalah kunci untuk merayakan perbedaan dan menciptakan sesuatu yang lebih besar daripada diri mereka sendiri.

Cerpen Tentang Sumpah Pemuda 2

Semangat Pemuda yang Tak Pernah Padam

Pada suatu hari di sebuah sekolah menengah di desa kecil, terdapat sekelompok siswa yang sedang bekerja keras untuk menghias mading sekolah mereka dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda.

Mereka semua saling bersemangat untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Salah satu siswa, Rudi, adalah ketua kelompok itu dan dia memiliki ide cerita pendek yang mendalam dan inspirasional tentang Sumpah Pemuda.

Inilah cerita yang mereka buat: Pagi itu, Matahari bersinar cerah di langit Indonesia. Di sebuah kota kecil, sekelompok pemuda berkumpul di bawah pohon rindang.

Mereka memiliki cita-cita yang besar, dan mereka tahu bahwa hanya dengan persatuan dan semangat yang tak pernah padam, mereka bisa mencapai impian mereka. Pemuda-pemuda ini datang dari berbagai latar belakang, etnis, dan agama.

Mereka sadar bahwa perbedaan-perbedaan ini adalah kekayaan Indonesia, dan mereka berjanji untuk menjaga persatuan dalam perbedaan.

Mereka duduk bersama, membicarakan masa depan Indonesia yang lebih baik, dan akhirnya, mereka sepakat untuk bersatu dan berjuang bersama-sama.

Mereka berdiri di bawah langit biru dan membentangkan tangan satu sama lain. Mereka berjanji untuk selalu mendukung satu sama lain, dan tak akan pernah berhenti berjuang untuk Indonesia yang lebih baik.

Dalam satu suara, mereka berteriak, "Sumpah Pemuda!" Semangat ini adalah api yang tak pernah padam dalam hati mereka.

Sekarang, kita yang hidup di zaman modern ini adalah pewaris semangat Sumpah Pemuda itu.

Meskipun zaman dan teknologi telah berubah, semangat persatuan dan perjuangan tetap menjadi hal yang penting.

Mari kita terus menghormati Sumpah Pemuda dan menjaga semangatnya tetap hidup, agar kita bisa bersama-sama mewujudkan impian para pemuda pahlawan kita.

Sekarang, di bawah langit yang sama, kita, generasi muda Indonesia, berjanji untuk selalu mempertahankan semangat Sumpah Pemuda.

Kita akan bersatu, bekerja keras, dan selalu menghormati perbedaan. Kita adalah harapan Indonesia, dan kita akan mewujudkan impian para pahlawan kita untuk negara yang lebih baik.

Cerita pendek ini mencerminkan semangat Sumpah Pemuda yang menekankan persatuan, perjuangan, dan semangat generasi muda Indonesia.

Semoga cerita ini bisa menginspirasi dan memotivasi siswa-siswa sekolah untuk terus menjaga semangat perjuangan para pemuda pahlawan kita.

Cerpen Tentang Sumpah Pemuda 3

Goresan Tinta untuk Negeri

Karya: Fani Novita Sari

Hal yang selalu terlintas dipikiranku, apakah aku bisa banggakan orang tuaku, banggakan negeriku, banggakan bangsaku dan banggakan tanah airku, walau seperti ini keadaanku?

Aku ingin menjadi anak yang hidup normal seperti teman-teman sebayaku. Menapaki setiap detik waktu belajarku disekolah, menoreh prestasi diusia muda, bergaul dengan teman, mampu bersosialisasi dimasyarakat, banggakan orang tua bahkan saat nyawa dan tubuhku telah terpisahkan oleh maut, sampai kapanpun juga aku ingin dikenang.

Bukan karena kebodohanku tapi karena prestasiku. Salahkah jika orang yang memiliki keterbatasan sepertiku berkeinginan mewujudkan hal itu?

Tapi mengapa aku dilahirkan dengan keterbatasan? Bagaimana aku bisa mewujudkan keinginanku jika keadaanku seperti ini ya Allah?

Namaku Rinta Ayu Dewi, orang-orang kerap memanggilku Rinta. Aku bukanlah anak dari seorang menteri yang hidup serba berkecukupan, bukan pula seorang anak dari pengusaha kaya. Ayahku yang hanya seorang satpam di SD dekat rumahku , bukanlah suatu pekerjaan yang bisa membantu ekonomi keluarga.

