"Tahun kemarin mahal karena belum panen dan di tambah kena hama, sekarang panennya bagus," jelasnya.
Kembang tabur biasanya dipasok dari wilayah Kabupaten Boyolali, tahun ini harganya belum tembus Rp100 ribu. Namun permintaan mulai padat.
Prihati menjual kembang tabur dengan sistem eceran, paket, maupun kiloan.
"Kalau paket ada Rp 20 ribu, isinya kembang mawar-melati, kantil, dan kenanga," paparnya.
"Ada juga pembeli minta kiloan, beli eceran juga di layani," imbuhnya.
Ia menunjukan bunga tabur yang seharga Rp 60 ribu per kilo, karena bunga tersebut baru dipetik dan tiba di tempat ia berjualan.
Diungkapkan Prihati, jumlah pedagang meningkat pada musim seperti ini.
"Banyak, biasa ada 8 penjual. Kalau musim Ruwahan bisa lebih, sampai di dekat desa juga ada penjual kembang," ungkapnya.
Baca Juga: Hujan Lebat di Solo Akibatkan 10 Rumah Tergenang dan Pagar Roboh
Selain Prihati, terdapat pula pedagang musiman. Pedagang tersebut hanya berjualan saat musim ramai seperti Ruwahan.
Salah satu pedagang musiman, Mujiono (56) asal Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul. Ia baru berjualan kembang tabur 2 hari terakhir.
Sehari-hari ia berjualan pati garut, namun sekarang ia berjualan kembang tabur di Pasar Delanggu.
"Dulu saya jual bakmi jowo, karena pandemi Corona berhenti. Kemudian jual pati garut dan kembang sekarang ini bantu kakak," jelasnya.
Mujiono mengaku, bila 2 hari sebelumnya penjualan kembang belum begitu ramai. Kendati demikian ia memperkirakan penjualan akan makin naik saat menjelang bulan Ramadan.
"Saat ini harganya masih biasa, per kilo Rp 75 ribu," pungkasnya.
Baca Juga: Menilik Sisi Selatan Kawasan Pasar Gede Solo, Kelenteng Tien Kok Sie
Penulis : Ika Andriani