Sonora.ID – Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indonesia tinggal menunggu waktu dan akan mengalami gempa megathrust.
Hal tersebut dikatakan oleh Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono ketika menyinggung kekhawatiran ilmuwan Indonesia soal seismic gap Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut.
Seismic gap adalah wilayah di sepanjang batas lempeng aktif yang tidak mengalami gempa besar atau gempa selama lebih dari 30 tahun.
Melansir dari Kompas.com, BMKG memperkirakan, megathrust Selat Sunda bisa memicu gempa dahsyat dengan kekuatan maksimal M 8,7 dan Megathrust Mentawai-Siberut M 8,9.
“Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata 'tinggal menunggu waktu' karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar,” kata Daryono dalam keterangan resminya, Minggu (11/8/2024).
Baca Juga: Gempa M 7,1 Guncang Jepang Barat Daya, Peringatan Tsunami Aktif
Terkait potensi gempa besar dan tsunami akibat megathrust, Daryono mengungkapkan bahwa BMKG telah menyiapkan system monitoring, processing, dan diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat.
Selain itu, BMKG juga berupaya dalam memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, evakuasi, berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, stakeholder, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, dan industri pantai serta infrastruktur kritis, seperti pelabuhan dan bandara pantai.
“Harapan kita, semoga upaya kita dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami dapat berhasil dengan dapat menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim,” kata Daryono.
Apa itu gempa megathrust?
Melansir laman Antara, gempa megathrust adalah di saat mekanisme lempeng samudra yang menghujam ke bawah lempeng benua termasuk dalam kategori thrust (mendorong) atau reverse (terbalik) di area yang sangat luas.
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini tsunami BMKG, Daryono, mengungkapkan bahwa megathrust bisa diartikan sesuai dengan kata penyusunnya.
Menurut Daryono, istilah "thrust" merujuk pada salah satu mekanisme gerak lempeng yang menimbulkan gempa dan memicu tsunami, yaitu gerak sesar naik.
Dengan demikian, megathrust bisa diartikan gerak sesar naik yang besar.
Baca Juga: Strategi Meminimalisir Dampak Risiko Bencana Sesar Lembang
Dalam geologi tektonik, wilayah pertemuan dua lempeng ini disebut zona subduksi.
Zona megathrust terbentuk ketika lempeng samudera bergerak ke bawah menunjam lempeng benua dan menimbulkan gempa bumi "Zona subduksi ini diasumsikan sebagai sebuah zona “patahan naik yang besar” atau populer disebut zona megathrust," kata Daryono.
Zona megathrust di Indonesia sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.
Dilansir dari Kompas.id, berdasar data Pusat Gempa Nasional, 2017, Indonesia memiliki 13 segmentasi megathrust yang aktif dan berpotensi menyebabkan gempa besar serta tsunami.
Zona tersebut yaitu Aceh-Andaman, Nias-Simeulue, Kepulauan Batu, Mentawai-Siberut, Mentawai–Pagai, Selat Sunda Banten, Selatan Jawa Barat-Jawa Tengah, Selatan Jawa Timur, Sumba, Papua, Utara Sulawesi, dan Subduksi Lempeng Laut Filipina.