Jakarta, Sonora.ID - Ternyata kini konsep Environmental, Social, and Governance (ESG) telah menjadi perhatian utama di dunia bisnis dan investasi. ESG tidak lagi dianggap sebagai elemen sekunder, melainkan sebagai faktor kunci dalam menilai kinerja dan keberlanjutan perusahaan.
Konsep ini pun telah diadopsi oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mendorong praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab.
"ESG menjadi kerangka kerja yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan berdasarkan tiga pilar utama," sebut Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik dalam siaran persnya, Senin (21/10/2024).
Pertama, environmental (lingkungan) yang berfokus pada dampak operasi perusahaan terhadap lingkungan, seperti emisi karbon, penggunaan energi, dan pengelolaan limbah. Kedua, social (sosial) yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap komunitas dan tenaga kerja, seperti hak asasi manusia, kondisi kerja, dan dampak sosial produk atau layanan yang dihasilkan. Ketiga, governance (tata kelola) yaitu menilai praktik tata kelola perusahaan, termasuk transparansi, etika bisnis, dan manajemen risiko.
Jeffrey mengungkapkan, perusahaan yang memenuhi standar ESG dianggap lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab, yang pada akhirnya dapat meningkatkan reputasi, kepercayaan investor, serta akses ke modal.
Baca Juga: Jokowi Pulang ke Solo, Pedagang Jual Pernak-pernik Bertema Presiden
Diketahui tahun 2020 lalu, BEI meluncurkan Indeks ESG Leaders IDX, yang berfokus pada perusahaan-perusahaan yang telah mengadopsi praktik terbaik ESG.
"Indeks ini memberikan panduan bagi investor yang ingin berinvestasi di perusahaan yang menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan," kata Jeffrey.
Selain itu, BEI juga bekerja sama dengan berbagai lembaga untuk menyediakan pelatihan dan panduan bagi emiten dalam hal pelaporan ESG, karena pelaporan ESG yang transparan memungkinkan investor untuk lebih mudah mengevaluasi kinerja perusahaan dari perspektif keberlanjutan.
Diungkapkan, sejarah konsep ESG bermula pada tahun 1987, yang merupakan tonggak penting dalam perkembangan gagasan keberlanjutan. Pada momen tersebut, Laporan Brundtland yang secara resmi berjudul "Our Common Future," diterbitkan oleh Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (WCED) yang dipimpin oleh Gro Harlem Brundtland, mantan Perdana Menteri Norwegia.
Laporan Brundtland memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang "memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri."
"Ini menjadi dasar pemikiran yang menghubungkan antara keberlanjutan lingkungan, kemajuan ekonomi, dan kesejahteraan sosial dalam satu kerangka yang saling bergantung," ungkap Jeffrey.
Meskipun laporan ini belum secara langsung menggunakan istilah ESG, gagasan inti dari pembangunan berkelanjutan yang diangkat oleh Brundtland menjadi inspirasi bagi perkembangan lebih lanjut dari kerangka ESG.
Konsep ESG sendiri baru berkembang secara formal beberapa dekade kemudian, tetapi dasar pemikirannya, terutama dalam hal tanggung jawab lingkungan dan sosial, sudah dimulai dengan laporan tersebut pada tahun 1987.
ESG kemudian menjadi fokus utama dalam investasi global dan praktik bisnis, menggabungkan pilar ESG sebagai metrik penting dalam menilai keberlanjutan dan tanggung jawab perusahaan.
ESG tetap relevan hingga saat ini karena peran pentingnya dalam memastikan bisnis dan investasi tidak hanya fokus pada keuntungan finansial jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan, masyarakat, dan tata kelola perusahaan.
Sampai saat ini, ESG masih relevan karena sejumlah situasi saat ini, seperti krisis lingkungan yang meningkat, kesadaran sosial yang meningkat, permintaan investor untuk investasi berkelanjutan, perubahan regulasi dan kebijakan pemerintah, reputasi dan loyalitas konsumen, mengelola risiko jangka panjang, adanya dukungan dari generasi milenial dan Gen Z, dan pendorong inovasi.
“BEI menyadari bahwa perjalanan menuju penerapan ESG yang menyeluruh masih panjang dan penuh tantangan," kata Jeffrey.
"Dibutuhkan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, regulator, perusahaan, hingga investor serta peningkatan kapasitas dan kesadaran di berbagai level agar prinsip-prinsip ESG dapat diimplementasikan dengan efektif," pungkasnya.
Dalam dunia yang semakin kompleks dan saling terhubung, ESG menjadi alat penting bagi perusahaan dan investor untuk memastikan bahwa bisnis tidak hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek, tetapi juga pada dampak jangka panjangnya terhadap lingkungan, masyarakat, dan tata kelola yang baik.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News