3 Khutbah Jumat Setelah Idul Adha, Singkat Namun Menyentuh Hati

20 Juni 2024 13:01 WIB
Ilustrasi 3 Khutbah Jumat Setelah Idul Adha, Singkat Namun Menyentuh Hati
Ilustrasi 3 Khutbah Jumat Setelah Idul Adha, Singkat Namun Menyentuh Hati ( )

Iman memiliki sifat yazidu wayangkus/kadang naik, kadang turun. Karenanya kita harus berusaha untuk meningkatkan sekaligus memperkuat keimanan dan ketakwaan kita. Bagaimana cara meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita agar selalu tertanam dalam hati sanubari. Tanpa usaha untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang banyak sudah pasti iman dan takwa kita akan menurun dan boleh jadi hilang.

Kemaksiatan dan mudlarat akan menjadikan kehancuran atau kelunturan iman dan takwa. Boleh jadi hal itu merupakan ujian yang diberikan Allah agar kita naik derajatnya. Jika lulus akan naik derajatnya, naik maqomnya ke maqom atau derajat yang lebih tinggi. Selanjutnya jika kita sampai waktunya berkurban, boleh jadi itu ujian sekaligus harapan agar kita mendapat kebaikan dengan memperoleh keimanan dan ketakwaan yang kuat. Ujian ini juga dialami oleh Nabi Ibrahim. Allah berfirman:

وَاِذِ ابْتَلٰٓى اِبْرٰهٖمَ رَبُّهٗ بِكَلِمٰتٍ فَاَتَمَّهُنَّ ۗ قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًا ۗ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ ۗ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى الظّٰلِمِيْنَ

“Sesungguhnya Kami telah menguji Ibrahim dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu dia menunaikannya. (Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya: Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau imam bagi seluruh umat manusia. Ibrahim berkata: (Jadikanlah) juga dari keturunanku (imam-imam). Tuhan berfirman: (Perjanjian-Ku) tidak akan sampai kepada orang-orang yang dzalim.” (QS. Al-Baqarah: 124)

Keenam, terpelihara dari sifat kikir dan menjadi beruntung

Berkurban merupakan sifat dan bukti ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Berkurban dengan harta untuk orang tertentu dan kebanyakan orang terasa berat, karena ada hubbud dunya (mencintai dunia), sehingga justru mengumpulkan dunia atau harta bukan membelanjakannya.

Berkurban merupakan pembelajaan harta di jalan Allah. Hanya ridha Allah yang diharapkan, bukan yang lain. Jika seseorang sudah ikhlas memberikan Sebagian hartanya untuk orang lain melalui ibadah kurban, maka Allah berjanji kepadanya dengan menjadikan orang yang berkurban akan dijauhkan dari sifat kikir dan selalu beruntung. Allah berfirman: 

فَاتَّقُوااللهَ مَااسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوْا وَاَطِيْعُوْا وَاَنْفَقُوْا خَيْرًا لاَنْفُسِكُمْ وَمَن يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَاُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Artinya:"Maka bertakwaaalah kamu kepada Allah menurut kesangupanmu, dengar, dan taatlah, nafkahkanlah yang baik untuk dirimu, dan siapa yang dipelihara dirinya dari sifat kikir, merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. At-Taghabun: 16)

Ketujuh, ibadah yang dicintai Allah

Ibadah beberapa macam. Ada ibadah mahdloh (yang sudah ada ketentuannya) dan ibadah ghoiru mahdloh. Ibadah kurban termasuk ibadah yang ada ketentuannya dan juga merupakan ibadah yang lebih dicintai Allah. Dengan ibadah kurban boleh kita berharap juga cinta yang besar dari Allah. Rasulullah bersabda:

مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْفَارِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

“Tidak ada amalan anak cucu Adam pada Hari Raya Idul Kurban yang lebih dicintai Allah melebihi dari mengucurkan darah (berkurban). Sesungguhnya pada Hari Kiamat nanti hewan-hewan itu akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu-bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah -sebagai kurban- di mana pun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.” (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi)

Demikian khutbah yang singkat ini, semoga bisa dipahami hikmah-hikmah berkurban.

Sehingga Allah Ridha, memudahkan dan merestui kita untuk mau dan bisa berkurban. Amin.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

2. Khutbah Jumat Singkat Setelah Idul Adha

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ

اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ

الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ، أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمُ

Ma'asyiral Muslimin, jamaah salat Jumat rahimakumullah,

Tiada ungkapan lain yang harus kita ucapkan selain kalimat Alhamdulillahirabbil alamin atas anugerah nikmat yang telah dikaruniakan kepada kita semua.