Sedangkan ibuku hanya seorang buruh cuci. Usiaku genap 13 tahun saat 2 hari yang lalu. Kehidupanku sehari hari hanyalah membantu ibu menyelesaikan pekerjaan di rumah, juga menempuh pendidikan di salah satu sekolah menengah pertama luar biasa di kotaku.

SMPLB? Ibu dan ayah menyekolahkanku di sana karena aku mempunyai keterbatasan, tahukah kamu apa keterbatasanku?

Aku salah satu anak indonesia penderita disleksia, sangat jarang memang di Indonesia ada anak yang menderita disleksia.

Disleksia adalah kurangnya kemampuan dalam menyerap kalimat, berhitung dan menulis. Pada saat ini, aku masih belum tau apa gerangan yang menyebabkanku menderita penyakit itu.

Tetapi aku pernah mendengar, saat dokter berbincang dengan ayah dan ibuku, disleksia yang kuderita bukan karena ibu dan ayahku yang terlambat menyekolahkanku, bukan pula karena kemalasanku belajar, tetapi memang karena otakku tak mampu berfikir berat secara cepat.

Di sekolah, aku tak punya banyak teman. Aku mengenali mereka semua, tetapi tak ada yang mau mendekat kepadaku. Hanya Loli yang setiap hari bersamaku di sekolah.

Ia juga mengidap disleksia sama sepertiku, tetapi ia juga mengidap kanker hati.

Mungkin tak banyak anak yang mau berteman denganku bahkan mereka hanya berbicara sepatah dua patah kata denganku, karena hanya menghabiskan waktu, butuh lebih dari tiga menit untukku menjawab pertanyaan dari mereka. Dan itu sudah pasti tak menyenangkan.

Pernah saat itu, tetangga sebayaku, Anisa, bertanya kepadaku, "Dari tadi Aku mencari adikku kemana mana tidak ada. Apakah Kau melihatnya?" Anisa kewalahan mencari adiknya, menggerutu tak jelas, mukanya kelihatan sangat sebal.

Aku hanya mendengarkan ucapannya, lalu memandang wajahnya, dan kemudian mencoba mencerna apa yang ia katakan. Tetapi aku masih bingung dengan apa yang ia katakan. Aku memilih terdiam dan masih mencoba mencerna kalimat yang ia ucapkan.

"Hey Rinta, apa Kamu tidak tahu kalau aku lagi kesal? Aku tuh nanya ke Kamu. Kalau nggak tau ya bilang aja! Nggak punya mulut apa gimana sih? Nggak tau apa orang lagi kesal? Dasar idiot aneh"kata Anisa dengan suara yang keras. Nampaknya Anisa seperti orang yang sedang marah. Aku jadi semakin bingung. Deretan kata yang ia ucapkan membuat hatiku sakit, walaupun aku tak sepenuhnya faham ucapannya. Kebingunganku akan ucapan Anisa semakin membuat kepalaku pusing, otakku rasanya sakit.

Aku segera memutuskan untuk berlari masuk ke dalam rumah. Terdengar, di luar Anisa berteriak-teriak sembari mengatakanku idiot dan cewek aneh.

Hal itu juga berlaku saat aku di sekolah. Saat aku sedang menulis, saat aku sedang berhitung, selalu saja aku merasa kepalaku pusing dan otakku memanas.

Dibalik semua keterbatasanku, aku masih punya mimpi. Secuil kecil mimpi anak Indonesia penderita disleksia. Yang ingin membanggakan kedua orangtua, membanggakan bangsaku, Dan apakah hal itu salah?

Walaupun aku berkebutuhan, apakah menurutmu aku tak bisa seperti yang lain?

Bukannya aku menyombongkan diri, tetapi Kita kan sama-sama ciptaanNya, kita ada di satu bangsa, satu tanah air, dan memiliki bahasa kesatuan yang sama. Indonesia. Dan, salahkah anak Indonesia sepertiku bermimpi?

Pernah suatu ketika, aku mencoba membuat sebuah cepen dan artikel tentang diriku di buku kecilku, tanpa sepengetahuan ayah dan ibu pastinya. Jika mereka mengetahuinya pasti aku dimarahi mereka karena aku tak boleh berpikir terlalu berat.

