Ia menilai tindakan ini merupakan bentuk union busting atau pemberangusan serikat pekerja.
Sebagai bentuk protes, para pekerja melakukan aksi mogok kerja selama dua hari sejak Selasa (3/12), dengan melibatkan sekitar 260 orang.
Mereka membawa lima tuntutan utama yaitu pengembalian 10 anggota serikat yang di-PHK, pengangkatan pekerja kontrak menjadi karyawan tetap, penolakan PHK sepihak, penolakan mutasi sepihak, serta kebebasan berserikat.
Sementara itu, kuasa hukum PT SM, Fransiskus, memberikan tanggapan terkait aksi tersebut.
Ia menjelaskan bahwa PHK terhadap 10 pekerja, termasuk anggota serikat, dilakukan karena sebagian kontrak kerja telah berakhir.
"Teman-teman (buruh) yang 10 orang ini, ada yang kontraknya sudah habis. Kemudian dari pihak kami, tidak melanjutkan kontrak tersebut," jelas Fransiskus.
Dari 10 pekerja yang di-PHK, dua orang telah dipekerjakan kembali. Sedangkan keputusan terkait delapan orang lainnya masih dalam proses.
"Sementara untuk yang 8 orang ini saya jelaskan, bahwa Sabtu (30/11) telah melakukan bipartit ketiga. Akan kami jawab di Sabtu depan 7 Desember," paparnya.
Terkait aksi mogok kerja, Fransiskus menyatakan bahwa perusahaan tidak mempermasalahkan selama aksi dilakukan secara tertib dan sesuai aturan.
"Yang mau aksi, selagi dalam koridor aman, tidak ada persoalan. Karena memang teman serikat punya hak untuk menyuarakan apa yang bagi mereka tidak adil," katanya.
Meski demikian, konflik ini menyoroti pentingnya dialog yang lebih konstruktif antara pekerja dan perusahaan untuk mencapai solusi yang adil dan menghindari eskalasi ketegangan lebih lanjut.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News