Palembang, Sonora.ID - Stunting adalah masalah serius di banyak negara, terutama di negara-negara berkembang.
Ini adalah kondisi di mana anak-anak mengalami pertumbuhan yang terhambat akibat kekurangan gizi kronis, biasanya dimulai sejak dalam kandungan atau awal kehidupan.
Stunting tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik anak-anak tetapi juga dapat berdampak pada perkembangan kognitif dan kemampuan belajar mereka.
Percepatan penurunan stunting pada Balita adalah program prioritas Pemerintah sebagaimana termaktub dalam RPJMN 2020-2024.
Target nasional pada tahun 2024, prevalensi stunting turun hingga 14%. .Terjadi perlambatan penurunan prevalensi stunting dalam 2 tahun terakhir secara nasional.
Prevalensi tahun 2023 adalah sebesar 21,5% atau hanya turun sebesar 0.1% poin dari tahun 2022 (SKI, 2023).
Angka atas maksimal toleransi stunting WHO yaitu 20 % atau seperlima dari jumlah total anak balita yang sedang tumbuh .
Prevalensi balita stunted (Tinggi Badan Menurut Umur) berdasarkan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 dan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, angka stunting Indonesia adalah 21,5 % sementara rata-rata stunting Sumatera Selatan 20,3 %.
Pada tahun 2023 rata-rata stunting di Sumatera Selatan 20,3 %. Hal ini diungkapkan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, Dedy Irawan, S.KM, M.KM kepada tim Radio Sonora Palembang di acara Sinkronisasi dan Akselerasi Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2024 dengan Tema “Optimalisasi Bonus Demografi dan Peningkatan SDM menuju Indonesia Emas 2045” di Harper Hotel Palembang, Selasa 30 April 2024.
“Kita memiliki target untuk melakukan penurunan 6,3 %, di Sumatera Selatan “ ungkap Dedi.
“Pada bulan Agustus 2024, Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) akan melakukan pengukuran kembali data Stunting. Di kondisi ini artinya kita masih memiliki tenggang waktu sekitar empat kedepan untuk mencapai target ,” tutur Dedi”.
Sementara itu, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan menunjukkan, terdapat empat permasalahan gizi balita di Indonesia.
Di antaranya stunting, wasting, underweight, dan overweight secara continue dinilai peningkatan Stunting terjadi pada anak usia 6 bulan sampai dengan 2 tahun.
“Pada anak usia 6 bulan sampai dengan 2 tahun kenaikan bisa mencapai 1,7 kali atau 2 kali lipat dari jumlah anak stunting, jadi kita harus fokus pada anak usia 6 bulan sampai dengan 2 tahun karena itu peningkatan tertinggi,” ujar Dedi.
“Kita juga jangan sampai terlena pada anak stunting saja, karena anak stunting kita tetap lakukan intervensi dengan pemberian makanan tambahan (PMT) berbahan pangan lokal yang merupakan salah satu strategi penanganan masalah gizi pada Balita dan ibu hamil ditambah lagi menyelesaikan masalah kesehatannya”, imbuh beliau.
Dedi menambahkan pelayanan kesehatan juga tetap menjadi perhatian sesuai tingkatan penyakit yang diderita mulai dari layanan melalui Puskesmas atau rujukan rumah sakit.
Trend status gizi balita Indonesia 2013-2023 berdasarkan data SKI 2023, prevalensi Stunting turun 0.1 % dibandingkan tahun 2022 dan prevalensi wasting meningkat 0.8 % dibandingkan tahun 2022.
Pada masa 1000 HPK asupan gizi perlu diperhatikan mulai dari calon pengantin, calon ibu, janin hingga anak.
Apabila asupan gizinya kurang maka berpotensi menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak
“Kita harus pastikan anak-anak terdata dan mendapatkan layanan karena berdasarkan data yang kita kelola efektif untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berbahan pangan lokal, 80 % dapat memperbaiki status gizi anak, “ jelas Dedi.
Sebagai informasi dari 17 Kabupaten Kota di Sumatera Selatan Prevalensi Balita Stunted ( Tinggi Badan Menurut Umur) berdasarkan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Selatan menurut SSGI 2022 dan SKI 2023, penurunan tertinggi 3 Kab/Kota pada tahun 2023 dengan penurunan angka stunting tertinggi yaitu: Kab. Lahat, Kab. OKU Timur, Kab. Banyuasin sementara sementara peningkatan tertinggi di Kabupaten Ogan Komering Ilir sebesar 17,4 %.
Sementara, Dedi menyebut kendala di lapangan yang dihadapi yang saat ini adalah konvergensi, koordinasi dan penyamaan strategi dan sasaran serta masalah data yang harus kita fokuskan kembali di Sumatera Selatan.
"Masalah data kita harus evidence base jangan sampai data ini harus lakukan validasi dan melakukan cek di lapangan sehingga benar data ini bisa kita intervensi “, ungkap Dedi.
Menurutnya, target tahun ini akan dapat dicapai apabila semua pihak lebih bersungguh-sungguh menjalankan program penurunan stunting yang menjadi tanggung jawabnya, berinovasi, berkolaborasi, dan berkoordinasi dalam pelaksanaannya.
“Tidak bisa peran satu atau dua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) ,Kabupaten/ Kota ataupun Provinsi akan tetapi ini adalah peran seluruh masyarakat yang harus terlibat guna mencapai target tersebut.” tutupnya.
Kegiatan Sinkronisasi dan Akselerasi Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2024 dilakukan mulai tanggal 29-30April 2024.
Dalam rangkaian ini juga dilaksanakan Pengukuhan Forum Genre Provinsi Sumsel oleh Kepala Dinas Kesehatan Prov Sumsel dr. H. Trisnawarman,M.Kes, SpKKLP mewakili Pj Gubernur Sumsel, Agus Fatoni, Pengukuhan Pengurus Perkumpulan Juang Kencana ke-7 Perwakilan BKKBN Prov Sumsel 2024-2027 oleh Kepala Perwakilan BKKBN Sumsel, Mediheryanto, SH, MH., serta penandatangan Penandatanganan MoU/PKS antara Kepala Perwakilan BKKBN Sumsel dengan Mitra Kerja: - Ikatan Istri Dokter Indonesia - IBI - TVRI - RRI – ANTARA.
Penulis : Dina Apriana
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News
Baca Juga: Komentar Pemerhati Olahraga atas Kemenangan Timnas U23 Indonesia Mengalahkan Korsel