Melansir laman Antara, gempa megathrust adalah di saat mekanisme lempeng samudra yang menghujam ke bawah lempeng benua termasuk dalam kategori thrust (mendorong) atau reverse (terbalik) di area yang sangat luas.
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini tsunami BMKG, Daryono, mengungkapkan bahwa megathrust bisa diartikan sesuai dengan kata penyusunnya.
Menurut Daryono, istilah "thrust" merujuk pada salah satu mekanisme gerak lempeng yang menimbulkan gempa dan memicu tsunami, yaitu gerak sesar naik.
Dengan demikian, megathrust bisa diartikan gerak sesar naik yang besar.
Baca Juga: Strategi Meminimalisir Dampak Risiko Bencana Sesar Lembang
Dalam geologi tektonik, wilayah pertemuan dua lempeng ini disebut zona subduksi.
Zona megathrust terbentuk ketika lempeng samudera bergerak ke bawah menunjam lempeng benua dan menimbulkan gempa bumi "Zona subduksi ini diasumsikan sebagai sebuah zona “patahan naik yang besar” atau populer disebut zona megathrust," kata Daryono.
Zona megathrust di Indonesia sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.
Dilansir dari Kompas.id, berdasar data Pusat Gempa Nasional, 2017, Indonesia memiliki 13 segmentasi megathrust yang aktif dan berpotensi menyebabkan gempa besar serta tsunami.
Zona tersebut yaitu Aceh-Andaman, Nias-Simeulue, Kepulauan Batu, Mentawai-Siberut, Mentawai–Pagai, Selat Sunda Banten, Selatan Jawa Barat-Jawa Tengah, Selatan Jawa Timur, Sumba, Papua, Utara Sulawesi, dan Subduksi Lempeng Laut Filipina.