Beruntung dirinya lahir di keluarga ningrat sehingga bisa mengenyam pendidikan di era kolonialisme.
Setelah lulus pendidikan dasar, Ki Hadjar Dewantara melanjutkan pendidikan di STOVIA.
Sayangnya ia tak bisa menyelesaikannya karena sakit.
Kemudian Ki Hadjar Dewantara memilih bekerja sebagai wartawan di berbagai media surat kabar, seperti De Express, Utusan Hindia, dan Kaum Muda.
Di era kolonialisme Belanda, sosoknya sangat berani menentang kebijakan pendidikan yang diatur pemerintahan Hindia Belanda.
Salah satu kebijakannya, yaitu hanya mengizinkan anak-anak kelahiran Belanda atau kaum priyayi yang dapat duduk di bangku pendidikan.
Kritiknya terus dilakukan hingga pemerintah Kolonial gerah.
Ia pun diasingkan ke Belanda bersama dua rekannya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo.
Ketiganya kemudian dikenal dengan sebutan “Tiga Serangkai”.
Setelah kembali dari pengasingan, Ki Hadjar Dewantara mendirikan sebuah lembaga pendidikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.