Amicus curiae dapat disebut sebagai sebuah mekanisme.
Pihak ketiga yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara dapat mengajukan opini hukumnya untuk memperkuat analisa hukum dan menjadi bahan pertimbangan hakim.
Opini hukum yang diberikan biasanya mencakup informasi yang terabaikan.
Dengan opini tersebut, amicus curiae memberikan perspektif yang lain mengenai kasus yang sedang disidangkan.
Adapun dokumen yang memuat opini tersebut disebut sebagai amicus brief.
Baca Juga: Ahli Hukum Korporasi, Mengakuisisi Perusahaan Lebih Baik daripada Membuat Baru
Dasar hukum amicus curiae
Praktik amicus curiae lazim ditemukan di negara yang menggunakan sistem hukum common law.
Namun, praktik ini juga dapat ditemukan di negara yang menganut sistem civil law, termasuk Indonesia.
Dasar hukum amicus curiae di Indonesia adalah UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 5 Ayat 1 UU Nomor 48 Tahun 2009 berbunyi, “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”
Amicus curiae biasanya diajukan di pengadilan terkait kasus publik dengan kepentingan luas, seperti kasus hak-hak sipil.
Amicus curiae dapat diajukan oleh individu ataupun organisasi yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan perkara yang sedang disidang.
Seringkali, amicus curiae berperan untuk memberikan kesadaran kepada hakim di pengadilan berdasarkan informasi yang mereka kumpulkan terkait perkara yang sedang berjalan di persidangan.