“Ini survei yang punya karakteristik yang berbeda dari survei lainnya, karena tidak menutup kemungkinan para respondennya pernah mengalami kekerasan, tentu akan mengingatkan memori atas kejadian masa lalu yang pernah dialaminya. Pasti (di lapangan) tingkat resistensinya tinggi, dapat membangkitkan emosional bukan hanya bagi para responden tapi juga untuk para enumerator. Mereka juga bisa menghadapi ancaman atau tekanan. Jadi kita pun membentengi supaya mereka juga nyaman dalam melakukan survei, sebagai upaya kita untuk melindungi enumerator dengan memberikan layanan konseling, yang tersambungkan dengan UPTD PPA dimana lokasi survei dilakukan,” jelas Ratna.
Kemen PPPA telah menyelenggarakan SPHPN sebanyak dua kali, yakni pada 2016 dan 2021. Ratna menjelaskan sejumlah kebijakan telah banyak dihasilkan mengacu pada hasil SPHPN, seperti penguatan tusi Kemen PPPA terkait penyedia layanan rujukan akhir bagi perempuan dan anak korban kekerasan, melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan juga penguatan atas urgensi diterbitkannya Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Ratna berharap hasil SPHPN 2024 nantinya akan menunjukkan hasil yang positif dengan menurunnya angka prevalensi kekerasan terhadap perempuan.
“Ke depan kebijakan-kebijakan lainnya diharapkan dapat dihasilkan untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan. Pentingnya data SPHPN ini juga akan berkorelasi dengan pelaporan Indonesia untuk The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) dan Beijing Platform for Action (BPFA) sehingga semakin menguatkan lagi bahwa isu penghapusan kekerasan ini tidak bisa semata menjadi tugas Kemen PPPA, namun dapat memberikan kesadaran seluruh stakeholder bahwa dibutuhkan kerja-kerja bersama,” jelas Ratna.
Baca Juga: Hari Lahir Pancasila Libur Nasional atau Tidak? Simak SKB 3 Menteri
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teguh Dartanto mengungkapkan desain survei SPHPN 2024 akan berbeda dengan 2021 karena pada saat itu survei diselenggarakan pada masa pandemi Covid.
Data yang dikumpulkan dari SPHPN ini akan sangat berperan besar dalam memberikan informasi statistik yang terpercaya mengenai angka prevalensi kekerasan terhadap perempuan.
“Kami berupaya survei ini bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan memastikan integritas serta kredibilitas dari data yang dikumpulkan,” terang Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teguh Dartanto.
Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS, Nurma Midayanti menuturkan SPHPN yang penyelenggaraannya dilaksanakan bersama BPS bertujuan agar tersedianya indikator yang terkait dengan pengalaman hidup perempuan sebagai bahan masukan dalam penyusunan kebijakan pencegahan dan perlindungan secara berkelanjutan, dan tersedianya data rinci tentang pengalaman hidup perempuan, serta menyediakan data untuk Sustainable Development Goals (SDGs).