Hal senada diungkapkan legislator fraksi Partai Nasdem Ratih Megasari Singkarru yang menyatakan pentingnya investasi jangka panjang dalam pembangunan perpustakaan.
Dia berharap agar kepala daerah di berbagai provinsi menyadari bahwa pembangunan perpustakaan bukan hanya investasi fisik, tetapi juga investasi dalam literasi dan minat baca anak.
"Kami selalu menyampaikan bahwa pembangunan perpustakaan itu adalah investasi jangka panjang. Ini bukan hanya soal fisik, tapi juga literasi dan minat baca anak-anak. Harapannya, kepala daerah dapat memahami hal ini," tegasnya.
Sedangkan anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyoroti perlunya pengembangan alat ukur untuk menilai dampak bantuan Perpusnas di setiap daerah.
"Penting adanya alat ukur, misalnya indeks literasi, untuk melihat apakah bantuan dari Perpusnas benar-benar meningkatkan literasi di daerah yang menerimanya. Jangan hanya fokus pada infrastruktur fisik, tapi juga optimalisasi pemanfaatan bantuan tersebut oleh masyarakat setempat," ujar legislator fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Selain itu, pihaknya mengusulkan kerja sama lebih erat dengan Kementerian Pendidikan Kebudayaan untuk menyediakan buku bacaan anak berbahasa daerah dan mengoptimalkan literasi pada usia tertentu.
"Kerja sama dengan Kementerian Pendidikan Kebudayaan perlu diperkuat agar distribusi buku berjalan lancar. Jangan hanya terfokus pada jumlah gedung perpustakaan, tapi pastikan juga kualitas bahan bacaan yang memadai," imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menilai anggaran Perpusnas terbatas dan tidak proporsional dengan peran serta Perpusnas dalam meningkatkan literasi di Indonesia.
"Harus kita akui bahwa Perpusnas memiliki anggaran yang minim, itu tidak lebih besar daripada APBD sebuah kabupaten kecil. Sehingga untuk mengakses permasalahan yang ada di Indonesia, tentu ini sangat kecil sekali," ungkapnya.
Legislator fraksi Partai Demokrat ini juga menyampaikan pemikirannya mengenai masalah literasi di Indonesia. Menurutnya, pergeseran dari membaca dan menonton telah mempengaruhi kemampuan literasi terutama di kalangan anak-anak. Dia menyarankan agar Perpusnas fokus memberikan peningkatan literasi di daerah, di mana masalah literasi menjadi lebih nyata.
"Permasalahan literasi ini ternyata di dunia pendidikan juga sangat kurang sekali. Ada literasi dan numerasi yang saat ini sedang didorong, tetapi permasalahan terbesarnya adalah kurangnya penggerak dari Perpustakaan Nasional atau pustakawan," ungkapnya.
Dalam menjawab permasalahan tersebut, Dede Yusuf mengusulkan dua gagasan. Pertama, menarik pustakawan dari daerah ke pusat sebagai pegawai pemerintah pusat, dengan harapan dapat meningkatkan jumlah pustakawan dan mendukung peningkatan literasi.
Kedua, Perpusnas perlu diubah menjadi Badan Literasi dan Perpustakaan Nasional dengan nomenklatur yang mencakup literasi digital, literasi buku, literasi membaca aksara, dan lainnya.
"Saya berpikir, mungkin ke depan perlu kita pikirkan Perpusnas menjadi Badan Literasi dan Perpustakaan Nasional yang memiliki nomenklatur yang lebih luas. Sehingga tanggung jawab negara terhadap literasinya dapat diturunkan secara lebih efektif," jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Panja Literasi Abdul Fikri Faqih menyerahkan laporan Panja Peningkatan Literasi dan Tenaga Perpustakaan kepada Kepala Perpusnas. Komisi X DPR RI berharap agar laporan tersebut dapat ditindaklanjuti.