Kedai Kopi Pukul Sebelas Siang
Karya: Maya Lestari Gf.
Pukul sebelas siang kamu datang,
Senyum segan tersampir di wajahmu
Kantong belanjaan tertenteng di tanganmu
“Maaf aku terlambat,” ujarmu
Aku menatap kopiku yang sudah dingin sejak dua jam lalu
“Tak apa,” jawabku
Aku dan kopiku adalah karib, kami bersabar layaknya waktu
“Aku ada urusan penting,” ujarmu
Kau menaruh tas belanjaanmu sangat hati-hati, seperti seorang ayah menaruh anaknya di ayunan
Aku tahu isinya sepatu,
Mereknya tercetak di kantong belanjaanmu
Dan kotak sepatunya tersembul malu-malu
Aku memandang kopiku
Dua jam aku dan kopiku menunggu
Tak apa,
Aku dan kopiku adalah karib, kami bersabar layaknya waktu
Kau bertanya kenapa aku ingin bertemu
Benakku melayang ke masa lalu
Kau dan aku sama-sama bahagia bermain sepanjang waktu
Kau tak pernah bertanya kenapa aku memanggilmu
Aku pun tak pernah bertanya kenapa kau ingin bertemu
Saat itu, kau tahu,
Hatiku serupa baling-baling
Ikut ke mana pun kau pergi
Tapi kini baling-balingku mungkin sudah rusak
Tak bisa berputar ke arah anginmu berkesiur
Anginmu pun mungkin sudah berubah arah
Aku tidak mengenali lagi
Kau menunggu aku berbicara
Aku menunggu kau berkata-kata
Kopiku menunggu segala hal yang sia-sia
Kau tahu,
Aku dan kopiku seperti waktu
Bersabar menunggu apa pun berlalu
Demikianlah paparan mengenai perbedaan puisi diafan dan prismatis serta contohnya. Untuk artikel mengenai materi sekolah lainnya silakan klik tautan di bawah ini ya.
Baca Juga: Puisi Rakyat: Pengertian, Jenis, Ciri, Kebahasaan, serta Contohnya
Baca artikel dan berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.