Sonora.ID – Menjelang pergantian tahun 2024 ke 2025, tema khutbah Jumat tentang akhir tahun sangat cocok untuk diangkat oleh khatib.
Sebagai referensi, Sonora.ID telah merangkum teks khutbah Jumat bikin merinding tentang akhir tahun yang menyentuh hati dan bikin nangis.
Biasanya khutbah Jumat akhir tahun berisi pesan penuh renungan atau muhasabah diri.
Khutbah Jumat tentang akhir tahun diharapkan dapat dijadikan sebagai refleksi diri atas segala hal yang dilakukan sepanjang 2024.
Dengan begitu umat Islam bisa menjadi pribadi yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya.
Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Bulan Jumadil Akhir, Singkat dan Menyentuh Hati
Tak perlu berlama-lama, berikut 3 khutbah Jumat bikin merinding tentang akhir tahun yang menyentuh hati dan bikin nangis.
1. Teks Khutbah Jumat Bikin Merinding tentang Akhir Tahun
Introspeksi Diri di Akhir Tahun
الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِن سَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن، قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، وَقَالَ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا ، عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ، صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ، أَمَّا بَعْدُ
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah SWT,
Puji dan syukur marilah kita sama-sama panjatkan ke hadirat Allah Swt. Alhamdulillah, berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, kita masih mendapatkan nikmat iman dan nikmat Islam; kita masih mendapatkan nikmat sehat, nikmat panjang umur, dan nikmat kekuatan, sehingga hati kita masih terpanggil menuruti perintah Allah, dan duduk bersimpuh di tempat yang insya Allah penuh berkah ini.
Sebab, tak sedikit saudara-saudara kita yang secara fisik terlihat sehat, namun kakinya tidak kuat dilangkahkan menuju masjid Allah.
Mudah-mudahan mereka segera mendapatkan taufik dan hidayah. Dan kita yang sudah mendapatkannya semoga senantiasa dipelihara oleh Allah dan diberi istiqamah hingga penghujung usia. Amin ya Allah, Amin rabbal-alamin.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Baginda Alam, Nabi Besar Muhammad SAW yang merupakan sosok luar biasa, karena sudah mengantarkan kita mendapatkan berbagai macam nikmat, terutama nikmat iman dan nikmat Islam.
Semoga kita juga tercatat sebagai umat yang senantiasa berusaha menjalankan ajarannya dan meneladani budi pekertinya.
Shalawat dan salam juga semoga tercurah kepada keluarga dan para sahabatnya, serta kepada kita yang senantiasa berharap rida dan syafaatnya pada hari Kiamat. Amin ya mujibassailin.
Melalui minbar yang mulia ini, khatib berpesan kepada diri khatib pribadi khususnya dan kepada jamaah Jumah umumnya untuk sama-sama meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata'ala.
Tentu saja meningkatkan keimanan dan ketakwaan di tengah zaman yang semakin sulit seperti sekarang ini, bukan perkara mudah.
Namun, setidaknya yang sudah ada dan yang sudah kita raih tidak terlepas kembali, hanya karena alasan duniawi, sambil tetap waspada dan berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam penyelasan abadi.
Sebab, tak ada lagi cara untuk menghadapi zaman yang semakin berat seperti sekarang ini, selain membentengi diri dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata'ala.
Hadirin hafidhakumullah,
Sebagai manusia biasa, kita tentu tak punya jaminan terlepas dari jeratan dosa. Namun, kondisi ini sudah diantisipasi oleh Allah subhanahu wata'ala, selaku Dzat yang maha pencipta dan maha mengetahui keadaan makhluk yang diciptakan-Nya.
Karena itu, Allah telah memerintahkan kita untuk bertaubat, sebagaimana surah at-Tahrim ayat 8 yang khatib bacakan pada muqadimah tadi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuha (taubat yang semurni-murninya)." (QS At-Tahrim: 8)
Melalui ayat di atas, meski tidak secara eksplisit, Allah juga hendak berpesan kepada para hamba-Nya bahwa Dia membukakan pintu ampunan kepada mereka.