Dengan sekuat tenaga aku berfikir setiap malam. Merasakan sakit kepala yang berkepanjangan. 5 hari berturut turut.

Entah bagaimana, 10 hari setelah selesai, cerpen artikelku dimuat di salah satu redaksi ternama di Jakarta. Ternyata ayahlah yang mengirimkan karyaku tersebut tanpa sepengetahuanku.

Ternyata ketika aku menulis cerpen dan artikel ayah setiap malam memperhatikanku dari kejauhan.

Aku berterima kasih pada ayah, juga pada ibu. Syukur selalu kuucapkan padaNya. Aku masih tak percaya. Dan aku berjanji akan terus berusaha mencoba dan belajar menulis di tengah keterbatasanku.

Hingga pada suatu hari, sebuah redaksi nasional memintaku menjadi salah satu jurnalisnya dalam sebuah event. Tahukah Kamu event apakah itu? Ternyata adalah konferensi pers Asian di Filipina. Aku akan berangkat ke Filipina?

Ya Allah, benarkah ini semua? Apa yang aku impikan akan terwujud, menjadi jurnalis cilik pertama di ajang bergengsi tingkat Asia tersebut.

Aku akan disejajarkan dengan para jurnalis asal negara-negara di Asia? Tentunya mereka lebih dewasa dan lebih paham akan dunia jurnalistik. Dan itu berarti aku akan bisa banggakan orangtua, juga tanah airku. Terima kasih ya Allah.

Tetapi sayang, 2 hari sebelum keberangkatanku ke Filipina, suatu hal buruk menimpaku.

Dokter memvonisku menderita kanker otak stadium akhir, ternyata itulah yang menyebabkan mengapa aku menderita disleksia akut serta merasakan sakit yang luar biasa setiap saat.

Ya Allah, cobaan apalagi yang engkau berikan ini? Aku masih ingin membanggakan orangtuaku, juga bangsaku. Aku mohon padamu ya Allah.

Hari ini adalah hari keberangkatanku ke Filipina. Aku tak sendirian, Bersama ayah dan juga ibu serta para karyawan dari redaksi lain.

Pukul 13.30 sesuai dengan jam indonesia yang melingkar di pergelangan tanganku, pesawat landing di bandara Internasional Filipina.

Tak lupa aku selalu mengucapkan puji syukur kepada Allah, agar apapun yang akan aku jalani membawa berkah dan membanggakan serta bernilai positif.

Satu hari setelah aku sampai di Filipina, adalah hari dimana konferensi pers Asian dilaksanakan. Tepat di hari Selasa, tanggal 28 Oktober 2014. Bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda di Indonesia. Dan aku berharap, di tanggal baik ini aku bisa menjadi pemudi Indonesia yang membanggakan.

Perhelatan akbar telah selesai dilaksanakan. Aku tahu, semua masyarakat Indonesia menantiku. Menanti kabar apa saja yang akan aku ceritakan. Ayah juga bilang, sesampainya aku di Jakarta nanti, aku harus segera bertolak ke Istana Negara, untuk bertemu bapak Presiden Indonesia.

Pukul 08.00 pagi aku dan rombongan sampai di Jakarta. Aku dan juga ayah serta ibu segera mencari taksi untuk kutumpangi menuju Istana Negara. Namun, Allah berkehendak lain, saat di perjalanan tiba tiba kepalaku merasa sakit yang tidak seperti biasanya. Aku menjerit kesakitan. Ayah dan ibu panik, segera aku dilarikan ke rumah sakit.

Dua jam di rumah sakit tak membuatku sadar. Aku tahu, ayah dan ibu merasakan kecemasan. Ya Allah, jika memang ini saatnya aku untuk pergi dari dunia ini aku ikhlas ya Allah. Aku sudah tidak kuat merasakan sakit dalam hidupku ya Allah. Tapi izinkan aku memeluk dan mencium tangan ibu dan ayah ku untuk terakhir kalinya.

