Jakarta,Sonora.Id – Kota Jakarta terhitung mulai 15 Februari 2024 sudah tidak lagi memiliki status sebagai ibu kota negara. Hal tersebut menyusul adanya Undang-Undang Ibu Kota Nusantara. Dalam pasal 39 dan 41 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN), maka Undang-Undang DKI Jakarta harus direvisi paling lama dua tahun setelah UU IKN diundangkan.
Kemudian DPR akan mengesahkan RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi sebuah Undang-Undang (UU), selanjutnya UU DKJ akan menjadi payung hukum bagi Jakarta yang telah kehilangan statusnya sebagai Ibu Kota yang akan pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Kendati demikian, Jakarta memiliki kewenangan khusus dalam menjalankan pemerintahan, sebagai wilayah pusat perekonomian sekaligus kota global.
Dalam sebuah Forum Diskusi Merdeka Barat (FMB09) akhir bulan lalu, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro menilai bahwa perubahan status tersebut tidak berarti membuat Jakarta bisa menahan atau mengurangi urbanisasi ke wilayahnya.
Menurut Suhajar, berdasarkan data hasil riset Kemendagri, hanya satu dari tiga penduduk Indonesia yang memilih tetap tinggal di desa. Alasannya karena masyarakat ingin mendapatkan kesempatan kerja, akses untuk pendidikan dan pelayanan kesehatan, hingga perubahan sosial dan gaya hidup.
“ Menyandang sebagai kota besar Jakarta akan tetap ramai dan menjadi salah satu tujuan pendatang, meski tak lagi berstatus ibu kota negara. Kondisi ini, sangat wajar terjadi kota-kota besar di dunia,” ujarnya.
Baca Juga: Perpindahan ke IKN jadi Simbol Bangsa Indonesia yang Maju dan Adaptif
Sementara itu Pengamat Tata Kota Nirwono Joga menilai, Jakarta tetap akan menjadi daya tarik pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Arus urbanisasi setelah perubahan status Jakarta akan beralih ke wilayah aglomerasi Jakarta seperti Bekasi, Karawang,Bogor, Tangerang.
“Meskipun tanpa status ibukota, Jakarta tetap menjadi magnet pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang tidak akan hilang begitu saja, tetapi justru memperkuat posisi Jakarta sebagai pusat perekonomian nasional dan global,” ujar pria yang biasa disapa Yudi tersebut.
Berdasarkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Propinsi DKI Jakarta tercatat sebanyak 1.038 pendatang tiba di Jakarta setelah periode Hari Raya Idulfitri 2024 lalu. Ribuan warga pendatang tersebut tiba di Jakarta dari sejumlah kota atau kabupaten se-Indonesia melalui beberapa terminal bus kedatangan, stasiun kereta api hingga pelabuhan udara dan pelabuhan laut di Jakarta dan sekitarnya.
“Berdasarkan data kami, pada periode16-22 April 2024, sebanyak 1.038 orang pendatang baru di Jakarta sehabis lebaran,” kata, Kadis Dukcapil DKI Jakarta Budi Awaluddin, kepada awak media, Selasa (23/4/2024) lalu.
Budi menilai Kota Jakarta tetap berfungsi sebagai pusat kegiatan bisnis nasional, perdagangan, layanan jasa dan pusat layanan jasa keuangan.
Sementara itu bagi sebagian masyarakat, Jakarta masih akan menjadi magnet atau daya Tarik untuk ditinggali meski sudah tak lagi menyandang status sebagai Ibu Kota.
Seperti disampaikan Evi (42) wanita asal Payakumbuh, Sumatera Barat, yang masih optimis bisa mengikuti jejak sahabat-sahabat atau saudaranya yang lebih dahulu sukses merantaua dan mengadu nasib di Jakarta.
“Kota Jakarta masih membawa harapan untuk meraih kehidupan yang layak dan lebih baik dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya, walaupun sudah tidak menyandang sebagai Ibukota Negara karena perusahaan-perusahaan besar dan pusat bisnis semua berada di Jakarta,” ujarnya kepada Redaksi Sonora.Id
Harapan juga disampaikan Noldy (28) Pria asal Purwokerto ini baru saja mendapatkan pekerjaan di Jakarta setelah beberapa tahun terakhir bekerja serabutan di kampung halamannya. Ia mengakui tertarik bekerja di Jakarta lantaran mendapatkan tawaran gaji lebih baik.
“Upah minimum karyawan di Jakarta lebih tinggi, meski biaya hidup di sini juga tinggi. Justru ini menjadi tantangan yang harus dihadapi para perantau,” kata Noldy.