Sebab tidak mungkin rasanya jika Allah SWT memerintahkan hamba-Nya bertaubat, sementara Dia menutup pintu ampunan.
Namun, ampunan itu tidak serta merta diberikan kepada kita selaku hamba sampai kita berusaha keras mendapatkannya. Salah satunya dengan bertaubat nasuha tadi.
Lanjutan ayat tersebut menyebutkan:
عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
Artinya: "Mudah-mudahan Rabbmu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya." (QS At-Tahrim: 8)
Allah menggunakan kata 'asâ yang berarti 'mudah-mudahan'. Penggunaan kata mudah-mudahan mengindikasikan kepada kita bahwa Allah tidak memastikan ampunan kepada hamba-Nya yang bertaubat.
Ketidakpastian ini, dimaknai oleh para ulama, bukan berarti kita sia-sia ketika bertaubat, melainkan ketidakpastian tersebut harus dipahami agar kita sungguh-sungguh menjalankan taubat dan meyakinkan Allah bahwa kita benar-benar hamba yang layak mendapatkan ampunan-Nya.
Begitulah Allah menawarkan ampunan yang menjadi hak prerogatif-Nya tetapi keberhasilannya ditentukan oleh kehendak-Nya dan seberapa besar kesungguhan hamba-Nya untuk mendapatkan ampunan tersebut.
Karena itu, tugas kita adalah berusaha menjalankan perintah Allah untuk taubat nasuha dan berusaha meyakinkan Allah bahwa kita adalah hamba yang layak mendapat ampunan dari-Nya.
Adapun yang dimaksud dengan taubat nasuha adalah taubat yang dijalankan dengan semaksimal mungkin, artinya tidak setengah-setengah, atau tidak sekadar main-main.
Artinya hari ini kita bertaubat, esok kita berdosa lagi, esoknya bertaubat lagi, dan seterusnya.
Lebih jauh para ulama merinci sejumlah syarat taubat nasuha, yaitu:
Pertama, adalah niat kita bertaubat harus tulus dan ikhlas, bukan karena ingin dipuji seseorang, atau hanya karena ingin terlihat saleh dan religius.
Karenanya, taubat ini harus dibangun atas niat yang lurus, benar-benar mengharap rida dan ampunan-Nya.
Kedua, para ulama menyebut, syarat taubat nasuha itu menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan.
Di sinilah sulitnya bertaubat kepada Allah, sebab hati kita seringkali sulit diajak menyesali perbuatan salah yang telah dilakukan.
Bagaimana kita akan taubat bersungguh-sungguh jika hati kita tak menyesal atau tidak mengakui kesalahan.
Ketiga, syarat taubat nasuha ialah menghentikan semampu mungkin segala dosa, baik kecil maupun besar.
Sebab tak ada dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus, dan tidak ada dosa besar jika diiringi dengan taubat.
Yang dimaksud berhenti adalah tidak hanya berhenti dari dosa yang kita taubati, tetapi dari segala dosa, jika kita ingin betul-betul mencapat derajat nasuha.
Selama ini barangkali masih ada yang memahami bahwa taubat adalah menghentikan dosa tertentu, tetapi masih merasa suka mengerjakan dosa yang lain.
Maka dalam konsep taubat nasuha, semua dosa, semampu mungkin harus kita tinggalkan.
Berikutnya, jika kita ingin meraih taubat nasuha, kita harus bertekad untuk tidak mengulangi dosa yang sama di masa yang akan datang, begitu juga dosa-dosa yang lain.
Para ulama menegaskan, selain bertekad tidak mengulangi, kita berusaha mengganti atau menebus kesalahan yang telah lalu.
Contohnya, jika kita pernah meninggalkan kewajiban, maka gantilah. Jika ada shalat atau puasa yang pernah ditinggal, maka gantilah dengan qadha.
