Malang, Sonora.ID - Peningkatan kualitas pelayanan rawat jalan dan farmasi menjadi salah satu fokus dari RSUD dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan mutu layanan yaitu diadakannya diskusi publik dengan tema “Forum Konsultasi Publik RSUD Dr. Saiful Anwar-Standar Pelayanan Rawat Jalan dan Farmasi” pada Selasa (28/05/2024) bertempat di Hotel Aria Gajayana Kota Malang.
Melalui forum konsultasi ini, Direktur RSUD dr. Saiful Anwar, DR. dr. Moch. Bachtiar, Sp.B, Subsp. Onk.(K), Finacs,FICS berharap bisa mendapatkan masukan positif dari para stakeholder, institusi terkait, akademisi, dan media untuk meningkatkan kualitas layanan di RSUD dr. Saiful Anwar.
Sebagai salah satu rumah sakit pendidikan dengan tipe A milik Provinsi Jawa Timur yang berada di kota kedua provinsi, RSUD dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang tentu memiliki standar prosedur operasional (SPO) yang telah ditetapkan oleh manajemen rumah sakit.
Di mana SPO yang ada diharapkan dapat memenuhi target yang telah ditetapkan sehingga dapat memberikan kualitas layanan terbaik bagi masyarakat.
Bachtiar juga menyampaikan jika forum konsultasi ini dilakukan sebagai salah satu langkah monitor dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan yang telah dilaksanakan oleh pihak rumah sakit.
Hal ini juga dilakukan untuk menilai apakah kebijakan atau SPO yang dijalankan telah menjadi solusi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat atau telah memberikan gambaran terbaik dari suatu kebijakan.
“Mutu pencapaian itu harus kita kejar dan dalam pencapaian target-target itu kita memang harus mempunyai kebijakan, program, kegiatan. Kemudian kita lakukan monitor evaluasi, sampai kemudian menilai apakah kebijakan atau SPO/panduan yang sudah kita lakukan ini sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau apakah sudah memberikan foto terbaik, karena RSSA yang merupakan rumah sakit tipe A milik Provinsi Jawa Timur, rumah sakit pendidikan ini sudah menerapkan standar-standar pelayanannya yang tentu secara regular perlu kita lakukan evaluasi, apakah dari standar pelayanan yang sudah kita miliki dan kita berikan layanan terhadap masyarakat, terhadap stakeholder, keindustrian sudah memenuhi standar yang sudah ditetapkan, sehingga Bapak/Ibu sekalian sangat kami harapkan untuk memberikan masukan, kontribusi untuk perbaikan-perbaikan terhadap pelayanan ataupun standar yang ada”, ucap Bachtiar.
Komitmen RSSA Malang untuk memberikan pelayanan terbaik demi terwujudnya kepuasan masyarakat telah dibuktikan dengan adanya capaian positif pada tahun 2023 yakni antrean online dan offline dengan waktu tunggu pelayanan rawat jalan kurang dari 60 menit dengan tingkat kepuasan pasien berada di angka 85%. Tentu hal ini menjadi sebuah prestasi yang membanggakan bagi RSSA Malang.
Namun, Bachtiar juga menyadari jika pelayanan optimal yang diberikan belum dapat memberikan kepuasan bagi semua pihak, ia mencontohkan bahwa saat ini antrean layanan radioterapi di seluruh rumah sakit di Indonesia yang memiliki layanan ini rata-rata memerlukan waktu 6 (enam) bulan, sedangkan di RSSA hanya 4 (empat) bulan, meskipun periode ini tergolong lebih cepat atau termasuk antrean terpendek dibandingkan rumah sakit yang lain tetapi hal tersebut masih belum bisa memberikan kepuasan pasien kanker karena pasien kanker memerlukan radiasi kurang dari 2 (dua) minggu.
Dalam kesempatan yang sama, salah satu peserta dari Komunitas Sahabat Anak Kanker Malang juga mengeluhkan perihal sulitnya mendapatkan kamar anak di RSSA, hal ini ditanggapi langsung oleh Kepala Bidang Pelayanan Medik dr. I Wayan Agung Indrawan, SP.OG(K).
Wayan menjelaskan bahwa ini merupakan permasalahan yang sulit dipecahkan, namun Ia juga memberikan alternatif solusi sementara dengan cara akan memindahkan unit-unit VIP yang berada di area Pediatri ke Grand Paviliun sehingga area di sana dapat dimanfaatkan untuk kamar kelas 1,2, dan 3 kamar anak.
“Ini masalah yang klasik, lama dan sulit terpecahkan, tapi harapan kami dengan pengembangan Grand Paviliun unit-unit VIP yang ada di sana bisa kami tarik ke Grand Paviliun jadi dengan demikian maka kelas 1, 2, 3 untuk anak-anak akan bertambah, mudah-mudahan bisa menjawab sementara,” ujar Wayan.
Selain itu Wayan juga memberikan bocoran terkait rencana pembangunan RSSA Malang kedepannya akan seperti apa.
Ia menjelaskan bahwa RSSA Malang tidak mungkin lagi melakukan perluasan bangunan secara horizontal atau ke samping kanan-kiri, tetapi harus dibangun secara vertikal atau ke atas.
Baca Juga: 300 Kades dan Lurah Siap Berkompetisi Perebutkan Paralegal Justice Award 2024
Diperkirakan dalam jangka waktu 1 atau 2 tahun ke depan RSSA Malang akan membangun 2 atau 3 superblock untuk memberikan solusi jangka panjang terkait permasalahan yang ada saat ini sehingga kualitas layanan dapat meningkat dan kepuasan masyarakat dapat tercapai.
Sementara permasalahan lain yang masih menjadi pekerjaan rumah dan membutuhkan kajian dan solusi dari instansi terkait adalah sulitnya kemudahan akses layanan kesehatan untuk pasien kanker yang menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), di mana pasien harus datang langsung untuk melengkapi syarat administrasi yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan dengan finger print, sedangkan di sisi lain kondisi fisik pasien dan kondisi geografis sangat memberatkan pasien untuk datang langsung ke rumah sakit.
Terkait hal ini Wayan menyebutkan bahwa memang sulit jika RSSA Malang harus menjemput bola karena kondisi geografis Malang yang cukup sulit dengan berbagai macam medan serta jarak tempuh yang lumayan jauh untuk menjangkau seluruh wilayah Malang.
Dijelaskan oleh Kepala Bidang Penunjang Diagnostik dan Terapi, dr. Widodo Mardi Santoso, Sp.S. bahwa fingerprint diberlakukan oleh BPJS Kesehatan sebagai syarat administrasi berobat karena menilik riwayat terdahulu di mana pasien yang tidak datang ke rumah sakit tetap dilayani sehingga BPJS Kesehatan memutuskan untuk menggunakan fingerprint sebagai syarat administratif pengobatan di rumah sakit.
Namun, fingerprint ini diperuntukan bagi pasien usia dewasa dan tidak untuk anak-anak.
Mendengar keluhan yang terjadi saat ini Widodo juga berkomitmen akan melakukan kajian terkait hal tersebut sehingga dapat memberikan solusi terbaik bagi masalah yang dihadapi oleh pasien.
“Kebetulan kalau pasien anak ini tidak membutuhkan finger ya, tapi finger ini dulu juga ada riwayatnya kenapa kok JKN atau BPJS itu menerapkan finger, karena banyak pasien yang tidak dapat ke rumah sakit kemudian dilayani pengobatannya.Kemudian BPJS, lho lek ngene carane ya harus ada buktinya. Nah sehingga mereka menerapkan itu. Tapi menjadi bahan kajian kami mas, jadi supaya ke depan itu masyarakat yang kondisi seperti ini juga mereka tidak tambah berat untuk dibawa ke rumah sakit”, pungkas Widodo.