Banjarmasin, Sonora.ID – Adanya pasal yang dinilai merugikan pekerja pers dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang masih digodok oleh DPR RI, terus mendapat penolakan dari banyak kalangan.
Di Banjarmasin, Koalisi Masyarakat Peduli Pers Banua menggelar aksi unjuk rasa di Jalan Lambung Mangkurat, Senin (24/06) pagi.
Aksi diawali dengan orasi di perempatan Jalan Lambung Mangkurat, kemudian berlanjut ke depan Gedung DPRD Kalimantan Selatan yang jaraknya hanya sekitar 100 meter.
Peserta aksi berasal dari berbagai kalangan, mulai dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Banjarmasin, lembaga pers mahasiswa, aktivitas dan pembuat konten, yang turut menyuarakan penolakan mereka terhadap pasal yang dinilai bermasalah.
Baca Juga: Hotman Paris: 5 dari 6 Tersangka Sebut Pegi Setiawan Bukan Pelaku Pembunuhan
Salah satu yang mereka soroti adalah adanya larangan menyiarkan liputan hasil investigasi yang dinilai bertentangan dengan kemerdekaan pers.
Koordinator Aksi, Diananta Putera Sumedi, menilai jika RUU Penyiaran berpotensi menghalang-halangi kemerdekaan pers, kebebasan berekspresi dan berpendapat.
“Dalam draft revisi tersebut terdapat sejumlah pasal yang bermasalah,” tuturnya.
Pihaknya mendesak DPRD Kalimantan Selatan selaku representasi dari masyarakat Banua, dapat menyuarakan penolakan tersebut ke tingkat yang lebih tinggi.
Menanggapi aksi tersebut, Sekretaris Komisi I DPRD Kalimantan Selatan, Suripno Sumas, berharap gelombang penolakan dapat jadi pertimbangan DPR RI sebelum ketok palu pengesahan RUU.
“Aspirasi ini akan kami sampaikan kepada Ketua DPRD Kalimantan Selatan, termasuk juga langsung disampaikan kepada DPR RI dalam pertemuan yang akan digelar di bulan Juli nanti,” jelas Suripno.
Sementara itu, anggota AJI Balikpapan Biro Banjarmasin, Hari Tri Widodo, mencatat ada sejumlah pasal yang mengancam kerja jurnalistik dan memberi kesan jika pemerintah antikritik.
Baca Juga: Hingga Akhir 2024 Target Wajib Pajak Lapor SPT 16,09 Juta SPT
Yakni pasal terkait dengan pelarangan siaran eksklusif jurnalisme investigasi yang ada di pasal 50B ayat 2 huruf c RUU Penyiaran.
“Larangan ini membatasi ruang gerak jurnalis dalam melakukan investigasi mendalam yang merupakan salah satu fungsi kontrol sosial pers,” ungkap Hari yang juga ikut dalam aksi tersebut.
Menurutnya, jika dilarang, maka elemen penting demokrasi juga akan terganggu karena ditutupnya kebenaran yang kerap tidak terjangkau oleh laporan berita biasa.
Salah satu contohnya, pasal 50B ayat 2 huruf k yang memuat larangan membuat konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik yang dinilai mirip dengan salah satu pasal dalam UU ITE.
Pasal tersebut dikhawatirkan disalahgunakan untuk menjerat jurnalis dengan tuduhan pencemaran nama baik untuk tujuan membungkam kritik.
Selain itu, adanya pasal-pasal yang dinilai bermasalah itu juga membuka celah bagi aparat untuk mengatur penyelesaian sengketa jurnalistik di pengadilan, bukan di Dewan Pers.
Baca Juga: Pelantikan Pengurus PWI Sumsel 2024-2029, Pj Bupati Apriyadi Dinobatkan Birokrat Peduli Pers