Palembang, Sonora.ID – Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa hampir 10 juta penduduk Indonesia generasi Z (gen Z) berusia 15-24 tahun menganggur atau tanpa kegiatan.
Apa penyebab terjadinya kondisi seperti ini?
Dr. Desy Misnawati, S.Sos., M.I.Kom., Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma, menjelaskan bahwa kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor utamanya adalah dampak dari Covid-19, selain faktor lain seperti geografi, pendidikan, ekonomi, dan kebijakan tenaga kerja.
Desy menyatakan bahwa banyak penduduk gen Z yang menganggur berada di perkotaan, dengan sekitar 5,2 juta dari total 9,9 juta pengangguran gen Z di Indonesia tinggal di kota.
Di perkotaan, prasyarat kerja yang ketat, pengalaman kerja, batasan usia, dan biaya pendidikan yang tinggi menjadi penyebab tingginya pengangguran. Sementara itu, sektor formal semakin beralih ke pekerjaan informal, menyulitkan lulusan baru mendapatkan pekerjaan formal.
"Kalau di perkotaan mungkin bisa dilihat dari prasyarat kerja yang ketat, pengalaman kerja, kemudian batasan usia, kemudian juga bisa di biaya pendidikan yang tinggi karena sekarang dalam sektor formal itu kan semuanya kalau tidak salah itu akan beralih ke pekerjaan informal semua," jelasnya.
Dampak Covid-19 mempengaruhi gen Z, terutama mereka yang dikenal sebagai mahasiswa Covid karena menempuh pendidikan saat pandemi.
Desy menambahkan bahwa faktor pendidikan, ekonomi, dan kebijakan tenaga kerja yang kompleks juga berperan dalam tingginya angka pengangguran ini.
“Kita harus bener-bener, mampu memfokuskan, untuk memastikan bagaimana bonus demografi Indonesia yang katanya di 2045 itu menjadi Indonesia emas,” ujarnya.
Desy melanjutkan bahwa sebagian besar lulusan gen Z mengalami proses pembelajaran daring selama pandemi.
Jika perguruan tinggi tidak komitmen dengan proses daring, lulusan yang dihasilkan tidak akan sesuai dengan permintaan industri.
Banyak perusahaan mensyaratkan pengalaman kerja, namun sistem saat ini belum mampu menciptakan siklus di mana lulusan baru dapat memperoleh pengalaman kerja yang diperlukan.
“Banyak perusahaan yang mensyaratkan pengalaman kerja, di mana kita belum mampu untuk menciptakan siklus di mana lulusan itu untuk mendapatkan pengalaman kerja,” kata Desy.
Baca Juga: Segini Gaji atau Honor Panwascam Pilkada 2024, Beserta Tugasnya
Desy menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, industri, dan dunia pendidikan untuk memperbaiki sistem pendidikan, meningkatkan akses pendidikan keterampilan, dan menciptakan lebih banyak kesempatan kerja.
"Kita harus meningkatkan kualitas dan akses pendidikan, terutama pendidikan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri," tegasnya.
Desy juga mengusulkan bahwa perguruan tinggi harus memberikan sertifikasi kompetensi kepada mahasiswa sesuai bidang keilmuan mereka.
Pemerintah dan industri perlu berkolaborasi untuk memberikan peluang magang, pelatihan kerja, dan program sertifikasi keterampilan yang diakui industri. Dukungan untuk UMKM juga penting dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru.
"Pemerintah juga harus bisa mendorong investasi dalam sektor formal untuk menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan yang stabil dan aman," tambahnya.
Desy menekankan perlunya reformasi kebijakan ketenagakerjaan yang memperhatikan kemampuan, pengalaman kerja, dan batas usia dalam perekrutan dan pelatihan. Pengembangan teknologi dan digitalisasi juga harus ditingkatkan untuk memperbaiki infrastruktur digital dan mendukung penciptaan lapangan pekerjaan baru.
"Yang utamanya adalah bagaimana melakukan perlindungan kerja. Terlebih pada pengembangan teknologi dan digitalisasi," pungkasnya.