Allah mengabulkan permintaanku. Aku tersadar hanya 5 menit saja dan aku meminta dokter memanggilkan ayah dan ibu. Sesampainya mereka ke tempatku aku berbicara kepada mereka "ibu.. ayah.. Rinta bangga jadi anak ibu dan ayah.. maafkan Rinta karena belum bisa jadi anak yang berbakti, Rinta sayang ibu dan ayah" aku mencium tangan ayah dan ibu, lalu memeluk keduanya sambil tersenyum bahagia. Kini malaikat maut telah mencabut nyawaku. Terdengar isak tangis yang begitu mendalam dari sanak saudaraku. Dan, aku meninggal dengan senyuman manis menempel di bibirku.

Terima kasih ya Allah. Engkau telah mengabulkan semua doaku. Engkau telah membuatku bisa membanggakan orangtuaku, juga tanah airku, di tengah keterbatasan yang Engkau berikan.

Semoga aku bisa menjadi contoh baik bagi semua pemuda dan pemudi Indonesia. Yang selalu bersyukur atas apa yang Allah berikan. Tak pernah putus asa dalam setiap cobaan. Dan bisa membanggakan tanah air Indonesia tercinta ini.

Bangun pemuda-pemudi Indonesia...
Lengan bajumu singsingkan, untuk negara...
Masa depan indonesia ada digenggamanmu...
Goreskan prestasimu untuk tanah air tercinta...
Jaya pemuda Indonesia...
Jaya tanah air ku...

Baca Juga: 12 Oktober 2023 Hari Apa? Ini Sejarah dan Twibbon Hari Museum Nasional

Cerpen Tentang Sumpah Pemuda 4

Jujur itu Perlu

Di sebuah kota kecil yang indah, tinggal dua pemuda bernama Reno dan Marsel. Reno berasal dari keluarga transmigran dari Jawa.

Sejak kecil tumbuh dalam keluarga yang mengajarkan pentingnya kejujuran. Sementara itu, Marsel adalah pemuda dari Timika yang penuh semangat dan suka menolong.

Suatu hari, di sebuah perpustakaan kota, Reno menemukan dompet yang tergeletak di meja. Dompet itu tampak seperti milik seseorang yang tergesa-gesa meninggalkannya.

Reno membuka dompet tersebut dan menemukan identitas pemiliknya yaitu Marsel. Di dalamnya terdapat kartu identitas, beberapa uang, dan kartu anggota perpustakaan.

Reno berusaha mengingat wajah Marsel dari kartu identitas dan memutuskan untuk mengembalikan dompet tersebut.

Ia merasa bahwa kejujuran adalah tindakan yang tepat, dan ia ingin menunjukkan kepada Marsel bahwa ada orang yang masih peduli dengan kejujuran di dunia ini.

Keesokan harinya, Reno kembali datang ke perpustakaan lagi. Ia mencari Marsel dan bermaksud untuk mengembalikan dompetnya.

Beruntung Reno menemukan sosok yang dicarinya. Saat itu Marcel terlihat sedang membaca di sudut ruangan. Dengan hati-hati, Reno mendekati Marsel dan berkata, “Halo, maaf mengganggu. Apakah ini dompetmu?”

Marsel terkejut dan bersyukur. Ia dengan cepat memeriksa isinya dan tersenyum lebar.

“Terima kasih sekali, sobat. Aku hampir putus asa mencari dompet itu. Aku sangat menghargai apa yang kau lakukan,” ucap Marsel dengan tulus.

Reno hanya tersenyum dan menjawab, “Tidak ada masalah. Kejujuran adalah hal yang penting.”

Ketika Marsel bertanya mengapa Reno mengembalikan dompetnya dengan cepat, Reno menjelaskan tentang bagaimana dirinya diajarkan oleh keluarganya untuk selalu jujur dan berbuat baik kepada orang lain.

Marsel sangat terkesan dengan prinsip kejujuran Reno dan merasa senang bahwa ada orang seperti itu di dunia.

Sejak saat itu, Reno dan Marcel menjadi teman dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, berbicara tentang nilai-nilai penting dalam hidup dan bagaimana tolong-menolong dapat merangkul berbagai perbedaan.

Mereka bersama-sama melakukan kegiatan sukarela, membantu komunitas sekitar, dan mendukung satu sama lain dalam setiap langkah perjalanan mereka.

Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News

Baca Juga: Sejarah Masa Orde Baru dan Penyebab Jatuhnya, Secara Singkat 

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm