Meirna menuturkan, salah satu hal yang menjadi tantangan juga bagi pemerintah adalah adanya peredaran rokok ilegal. Pada dasarnya, rokok ilegal adalah rokok yang beredar di masyarakat, tetapi tidak mengikuti peraturan yang berlaku di Indonesia, khususnya dalam peraturan mengenai cukai. Hal ini sangat berbeda dengan rokok legal yang beredar dimasyarakat karena perbedaan yang paling terlihat terdapat pada ada tidaknya pita cukai pada kemasan rokok.
Pemberantasan rokok ilegal ini, tambahnya, membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Apabila masyarakat menemukan adanya peredaran rokok ilegal, diimbau agar tidak ragu melaporkan kepada Bea Cukai.
"Ini harus diberantas, apalagi keberadaannya mengganggu penerimaan pendapatan negara," kata Meirna.
Hal senada disampaikan Kepala Bidang Fasilitas dan Kepabeanan Cukai Kanwil DJBC Jabar Bambang Lusanto Gustomo, bahwa di Jawa Barat penerimaan dari cukai rokok tahun ini ditargetkan sebesar Rp36 triliun.
"Sudah tiga tahun ini capaian cukai rokok di Jabar itu turun," jelas Bambang.
"Tapi sekarang itu baru mencapai Rp24 triliun. Mungkin sampai akhir tahun ini bisa sekitar Rp28 triliun. Jadi, ada kekurangan sekitar Rp8 triliun," kata Bambang.
"Nah, salah satu komponen yang membuat cukai rokok turun itu karena maraknya rokok ilegal," tegasnya.
Sementara itu, Analis Kebijakan Ahli Muda pada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Jawa Barat, Irvan Sujadi menegaskan bahwa pihaknya terus melakukan penegakan hukum terkait keberadaan rokok ilegal.
"Sebenarnya kami sudah dari tahun 2021 melakukan penegakkan hukum terkait hal ini. Ini sudah menjadi rutinitas, khususnya dalam penegakan hukum terkait rokok ilegal dan pelanggaran ketentuan cukai (TBH-CHT)," tegas Irvan.
"Apalagi dengan adanya regulasi seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 206, PMK 215, hingga PMK 72, kami semakin gencar melakukan penindakan. Hal ini terus dilakukan hingga tahun 2024," pungkasnya.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News