Apalagi, jika melihat kondisi saat ini, harga minyak juga sudah mulai naik lagi.
"Jadi, isu inflasi belum akan selesai di tahun depan," papar Aviliani.
Kedua, yakni isu pangan. Aviliani menjelaskan bahwa beberapa negara sudah membatasi ekspor beras dan juga gandum.
"Beberapa negara yang produksi beras dan gandum, sampai akhir Desember ini sudah mulai membatasi ekspor. Tahun depan, mereka belum tentu akan ekspor lagi. Siapa tahu masih dibatasi," jelasnya.
Sementara itu, di Indonesia sendiri, proyeksi inflasi tahun 2024 adalah 3 persen dengan asumsi harga BBM dan pangan sesuai.
Jika BBM dan pangan bisa dijaga dengan inflasi rendah, otomatis pertumbuhan ekonomi juga bisa naik.
Baca Juga: Smart FM Gelar Smart Business Outlook 2024: Peluang Bisnis dan Disrupsi Teknologi
Ekonomi Indonesia dan Pemilu 2024
D sisi lain, diadakannya Pemilihan Umum (Pemilu) pada 2024 mungkin memberi kekhawatiran ekonomi masyrakat di Indonesia karena faktor geopolitik.
Aviliani mengibau masyarakat sebaiknya memanfaatkan ancaman menjadi peluang tanpa harus banyak menunggu.
"Pola pikir harus diubah. Sebenarnya, apa yang bisa kita manfaatkan dari Pemilu? Apa yang bisa kita manfaatkan setelah Pemilu?" jelas Aviliani.
Kendati demikian, secara umum, dari sisi pertumbuhan ekonomi, Pemilu belum berperan signifikan dan tidak akan membuat ekonomi jatuh. Hal ini dilihat dari dua Pemilu terdahulu.
Berdasarkan data tahun 2014, pertumbuhan ekonomi hanya 5,01% karena terdampak tapering off dan
kenaikan harga minyak.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi 2019, yang merupakan tahun pemilu, hanya 5,02% karena perang dagang.
Acara Smart Business: Peluang Bisnis dan Disrupsi Teknologi didukung oleh PT Bank Central Asia Tbk, LRT Jabodebek, JEC Eye Hospitals & Clinics, Fulaz dari PT. Lapi Laboratories, PT Multi Medika Internasional, Consina The Outdoor Lifestyle, Garuda Indonesia, dan Hotel Borobudur Jakarta.