Jakarta, Sonora.Id - Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando menyatakan realisasi anggaran Perpusnas tahun anggaran 2023 sudah mencapai mencapai 88,22 persen atau sebesar Rp630,125 miliar dari total anggaran Rp714,275 miliar.
Angka ini berlaku hingga 14 November 2023. Adapun realisasi program prioritas nasional sudah mencapai 91,04 persen atau sebesar Rp335,235 miliar.
"Meskipun target awal adalah 90 persen, namun demikian, anggaran yang tersisa akan dipercepat untuk mencapai target tersebut. Kami akan berusaha semaksimal mungkin akan merealisasikan sampai tanggal 15 Desember 2023,” katanya dalam rapat dengar pendapat Komisi X DPR RI dengan Perpusnas di Jakarta, pada Rabu (15/11/2023).
Adapun realisasi program prioritas nasional sudah mencapai 91,04 persen atau sebesar Rp335,235 miliar. Sedangkan progres program dana alokasi khusus (DAK) subbidang perpustakaan tahun 2023 dengan jumlah kontrak Rp509,54 miliar atau 97,05 persen dan salur senilai Rp392,607 miliar atau 74,78 persen dari pagu Rp525 miliar.
"Memang daya serap masih 74 persen, tetapi rata-rata sudah masuk kontrak. Bukti fisik realisasi lapangan juga sudah mulai terlihat pembangunannya," jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi X Andreas Hugo Pareira mengatakan pelaksanaan pembangunan perpustakaan di daerah merupakan suatu kebanggaan, terutama di daerah dan menjadi suatu ikon di wilayah tersebut. Namun, dirinya melihat bahwa dalam pelaksanaannya, ada kendala yang dihadapi oleh kepala daerah ketika mengusulkan dan merencanakan pembangunan perpustakaan.
"Kami di Komisi X sangat berminat untuk mengetahui data lebih lanjut terkait kendala-kendala tersebut. Data ini sangat penting agar kami dapat memahami dengan lebih jelas di mana persoalan-persoalan tersebut muncul," ungkap legislator dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Dengan data tersebut, pihaknya dapat lebih fokus dalam memberikan bantuan dan mencari solusi untuk kendala yang dihadapi. “Kami ingin memastikan bahwa pembangunan perpustakaan di setiap daerah berjalan lancar dan memberikan dampak positif bagi masyarakat," lanjutnya.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI Muhammad Nur Purnamasidi menyoroti meski telah banyak pembicaraan dan penekanan terkait literasi, namun output yang dihasilkan masih belum memenuhi harapan. Legislator fraksi Partai Golongan Karya ini berharap anggaran yang dialokasikan untuk literasi dapat ditingkatkan.
"Pada saat di rapat banggar, saya sering mengingatkan tentang narasi pentingnya literasi. Ini bukan hanya di rapat, tetapi juga di berbagai kesempatan. Namun, belum ada perubahan signifikan. Kami berharap anggaran di tingkat nasional setidaknya dapat meningkat satu digit, yang sampai sekarang belum terpenuhi," tambah pria yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini.
Pihaknya juga mendorong agar Perpusnas dapat melakukan evaluasi kinerja perpustakaan di daerah. "Saya berharap dapat dipertimbangkan pelibatan pihak ketiga dalam mengukur kinerja perpustakaan. Ini bisa menjadi bahan evaluasi yang lebih baik untuk memastikan bahwa investasi besar ini benar-benar mencapai tujuannya," rincinya.
Hal senada diungkapkan legislator fraksi Partai Nasdem Ratih Megasari Singkarru yang menyatakan pentingnya investasi jangka panjang dalam pembangunan perpustakaan.
Dia berharap agar kepala daerah di berbagai provinsi menyadari bahwa pembangunan perpustakaan bukan hanya investasi fisik, tetapi juga investasi dalam literasi dan minat baca anak.
"Kami selalu menyampaikan bahwa pembangunan perpustakaan itu adalah investasi jangka panjang. Ini bukan hanya soal fisik, tapi juga literasi dan minat baca anak-anak. Harapannya, kepala daerah dapat memahami hal ini," tegasnya.
Sedangkan anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyoroti perlunya pengembangan alat ukur untuk menilai dampak bantuan Perpusnas di setiap daerah.
"Penting adanya alat ukur, misalnya indeks literasi, untuk melihat apakah bantuan dari Perpusnas benar-benar meningkatkan literasi di daerah yang menerimanya. Jangan hanya fokus pada infrastruktur fisik, tapi juga optimalisasi pemanfaatan bantuan tersebut oleh masyarakat setempat," ujar legislator fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Selain itu, pihaknya mengusulkan kerja sama lebih erat dengan Kementerian Pendidikan Kebudayaan untuk menyediakan buku bacaan anak berbahasa daerah dan mengoptimalkan literasi pada usia tertentu.
"Kerja sama dengan Kementerian Pendidikan Kebudayaan perlu diperkuat agar distribusi buku berjalan lancar. Jangan hanya terfokus pada jumlah gedung perpustakaan, tapi pastikan juga kualitas bahan bacaan yang memadai," imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menilai anggaran Perpusnas terbatas dan tidak proporsional dengan peran serta Perpusnas dalam meningkatkan literasi di Indonesia.
"Harus kita akui bahwa Perpusnas memiliki anggaran yang minim, itu tidak lebih besar daripada APBD sebuah kabupaten kecil. Sehingga untuk mengakses permasalahan yang ada di Indonesia, tentu ini sangat kecil sekali," ungkapnya.
Legislator fraksi Partai Demokrat ini juga menyampaikan pemikirannya mengenai masalah literasi di Indonesia. Menurutnya, pergeseran dari membaca dan menonton telah mempengaruhi kemampuan literasi terutama di kalangan anak-anak. Dia menyarankan agar Perpusnas fokus memberikan peningkatan literasi di daerah, di mana masalah literasi menjadi lebih nyata.
"Permasalahan literasi ini ternyata di dunia pendidikan juga sangat kurang sekali. Ada literasi dan numerasi yang saat ini sedang didorong, tetapi permasalahan terbesarnya adalah kurangnya penggerak dari Perpustakaan Nasional atau pustakawan," ungkapnya.
Dalam menjawab permasalahan tersebut, Dede Yusuf mengusulkan dua gagasan. Pertama, menarik pustakawan dari daerah ke pusat sebagai pegawai pemerintah pusat, dengan harapan dapat meningkatkan jumlah pustakawan dan mendukung peningkatan literasi.
Kedua, Perpusnas perlu diubah menjadi Badan Literasi dan Perpustakaan Nasional dengan nomenklatur yang mencakup literasi digital, literasi buku, literasi membaca aksara, dan lainnya.
"Saya berpikir, mungkin ke depan perlu kita pikirkan Perpusnas menjadi Badan Literasi dan Perpustakaan Nasional yang memiliki nomenklatur yang lebih luas. Sehingga tanggung jawab negara terhadap literasinya dapat diturunkan secara lebih efektif," jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Panja Literasi Abdul Fikri Faqih menyerahkan laporan Panja Peningkatan Literasi dan Tenaga Perpustakaan kepada Kepala Perpusnas. Komisi X DPR RI berharap agar laporan tersebut dapat ditindaklanjuti.