Di antara nikmat yang tak bisa kita hitung satu persatu ini adalah kasih sayang Allah pada kita berupa umur panjang dan kesehatan sehingga kita masih bisa bertemu dengan Hari Raya Idul Adha.

Banyak saudara-saudara kita yang telah mendahului kita menghadap Allah SWT dan juga mereka yang saat ini terbaring dalam kondisi sakit sehingga tidak bisa bersama-sama dengan kita beribadah di tempat yang mulia ini.

Selain bersyukur, mari kita maksimalkan nikmat-nikmat ini untuk menjalankan misi utama kita diciptakan di dunia ini yakni beribadah, menyembah Allah SWT.

Langkah ini juga merupakan wujud syukur dalam tindakan yang akan menjadikan nikmat-nikmat ini akan tetap kita nikmati dan lebih dari itu, akan ditambah oleh Allah SWT.

Semoga kita bisa menjadi jiwa-jiwa yang pandai bersyukur berupa syukur dalam ucapan, hati, dan tindakan kita atas semua nikmat ini.

Selain rasa syukur, wasiat takwa juga menjadi kewajiban untuk senantiasa khatib sampaikan kepada jamaah, wabil khusus kepada diri khatib pribadi, agar kehidupan kita di dunia ini menjadi semakin terarah.

Mari kita tingkatkan dan kuatkan takwa kita dalam wujud menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Kehidupan kita akan terarah karena takwa merupakan bekal yang paling penting dalam mengarungi kehidupan di dunia sehingga akan menjadikan kita sukses dalam kehidupan akhirat yang kekal dan abadi nanti.

Allah berfirman:

وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

Artinya: "Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat." (QS Al-Baqarah: 197).

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ

Ma'asyiral Muslimin, jamaah salat Jumat rahimakumullah,

Pada setiap Hari Raya Idul Adha, kita tidak akan bisa terlepas dari tiga ibadah yang mampu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT.

Ibadah tersebut adalah Shalat Id, Kurban, dan Ibadah Haji. Selain memupuk ketakwaan dan keimanan kepada Allah SWT, tiga ibadah ini mengandung banyak nilai-nilai dan hikmah yang mampu menjadikan kita pribadi yang baik dan semakin dicintai oleh Allah.

Di antara nilai tersebut adalah kepasrahan diri atau tawakal secara totalitas kepada Allah SWT.

Tawakal adalah memasrahkan setiap perkara kepada Allah. Pasrah kepada Allah bermakna memilih menjadikan Allah sebagai Dzat yang memutuskan hasil dari setiap perkara yang dihadapi seorang hamba.

Kepasrahan ini menjadi sebab dicintainya kita oleh Allah sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an surah Al Imran, ayat 159:

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Artinya: "Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya."

Pada kesempatan ini, mari kita resapi nilai-nilai kepasrahan diri atau tawakal kepada Allah dari tiga ibadah yang identik dengan Hari Raya Idul Adha.

Pertama adalah Shalat Id. Ibadah sunnah ini serasa harus dan wajib dilakukan oleh umat Islam pada momentum Idul Adha.

Jamaah, mulai dari tua, muda, anak-anak, berbondong-bondong menuju masjid dan tanah lapang untuk melaksanakan shalat dua rakaat ini.

Sejak awal melaksanakannya, kita sudah memasang komitmen kepasrahan diri serta menegaskan bahwa shalat yang kita lakukan semuanya hanya karena dan untuk Allah SWT.

Dalam shalat kita fokus dan menyerahkan shalat, hidup, dan mati kita hanya kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur'an disebutkan:

قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

Artinya: "Katakanlah (Nabi Muhammad), "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam." (Al-An'am: 162).

Nilai-nilai kepasrahan ini juga yang harus kita teruskan di luar shalat dan dalam setiap aktivitas kehidupan kita sehari-hari.

Tentunya kepasrahan ini juga harus tetap diiringi dengan ikhtiar atau usaha. Bukan hanya pasrah begitu saja.

Jika kita sudah berusaha dan pasrah pada Allah SWT maka yakinlah Allah akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita. Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Ath-Thlaaq ayat 3:

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Artinya: "Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya."

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ

Ma'asyiral Muslimin, jamaah salat Jumat rahimakumullah,

Kedua, adalah ibadah kurban. Kurban merupakan ibadah yang diperintahkan oleh Allah sebagai pengingat bahwa kita sudah diberikan nikmat yang banyak dalam kehidupan ini. Hal ini tertuang dalam surat Al-Kautsar ayat 1-2:

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ

1. Sesungguhnya Kami telah memberimu (Nabi Muhammad) nikmat yang banyak.

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ

2. Maka, laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!

Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Awal Bulan Dzulhijjah, Singkat Namun Menyentuh Hati

Selain memiliki dimensi vertikal yakni semakin mendekatkan diri kepada Allah, kurban juga memiliki dimensi sosial yakni berbagi rezeki dengan orang lain.

Dalam ibadah ini, kita harus mengeluarkan uang untuk membeli hewan kurban dan dibagi-bagikan kepada orang lain.

Tentu tidak semua orang mau mengeluarkan hartanya untuk melakukan hal ini. Masih banyak orang yang tidak rela dan perhitungan dengan hartanya sehingga tidak mau berkurban di Hari Raya Idul Adha.

Padahal perhitungan seperti ini yang seharusnya kita kikis. Kita harus yakin bahwa dengan kepasrahan harta yang kita gunakan untuk berkurban di jalan Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih banyak lagi. Allah berfirman:

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: "Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui." (QS Al-Baqarah: 261)

Terlebih infak untuk ibadah kurban yang memiliki banyak keutamaan sebagaimana telah ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadisnya:

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Artinya: "Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya." (HR Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah).

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ

Ma'asyiral Muslimin, jamaah salat Jumat rahimakumullah,

Ketiga, adalah Ibadah Haji. Dalam ibadah yang menjadi rukun Islam kelima ini, kita juga diajarkan nilai-nilai kepasrahan kepada Allah.

Bagaimana tidak? Saat menjalankan ibadah haji, kita harus jauh-jauh pergi ke tanah Suci Makkah meninggalkan orang-orang yang kita cintai dan memasrahkan semuanya kepada Allah.

Selain itu, kita juga harus merelakan diri untuk mengeluarkan banyak harta agar bisa pergi ke Baitullah menyempurnakan keislaman kita dengan berhaji.

Bukan hanya dari sisi materi, saat ini kita juga mengetahui bersama, betapa panjangnya waktu antrean sampai dengan puluhan tahun agar kita bisa berangkat haji.

Ini mengandung hikmah bahwa kita harus tetap berusaha untuk bisa berangkat ke tanah suci dengan upaya mendaftarkan diri lalu setelah itu kita pasrahkan semuanya kepada Allah SWT.

Senada dengan kepasrahan untuk mengeluarkan harta dan lamanya waktu tunggu ini, Allah mengawali perintah haji dengan kata-kata "Lillah" (untuk Allah). hal ini termaktub dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 97:

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

Artinya: "(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu) mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam."

Ma'asyiral Muslimin, jamaah salat Jumat rahimakumullah,

Demikianlah nilai-nilai kepasrahan diri kepada Allah yang terkandung dalam tiga ibadah di hari Raya Idul Adha. Semoga kita senantiasa bisa mempraktikannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Amin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

3. Khutbah Jumat Setelah Idul Adha

سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَفْضَلُ مَنْ صَلَّى وَنَحَرَ وَحَجَّ وَاعْتَمَرَ، وَوَقَفَ بِعَرَفَةَ وَاْلمَشْعَرِ. نَبِىٌّ مَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ عَلَى أَجْمَلَ مِنْهُ وَجْهًا وَلاَ اَنْوَارَ. وَلاَ أَرْفَعَ قَدْرًا مِنْهُ وَلاَ أَكْبَرَ. نَبِيٌّ خُصَّ بِبِعْثَتِهِ إِلَى اْلأَسْوَدِ وَاْلأَحْمَرِ. نَبِىٌّ خَصَّهُ اللّٰه تَعَالَى بِالشَّفَاعَةِ الْعُظْمَى يَوْمَ اْلفَزَعِ اْلأَكْبَرِ. نَبِيٌ غَفَرَ اللّٰه لَهُ مَا تَقَدَّمَ وَمَا تَأَخَّرَ . الَلَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ أَذْهَبَ اللّٰه عَنْهُم الرِّجْسَ وَطَهَّرَ اللّٰه أَكْبَرُ (أَمَّا بَعْدُ)

فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللّٰه تَعَالَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ فَضِيْلٌ، وَعِيْدٌ جَلِيْلٌ. فَقَدْ وَرَدَ فِي الْخَبَرِ عَنْ سَيِّدِ اْلبَشَرِ صَلىَّ اللّٰه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَيِّنُوْا أَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْرِ. إِنَّ اَحْسَنَ مَا تَلاَهُ التَّالُوْنَ كَلاَمُ مَنْ أَدَلَّ وَأَعَزَّ وَقَدَّمَ وَأَخَّرَ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. اِنَّا اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ. باَرَكَ اللّٰه لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَتَقَبَّلَ بِتِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. أُوْصِيْكُمْ عِبَادَ اللّٰه وَإِياَّيَ بِخُسْنِ الطَّاعَةِ واَلتَّقْوَى لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰه الْعَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan khutbah Jumat ini, setelah memuji kepada Allah SWT, berselawat kepada Baginda Nabi Agung Muhammad SAW, keluarga, serta sahabatnya, saya mengajak kepada diri saya sendiri dan saudara-saudara sekalian, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Yakni dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dalam kondisi apapun, saat sehat, sakit, kaya, miskin, bahagia, ataupun derita. Karena hanyalah orang-orang yang bertakwa yang memiliki kemuliaan di sisi-Nya.

Kekayaan itu tidak akan abadi, kemiskinan pun tidak akan selamanya. Bahagia dan derita, pun juga demikian adanya, datang silih berganti. Hanyalah amal sholeh dan ketakwaan seorang hamba yang dapat mengantarkannya meraih kebahagiaan yang abadi selamanya, hidup bahagia di surga kelak.

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Bulan ini merupakan bulan yang agung bagi kita semua. Bulan di mana umat Islam menunaikan ibadah haji di Baitullah dan berqurban. Seluruh umat Islam berkumpul untuk menjalani sunnah Nabi Ibrahim AS, menyembelih qurban, serentak mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil, mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kita ingat sebuah peristiwa suci pada bulan ini, yakni Nabi Ibrahim a.s, mendapat perintah dari Allah SWT untuk menyembelih putra kesayangannya, Nabi Ismail a.s. Beliau melaksanakan perintah tersebut dengan sabar dan tabah walaupun harus menukar dengan nyawa anaknya. Demikian juga putranya, ia berkata; "Wahai ayah, laksanakanlah apa yang diperintahkan kepada engkau, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Patut kita jadikan i'tibar (tauladan), di mana seorang hamba Allah SWT mendapat perintah menyembelih putra kesayangannya, dihadapi dengan ketabahan dan kesabaran menjalaninya.

Akhirnya Allah SWT menggantinya dengan kambing gibas yang gemuk. Begitulah Allah memberi balasan bagi orang-orang yang taat. Kisah ini diabadikan dalam Surat As-Saffat ayat 102-105.

Allah SWT berfirman;

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ. فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ. وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ.

Artinya: "Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar." Ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) meletakkan pelipis anaknya di atas gundukan (untuk melaksanakan perintah Allah), Kami memanggil dia, "Wahai Ibrahim, sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu." Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan."

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Seabad kehidupan Nabi Ibrahim AS penuh dengan perjuangan, jihad, perang melawan kebodohan dan kefanatikan kaumnya yang menyembah berhala. Sebagai seorang yang menyerukan tauhid, Nabi Ibrahim AS melaksanakan tugas-tugas yang berat di dalam sistem sosial yang carut marut.

Seabad lamanya Nabi Ibrahim AS menanggung segala macam siksaan, ancaman dan segala jenis teror. Namun ia berhasil menanamkan kesadaran dan keimanan dalam diri umatnya.

Ada satu hal yang belum berhasil bagi Nabi Ibrahim AS, yaitu hingga umur seabad ia belum dikaruniai anak. Sebagai manusia normal tentu ia ingin mempunyai anak, sedang istrinya mandul dan ia sendiri telah berusia seabad lebih.

Allah SWT Maha Mengetahui atas penderitaan Nabi Ibrahim a.s. Maka Allah SWT memberikan hadiah melalui seorang istri keduanya bernama Hajar, seorang putra bernama Ismail. Ismail bukan hanya seorang putra bagi ayahnya, lebih dari itu Ismail adalah buah hatinya yang sangat dicintainya, dan diharapkan kelak menjadi penerus perjuangan dakwahnya.

