"Jadi saya mencoba membangkitan semangat saya untuk sembuh, jadi mudah-mudahan Allah (tuhan) tidak kasih TB saya lagi dan kedepan bisa hidup dengan pola hidup bersih," sambungnya.
Kisah perjuangan lainnya dibagikan Arianto. Terkena TBC pada tahun 2021 lalu, tepatnya saat pandemi Covid 19.
Saat itu enggan menjalani pengobatan karena adanya stigma, orang yang batuk pasti terkonfirmasi positif virus corona. Olehnya, baru memutuskan berobat saat pandemi telah membaik.
"Saya terkena 2020 saat covid 19 lagi hebatnya, jadi tidak periksa di dokter karena ada ketakutan orang yang batuk pasti dipositifkan. Baru di 2021 saya ambil tindakan berobat dan akhirnya telah sembuh," paparnya.
Penyintas, Herman Jamal dari kecamatan Makassar mengaku merasakan hal yang sama. Saat menjalani pengobatan, bercerita banyak mengonsumsi jenis obat untuk sembuh.
"Awalnya baruk dan periksa di dokter paru. Itu dikasih obat 24 biji, saya pernah menderita TBC sebelumnya dan terkena kembali. Tetap berobat dan sembuh karena dorongan keluarga," ungkapnya.
Baca Juga: FMS Latih Penyintas, Dampingi Penderita TB di Makassar Berobat Hingga Sembuh
Sementara koordinator bidang pemerintahan Forum Multi Sektor (FMS) Eliminasi TB Makassar, Sierli Natar menekankan pentingnya motivasi keluarga. Tujuannya agar tetap konsisten menjalani pengobatan yang membutuhkan waktu hingga 6 bulan lamanya.
Dia menjelaskan selama proses pengobatan, pasien harus rutin meminum obat dan tidak boleh berhenti. Jika berhenti, dapat berisiko resisten obat dan itu akan lebih lama pengobatannya.
"Minum obat memang ada efek samping, karena melawan penyakit di dalam tubuh. Banyak yang telah sembuh terkena TB lagi, olehnya kita perlu penyintas untuk ikut membantu memberikan pendampingan, termasuk motivasi keluarga supaya mau berobat," tutupnya.
Baca berita update lainnya dari Sonora.ID di Google News.