Bandung, Sonora.ID - Pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan salah satu langkah strategis yang diambil oleh pemerintah untuk menyederhanakan proses administrasi perpajakan.
Dimana ke depannya, pemadanan ini untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan memperluas basis pajak dengan memanfaatkan data kependudukan yang lebih lengkap dan akurat.
"Dari total 74,68 juta Wajib Pajak orang pribadi penduduk, tersisa sebanyak 670 ribu atau 0,9 persen NIK-NPWP yang masih harus dipadankan. Artinya, 74 juta atau 99,1 persen Wajib Pajak orang pribadi penduduk telah melakukan pemadanan NIKNPWP," ucap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti dalam siaran persnya, Senin (1/7/2024).
Sedangkan dari keseluruhan data yang telah valid, sebut Dwi, terdapat 4,37 juta data yang dipadankan secara mandiri oleh Wajib Pajak, sisanya 69,6 juta NIK-NPWP yang dipadankan oleh sistem.
"Sebagai informasi per tanggal 30 Juni 2024 pukul 09.00 WIB, sebagian besar NIK sudah dipadankan sebagai NPWP," kata Dwi.
Baca Juga: DJP Apresiasi Wajib Pajak Mendukung Program Pemadanan NIK-NPWP Dengan melakukan Pemadanan Mandiri
Dwi mengatakan, bagi pihak lain yang terdampak NIK sebagai NPWP maupun NPWP 16 digit, DJP memberikan waktu penyesuaian sistem sampai dengan tanggal 31 Desember 2024.
Pihak lain yang dimaksud adalah badan atau instansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan perpajakan yang mencantumkan NPWP dalam pemberian layanannya.
Dwi menjelaslan, NIK sebagai NPWP mulai digunakan sejak 14 Juli 2022 untuk orang pribadi penduduk sesuai dengan ketentuan PMK 112/PMK.03/2022 yang telah diubah dengan PMK 136 Tahun 2023.
Selain itu, NPWP 16 digit juga mulai digunakan oleh Wajib Pajak orang pribadi nonpenduduk, Wajib Pajak badan, dan Wajib Pajak instansi pemerintah.
Selain mengatur penggunaan NIK sebagai NPWP dan NPWP 16 digit, Wajib Pajak juga diberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan usaha (NITKU) sejak 14 Juli 2022.
"NITKU diberikan kepada Wajib Pajak pusat maupun cabang dan berfungsi sebagai identitas perpajakan yang melekat pada NPWP, yaitu sebagai penanda lokasi atau tempat Wajib Pajak berada," kata Dwi.
Melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2024 tentang Penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak dengan Format 16 (enam belas) Digit, dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha dalam Layanan Administrasi Perpajakan (PER-6), DJP meluncurkan layanan perpajakan yang berbasis NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU.
Untuk itu, lanjut Dwi, terhitung sejak 1 Juli 2024 ada 7 layanan administrasi yang dapat diakses menggunakan NIK, NPWP 16 digit, dan NITKU, yaitu pendaftaran Wajib Pajak (e-Registration), akun profil Wajib Pajak pada DJP Online, informasi konfirmasi status Wajib Pajak (info KSWP), penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 (e-Bupot 21/26), penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi (e-Bupot Unifikasi), penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 instansi pemerintah dan SPT Masa PPh Unifikasi instansi pemerintah (e-Bupot Instansi Pemerintah), dan pengajuan keberatan (e-Objection).
"Selain dapat diakses dengan ketiga jenis nomor identitas, 7 layanan tadi juga masih dapat diakses dengan NPWP 15 digit," kata Dwi.
"Jadi Wajib Pajak tidak perlu khawatir karena seluruh layanan perpajakan tetap dapat dimanfaatkan Wajib Pajak," ungkapnya
“Apalagi secara bertahap, kami akan mengumumkan penambahan jenis layanan yang sudah mengakomodasi NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU," imbuhnya.
Di akhir Dwi menyatakan bahwa DJP juga membuka layanan bantuan penggunaan NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU.
“Kami silahkan para Wajib Pajak menghubungi Kring Pajak 1500200, kantor unit vertikal terdekat, atau virtual help desk,” pungkasnya.