Di tengah-tengah kegembiraan Nabi Ibrahim a.s, tanpa diduga, Allah SWT menurunkan wahyu untuk menyembelih Ismail dengan tangannya sendiri. Betapa goncangnya jiwa Nabi Ibrahim a.s ketika menerima wahyu itu, sebagai hamba Allah yang paling patuh dan taat, gemetar dan goncang batinnya.

Nabi Ibrahim a.s mengalami konflik batin, menghadapi perintah Allah SWT tersebut. Siapakah yang lebih disayang, Allah atau Ismail? Inilah keputusan yang paling sulit diambil.

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Nabi Ibrahim a.s dihadapkan kepada dua pilihan, mengikuti perasaan hatinya dengan menyelamatkan Ismail yang paling disayang atau mentaati perintah Allah SWT dengan mengorbankan Ismail.

Ia harus memilih satu di antara keduanya, cinta atau kebenaran. Cinta merupakan tuntutan hidupnya dan kebenaran merupakan tuntutan agamanya. Sadar bahwa Allah SWT adalah Yang Maha Penguasa dan Pemilik segala-galanya di alam ini, dan yakin bahwa Allah Tuhan Yang Maha Bijaksana, tidak akan menyengsarakan hambanya, maka Nabi Ibrahim a.s memilih taat dan patuh terhadap perintah Allah SWT, siap menyembelih anaknya, Ismail.

Allah SWT berfirman:

وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَشَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

Artinya: "Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)

Demikianlah betapa berat pengorbanan Nabi Ibrahim a.s, dalam kondisi konflik batinnya dan pertempuran hebat tadi. Nabi Ibrahim a.s tampil sebagai pemenang, ia dengan rela mengorbankan yang sangat ia cintai, yaitu Ismail.

Meskipun setan al-khannas menggoda dengan membisikkan dan membuat was-was dalam hatinya, untuk tidak melaksanakan perintah Allah SWT tersebut, Nabi Ibrahim a.s berketetapan untuk melaksanakan perintah Allah SWT.

Maka dipanggilah anaknya, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ ۙ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar." Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, "Wahai Ibrahim! sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu." Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS. As-Saffat: 102-105)

Ternyata putranya itu, yakni Ismail pun dengan tabah dan sabar memberikan patuh kepada ayahnya, dan siap pula menerima perintah Allah SWT. Demikian pula ibunya, Sayyidah Hajar, tabah dan sabar menerima perintah Allah SWT, dengan keyakinan bahwa Allah SWT tak akan menzalimi hamba-Nya.

Allah SWT memang Maha Bijaksana, perintah tersebut rupanya hanya untuk menguji keimanan dan keteguhan Nabi Ibrahim a.s, dan akhirnya diganti dengan seekor kambing gibas yang gemuk.

Peristiwa tersebut kini disyariatkan bagi kita sekalian baik dalam ibadah haji maupun ibadah qurban.

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Allah Maha Besar telah memberikan sebuah pelajaran, dan pada hari yang mulia ini marilah kita ambil pelajaran dari kisah suci tersebut.

Pertama, bahwa Allahlah Tuhan Yang Maha Agung, Penguasa dan Pemilik alam ini. Sedangkan kita manusia adalah hamba Allah SWT, yang sangat kecil di hadapan-Nya. Karena itu, sudah selayaknya kita taat dan patuh kepada-Nnya, serta siap melaksanakan perintah Allah SWT, dan mampu mengorbankan kepentingan sendiri, meskipun itu yang kita cintai.

Allah SWT berfirman:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

Artinya: "Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui." (QS. Ali Imron: 92)

Dalam ayat di atas ditegaskan, bahwa seseorang belum mencapai tingkat pengabdian yang tinggi, hingga ia mampu menginfakkan sesuatu yang disenanginya.

Kedua, untuk menjadi orang yang patuh dan taat kepada Allah SWT, atau untuk melaksanakan perintah Allah SWT, tentu banyak godaan dan gangguan, setan akan membisikkan dalam hati kita sehingga menjadi was-was dan ragu-ragu.

Di sinilah kita diuji, apakah kita bisa mengalahkan godaan setan, atau malah kita yang kalah dan tak mampu membebaskan diri dari godaan setan. Kalau kita kalah terus, maka bisa jadi kita malah akan menjadi kawan setan.

Bulan Dzulhijjah ini mengingatkan kita agar jangan sampai kita kalah terus, sebaliknya kita harus mampu menang sebagaimana Nabi Ibrahim a.s dan keluarganya.

Ketiga, kita perlu terus berupaya untuk menjadikan keluarga kita sebagaimana keluarga Nabi Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim adalah ayah yang sangat patuh dan taat kepada Allah SWT, namun tidak otoriter. Diajaknya Nabi Ismail a.s berdialog terlebih dahulu, "Bagaimana pendapatmu, wahai anakku, terhadap perintah Allah ini?" Ternyata hasil didikan Nabi Ibrahim a.s yang luar biasa bisa membuat putranya, Ismail, memiliki keimanan yang tinggi. Demikian pula ibunya, walaupun dengan rasa berat, tetap mengikhlaskan Nabi Ibrahim a.s melaksanakan perintah Allah SWT. Keyakinan bahwa Allah SWT tidak akan menzalimi hamba-Nya inilah yang membuat dia rela dan patuh.

Karena Nabi Ibrahim AS telah lulus dalam menghadapi ujian berat tersebut, maka Allah SWT akan memberikan apapun yang dia minta kepada-Nya. Nabi Ibrahim a.s hanya meminta tiga hal: Pertama, memohon agar negeri Makkah dijadikan negeri yang aman dan penduduknya melimpah rezekinya; kedua, Kakbah yang mereka bangun bersama Nabi Ismail a.s dikunjungi banyak orang agar mereka mau mengingat peristiwa di zamannya; ketiga, agar anak cucunya dijadikan pemimpin bagi orang yang bertakwa. Tidak ada doa untuk kepentingan sendiri, semua untuk kepentingan umat manusia.

Setiap Hari Raya Idul Adha, kita diingatkan akan peristiwa Nabi Ibrahim a.s ini, agar kita sadar bahwa kita adalah hamba Allah SWT yang harus selalu taat dan patuh, senang berqurban untuk kepentingan orang lain, bukan sebaliknya, mengorbankan kepentingan orang lain untuk kepentingan diri sendiri.

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Qurban dalam bahasa Arab artinya pendekatan diri, kita menjalankan perintah menyembelih hewan qurban tiada lain bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Nilai lebih dari bulan yang berbahagia ini kita bisa memperoleh ridho Allah SWT dengan menyisakan sebagian harta kita untuk membantu fakir miskin. Karena hikmah dari berbagai bentuk ibadah adalah peningkatan takwa, berusaha menjadi hamba yang mulia di sisi Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat Al-Hajj ayat 37:

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: "Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demi-kianlah Dia menundukkannya untuk-mu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Hajj: 37)

Nabi Muhammad SAW bersabda:

مَا مِنْ عَمَل ابْنِ آدَمَ يَوْمَ النَّخْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلىَ اللّٰهِ مِنْ إِرَاقَةِ دَمٍ. وَإِنَّهُ لَيَأْتِي بِقُرُوْنِهَا وَأَظْفَارِهَا وَأَشْعَارِهَا. وَأَنَّ الدَّمَ لَبَقَعُ مِنَ اللّٰهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ فِيْ الأَرْضِ فَطَيِّبُوْهَا نَفْسًا

Artinya: "Tiada amal anak Adam pada hari Nahr (Idul Adha) yang lebih disenangi Allah melainkan mengalirkan darah (menyembelih hewan kurban). Dan sesungguhya ia akan datang (kelak di Hari Kiamat) dengan membawa tanduknya, kukunya, dan bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah kurban itu akan berada di sisi Allah sebelum jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berqurban. (HR. At-Tirmidzi)

Rasulullah SAW juga pernah bersabda kepada Sayyidah Fatimah:

قُوْمِي فَاشْهِدِي أُضْحِيَّتَكِ، فَإِنَّهُ يُغْفَرُ لَكِ بِأَوَّلِ قَطْرَةٍ مِنْ دَمِّهَا كُلُّ ذَنْبٍ

Artinya: "Bangunlah Fatimah dan saksikanlah qurbanmu, karena sesungguhnya seluruh dosamu akan di ampuni sejak awal menetesnya darah qurban." (HR. Hakim)

وَاللّٰهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَقُولُ، وَبِقَوْلِهِ يَهْتَدِي الْمُهْتَدُوْنَ: وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَأَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.

أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم : اِنَّا اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ.

جَعَلَنَا اللّٰهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلأَمِنِيْنَ الْفَائِزِيْنَ وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّا كُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّحِميْنَ

Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News

Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Menjelang Idul Adha tentang Kurban, Menyentuh Hati!

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm