Semarang, Sonora.ID – Calon Presiden Prabowo Subianto beberapa kali menyebutkan istilah “Ing ngarso sung tulodho” dalam debat capres ketiga, Minggu (7/1/24).
Pernyataan ini dilontarkan Prabowo untuk merespon capres nomor urut 1, Anies Baswedan terkait Kerjasama Selatan-Selatan, untuk mengungkapkan bahwa menjadi pemimpin tak hanya berbicara saja.
“Kenapa negara-negara Selatan sekarang melihat ke Indonesia? Karena kita berhasil membangun ekonomi kita. Jadi tidak hanya omong-omong, kerjanya omong saja. Enggak bisa, tidak, tidak bisa. Ing ngarso sung tulodho,” ungkap Prabowo.
Rupanya kalimat “ing ngarso sung tulodho” adalah penggalan dari ungkapan populer dari seorang Bapak Pendidikan Indonesia, Sang Guru dan Pelita Pendidikan, Ki Hadjar Dewantara yang berasal dari Bahasa Jawa.
Ungkapan ini dipenggal dari kalimat “Ing ngarso sung tulodho, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani,” yang kini lebih dikenal sebagai semboyan pendidikan Indonesia.
Lalu apa sih arti ing ngarso sung tulodho, Sahabat Sonora? Lalu bagaimana pemimpin yang ing ngarso sung tulodho?
Arti Semboyan Pendidikan Indonesia
1. Ing ngarso sung tulodho
“Ing ngarso” berarti di depan, “Sung” berarti saya, dan “Tulodho” berarti tauladan. Atau jika disatukan menjadi satu kalimat berarti “di depan memberi teladan.”
Baca Juga: Yusril Tegaskan Prabowo-Gibran Tetap Mendapat Legitimasi Hukum Politik yang Kokoh
2. Ing madyo mangun karso
“Ing madyo” berarti di tengah, “Mangun” berarti membangun, membangkitkan, atau menggugah, dan “Karso” berarti niat, kehendak, daya.
Atau jika disatukan menjadi satu kalimat berarti “di tengah membangkitkan niat,” atau dalam kata lain mendorong motivasi.
3. Tut Wuri Handayani
“Tut wuri” berarti dari belakang , dan “Handayani” berarti mendorong. Atau jika disatukan menjadi satu kalimat berarti “dari belakang memberi dorongan.” Kini kalimat ini juga diangkat menjadi slogan Kementerian Pendidikan Indonesia.
Trilogi Kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara
Pada mulanya filosofi ini ditujukan kepada para pendidik agar bisa menginspirasi, memberikan suriteladan dan dapat membangkitkan motivasi siswanya.
Namun, semboyan yang diciptakan Ki Hadjar Dewantara ini bisa diartikan dalam konteks yang luas termasuk dalam hal kepemimpinan.
Trilogi kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara ini memuat fungsi-fungsi ideal pemimpin untuk memandu, menuntun, membimbing, mengayomi, memotivasi, membangkitkan semangat orang-orang yang dipimpinnya, juga rasa penuh tanggung jawab.
Ini juga berarti pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa mengerti kondisi dan memposisikan dirinya di dengan baik. Memimpin dari depan, tengah, dan belakang.
Filosofi kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara lebih dominan mengadopsi unsur supporting behavior dibanding directive behavior.
Dinamika kepemimpinan adalah hubungan multifaset yang secara signifikan berdampak pada kinerja dan tingkat kepuasan dalam tim atau organisasi.
Jika seorang pemimpin menerapkan filosofi trilogi kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara dengan sungguh-sungguh, maka seorang pemimpin harus memperhatikan perkembangan anggotanya pula.
Selain menjadi contoh bagi anggotanya, peran pemimpin bukan untuk memecahkan setiap masalah yang ada, tetapi untuk membimbing dan memberdayakan orang lain untuk mengatasi tantangan.
Keterlibatan berlebih pemimpin justru dapat menumbuhkan ketergantungan, yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan anggota.
Menjadi pemimpin yang ing ngarso sung tulodho berarti tidak hanya tidak hanya beretorika atau mengomandoi saja, tetapi juga harus memberikan contoh yang baik.
Jika mengilhami trilogi kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara secara utuh, pemimpin juga harus memberi ruang dan mendorong kemandirian anggota tim.
Penulis: Khizbulloh Huda
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News
Baca Juga: Filosofi Ki Hadjar Dewantara Menginspirasi Guru Penggerak di Makassar