Pontianak, Sonora.ID - Pj Gubernur Kalimantan Barat, dr. Harisson, M.Kes., membuka rapat koordinasi kelompok kerja percepatan dan penguatan perhutanan sosial serta launching dokumen Profil Keanekaragaman Hayati (Kehati) dan pembahasan mengenai keanekaragaman hayati Provinsi Kalimantan Barat di Hotel Mercure Pontianak, Rabu (4/12/2024).
"Saya berharap melalui kegiatan ini akan terbangun komitmen yang kuat untuk mewujudkan langkah-langkah konkret terhadap upaya pengembangan program perhutanan sosial dan pelestarian lingkungan di Kalimantan Barat melalui sinergi dan kolaborasi untuk Masyarakat Sejahtera Hutan Lestari," ujar Harisson.
Kemudian dalam rangka pengentasan kemiskinan dan penanganan konflik tenurial di dalam dan sekitar kawasan hutan, Pemerintah Pusat telah mencanangkan Perhutanan Sosial sebagai salah satu program strategis nasional melalui pemberian akses kelola kawasan hutan kepada masyarakat dengan 5 skema yaitu Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan Kehutanan dan Penetapan Hutan Adat.
Skema ini tentunya sangat sejalan dengan kondisi Kalimantan Barat, dimana dari total 2.046 desa yang ada di Provinsi Kalimantan Barat, 1.157 desa diantaranya (57%) berada di dalam dan di sekitar Kawasan hutan.
"Memperhatikan data tersebut, tentunya program perhutanan sosial dapat menjadi solusi strategis dalam pengentasan kemiskinan pada desa-desa di dalam dan sekitar Kawasan hutan, melalui kegiatan pengembangan usaha produktif sesuai dengan potensi yang ada di tiap wilayah yang dilakukan secara paralel dengan upaya perlindungan hutan dan lingkungan," terangnya.
Baca Juga: Sekda Tekankan TPPS untuk Lakukan Pemetaan Cakupan Layanan Kesehatan
Seperti kita ketahui, Kalimantan Barat memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa, mencerminkan peran penting provinsi ini sebagai pusat biodiversitas yang sangat berharga.
Berdasarkan Profil Keanekaragaman Hayati Kalimantan Barat, terdapat 12 ekosistem alami yang membentang dari terumbu karang di lautan hingga ekosistem pegunungan atas dengan puncak- puncak gunung yang menjulang.
Setiap ekosistem ini memiliki keanekaragaman hayati khas yang menopang kehidupan flora, fauna, hingga jamur dalam kondisi ekologi yang berjalan secara alami.
Melalui proses yang panjang dan kolaborasi dengan para ahli, tercatat sebanyak 1.751 spesies tumbuhan asli yang tergolong ke dalam 142 suku telah teridentifikasi.
Anggrek liar (Orchidaceae) mendominasi dengan 320 spesies, diikuti kelompok pohon meranti-merantian (Dipterocarpaceae) dengan 150 spesies, dan Euphorbiaceae dengan 70 spesies, yang semuanya menjadi aset penting untuk konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan.
Keanekaragaman satwa liar Kalimantan Barat juga sangat mengesankan, dengan 1.423 spesies yang terdiri atas 114 spesies mamalia, 546 spesies burung, 420 spesies ikan, 67 spesies amfibi, 85 spesies reptilia, dan 200 spesies serangga.
Selain itu, Kalimantan Barat memiliki 57 spesies jamur liar yang tergolong ke dalam 25 suku, dengan Boletaceae dan Polyporaceae menjadi yang paling dominan.
Meski data ini sudah memberikan gambaran yang komprehensif, jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar mengingat banyak spesies yang belum terpublikasi secara memadai.
Fakta ini menegaskan pentingnya upaya pelestarian dan penelitian berkelanjutan untuk mendukung pengelolaan biodiversitas secara strategis, sehingga kekayaan hayati ini dapat terus memberikan manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial bagi masyarakat lokal dan global.
"Jadi sebenarnya kita (Pemprov Kalbar) berupaya untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati di Kalimantan Barat. Kita berharap masyarakat dengan seluruh fungsi sosialnya dapat benar-benar berdampingan dengan keanekaragaman hayati, tidak saling ganggu dan kita dapat hidup sejahtera, makmur yang terutama untuk di daerah - daerah pemukiman di sekitar wilayah hutan," terang PJ Gubernur.
Dikatakannya bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sudah mempunyai program perhutanan sosial yang bisa dimanfaatkan dari non kayu seperti obat-obatan dan bahan-bahan lain yang bisa di ekspor, namun harus terus dikembangkan agar masyarakat bisa mendapatkan hasil dari hasil hutan yang non kayu.
Harisson mengatakan Program Perhutanan Sosial sebenarnya banyak yang bisa dimanfaatkan dari hasil hutan non kayu, obat - obatan.
"Ada bahan - bahan lain yang bisa diekspor, ini yang harus dikembangkan agar masyarakat bisa mendapatkan hasil hutan, "ungkapnya.
Dia menilai kendala yang masih dihadapi sekarang bahwa disisi lain kita ini terus berupaya memanfaatkan sumber daya alam yang sebenarnya juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kadang - kadang pemanfaatan sumber daya alam ini yang ini kalau kita lihat kemungkinan malah beresiko merusak lingkungan.
"Untuk itu dalam pemanfaatan sumber daya alam misalnya mineral dan lain-lain itu harus benar-benar dikaji dampaknya terhadap lingkungan,"pungkasnya.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News