Sonora.ID - Dinas Perikanan Kabupaten Penajam Paser Utara – PPU menilai, bahwa budidaya Nilasa dengan metode bioflok lebih menguntungkan bagi para pembudidaya. Dengan motede tersebut operasional untuk menyediakan pakan menjadi lebih murah karena adanya bantuan pakan alami tambahan. Demikian diungkapkan Kepala Bidang (Kabid) Perikanan Budidaya dan Lingkungan Dinas Perikanan Kabupaten PPU – Musakkar saat mendampingi puluhan Pembudidaya Ikan PPU mengikuti Bimbingan Tehnis Budidaya Ikan Nila Salin (Nilasa) di Yogyakarta.
Musakkar mengatakan, untuk meningkatan SDM dan hasil budidaya ikan di PPU, maka pihaknya memberikan Bimtek kepada 30 peserta dari Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) PPU, khususnya Bimtek tentang budidaya Nilasa.
Para pembudidaya perikanan air tawar dan payau mendapatkan bimbingan teknis (bimtek) untuk mengembangkan ikan Nila Salin (Nilasa) melalui media kolam. Selain itu, juga dapat mengembangkan varietas ini menggunakan kolam biasa, sehingga memberikan lebih banyak pilihan bagi para pembudidaya.
Dalam Bimtek tersebut, para pembudidaya juga mendapatkan pemahaman mengenai metode budi daya Nilasa pada tujuh kolam terpal bulat tanpa bioflok. Masing-masing kolam memiliki volume tujuh meter kubik dengan kapasitas benih ikan sebanyak 100 ekor per satu meter persegi.
Oleh karena itu, dengan total tujuh kolam terpal, pembudidayaan benih Nilasa bisa mencapai 4.900 ekor. Dengan potensi hasil yang mencapai 882 tonase ikan, pembudidaya dapat meraih keuntungan yang signifikan.
Maka, dengan asumsi harga Nilasa Rp27 ribu per kilogram, penerimaan hasil panen budidaya bisa mencapai sekitar Rp23,8 juta. Namun, harga per kilogram varietas ini bervariasi tergantung daerah masing-masing.
Baca Juga: Tingkatkan SDM, Dinas Perikanan PPU Bawa Pokdakan ke Yogyakarta
Sedangkan pada Kabupaten PPU, harga per kilogramnya bisa mencapai Rp45 ribu. Sehingga, para pembudidaya dapat menghasilkan laba yang lebih besar.
Adapun biaya investasi awal mencapai sekitar Rp20 juta, yang mencakup pengadaan terpal bulat, blower, selang dan keran aerasi, batu aerasi, tali tampar, terminal dan kabel listrik, serta genset mini untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam kolam.
Selanjutnya, ada biaya tetap yang perhitungannya berdasarkan 25 persen dari biaya investasi, serta perhitungan laju penyusutan 20 persen per tahun. Namun nilai tersebut belum termasuk tambahan biaya listrik, total pengeluaran berkisar Rp6 juta.
Kemudian, terdapat biaya operasional yang terdiri dari pengadaan pakan ikan, benih ikan, dan dolomit, dengan total sekitar Rp20,7 juta.
Dengan demikian, Musakkar menilai bahwa budidaya Nilasa dengan metode bioflok lebih menguntungkan bagi para pembudidaya.
Diketahui, Bimtek tersebut terlaksana berkat kerja sama dengan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kegiatan ini berlangsung selama empat hari, sejak 8 hingga 11 Oktober 2024.
Para narasumber Bimtek memberikan gambaran yang komprehensif mengenai budidaya Nilasa dengan beberapa media kolam. Mereka menjelaskan penggunaan metode kolam terpal bulat dan metode kolam beton. Namun, para narasumber lebih menyarankan agar melakukan budi daya Nilasa pada kolam terpal, baik menggunakan metode bioflok maupun tanpa bioflok, karena metode ini menawarkan keuntungan tersendiri.
“Istilahnya, jika menggunakan metode bioflok, operasional untuk menyediakan pakan menjadi lebih murah karena adanya bantuan pakan alami tambahan,” ungkap Musakkar, menekankan efisiensi metode tersebut.
Baca Juga: 920 Pemilih Pemula di kabupaten PPU Belum Melakukan Perekaman KTP