Surakarta, Sonora.ID - Perselisihan mengenai Surat Hak Penempatan (SHP) di Pasar Gede Solo antara dua saudara, Andy Santoso dan Gian Styadi Wijaya, kini berlanjut ke Pengadilan Negeri Surakarta.
Konflik yang dimulai sejak 2014 ini menyangkut penerbitan SHP kios nomor 12 dan 13.
Andy menggugat kakaknya, Gian, beserta istrinya, Nuraini Purwaningsih, terkait kepemilikan SHP.
Nuraini saat ini tercatat sebagai pemegang SHP tersebut, meskipun Andy merasa dia yang berhak atas kios tersebut karena telah berjualan di sana sejak tahun 1984.
Pihak yang terlibat dalam gugatan ini meliputi Andy Santoso sebagai penggugat dan Gian Styadi Wijaya serta istrinya, Nuraini Purwaningsih, sebagai tergugat.
Selain itu, Wali Kota Solo, Kepala Dinas Perdagangan, dan Lurah Pasar Gede juga ikut tergugat dalam perkara ini.
Mereka dituntut karena dinilai terlibat dalam penerbitan SHP yang dianggap tidak adil oleh pihak penggugat.
Konflik mengenai SHP ini bermula sejak tahun 2014 ketika terjadi perselisihan antara Andy dan Gian soal pembagian kios yang sebelumnya dimiliki oleh orang tua mereka.
Orang tua mereka memiliki lima kios di Pasar Gede, dan setelah meninggal pada tahun 2005, Gian mulai memegang kelima SHP tersebut sejak 2007. Perselisihan memanas pada tahun 2014, ketika Andy menuntut hak atas kios nomor 12 dan 13.
Sengketa ini terjadi di Pasar Gede, Solo, salah satu pasar tradisional terbesar di kota tersebut.
Kios nomor 12 dan 13 yang menjadi objek sengketa kini dalam kondisi tertutup, bahkan pintunya telah dilas dan digembok.
Barang dagangan Andy masih berada di dalam kios tersebut setelah dirinya disomasi untuk mengosongkan kios, namun tidak segera melakukannya.
Andy merasa bahwa ia memiliki hak atas kios nomor 12 dan 13 karena ia telah berjualan di sana sejak 1984.
Namun, SHP untuk kios tersebut tidak diberikan kepadanya, melainkan dialihkan ke istri Gian, Nuraini.
Pihak Andy menyayangkan keputusan tersebut karena menurut mereka SHP seharusnya diserahkan kepada Andy yang telah lama menggunakan kios tersebut.
Sebaliknya, Gian tetap memegang SHP dan mengatasnamakannya untuk istrinya, yang memicu perselisihan ini.
Saat ini, gugatan telah diajukan ke Pengadilan Negeri Surakarta.
Pemerintah Kota Solo melalui kuasa hukumnya, Sasadara, menjelaskan bahwa secara legal formal, SHP bisa diberikan kepada siapa saja yang memenuhi persyaratan.
Menurutnya, SHP bukanlah aset yang dapat diwariskan, melainkan aset milik pemerintah yang pengalihannya diatur oleh peraturan daerah.
Pemkot Solo berpegang pada Perda Nomor 2 Tahun 2024 yang menyebutkan bahwa pemegang SHP yang tidak lagi menggunakan tempat berdagang harus mengembalikan SHP kepada pemerintah.
Penulis: Fransiska Dinda