Jangan karena kita merasa sudah bertaubat, kesalahan yang lalu dianggap sudah selesai.
Jika kita dulu tidak mengeluarkan zakat, maka keluarkanlah sekarang. Jika sebelumnya tidak pernah shalat dan puasa, maka setelah taubat kewajiban itu ditunaikan.
Hadirin sekalian, taubat seorang muslim berbeda dengan seorang non muslim yang masuk Islam.
Bagi seorang muslim, kewajiban-kewajibannya yang telah lalu menurut pendapat yang rajih, tetap harus diganti, sementara non muslim ketika masuk Islam, maka kewajiban yang telah lalu, tidak perlu diganti atau diqadha.
Selanjutnya, syarat taubat nasuha adalah dilakukan pada waktunya. Ini artinya, taubat pun ada waktunya.
Lewat dari waktu itu, kita tidak akan diterima. Waktu taubat tersebut ada yang bersifat umum, dan ada yang bersifat khusus.
Yang bersifat umum adalah selama matahari masih terbit dari timur dan terbenam di barat.
Maka, bertaubat setelah matahari terbit dari barat maka taubat tidak ada artinya.
Sebab itu tanda berakhirnya zaman dan tanda runtuhnya alam. Sebagaimana firman Allah, yang berbunyi:
هَلْ يَنظُرُونَ إِلَّآ أَن تَأْتِيَهُمُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ أَوْ يَأْتِىَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِىَ بَعْضُ ءَايَٰتِ رَبِّكَ ۗ يَوْمَ يَأْتِى بَعْضُ ءَايَٰتِ رَبِّكَ لَا يَنفَعُ نَفْسًا إِيمَٰنُهَا لَمْ تَكُنْ ءَامَنَتْ مِن قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِىٓ إِيمَٰنِهَا خَيْرًا ۗ قُلِ ٱنتَظِرُوٓا۟ إِنَّا مُنتَظِرُونَ
Artinya: "Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka) atau kedatangan (siksa) Tuhanmu atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu. Pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: "Tunggulah olehmu sesungguhnya Kamipun menunggu (pula)." (QS Al-An'am: 158)
Sementara waktu khusus adalah saat ajal menjelang alias sakaratul maut. Karena itu, manakala ajal datang, maka tidak ada artinya taubat yang kita lakukan.
Berdasarkan firman Allah dalam surah An-Nisa',
وَلَيْسَتِ ٱلتَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ حَتَّىٰٓ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ ٱلْمَوْتُ قَالَ إِنِّى تُبْتُ ٱلْـَٰٔنَ وَلَا ٱلَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Artinya: "Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) apabila ajal datang kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: 'Sesungguhnya saya bertaubat sekarang'. Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih." (QS An-Nisa: 18)
Hadirin sekalian,
Namun syarat-syarat di atas merupakan syarat taubat yang dosanya berkaitan langsung dengan hak Allah.
Sementara, jika dosanya menyangkut hak sesama manusia maka kita harus terlebih dahulu memohon maaf kepada yang bersangkutan atau kepada orang yang pernah kita zalimi, sebelum memohon ampunan kepada Allah.
Jika ada yang pernah kita rampas, maka segeralah kembalikan. Bagaimana jika yang bersangkutan sudah tiada dan sulit ditemui, maka banyak-banyaklah memohon ampunan untuknya.
Agar amal ibadah kita kelak tidak diambil oleh yang yang bersangkutan, sebagai penebus kesalahan kita.
Itulah perintah Allah kepada kita semua untuk bertaubat dan jangan pernah kita abaikan.
Sebab, tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali untuk kemaslahatan para hamba-Nya.
Tidaklah Allah memerintahkan taubat kecuali untuk kebaikan kita semua agar segera menyadari kesalahan yang pernah diperbuat sekaligus sebagai salah satu cara memperbaiki keadaan.
Boleh jadi, kerusakan, bencana, musibah, malapetaka, yang sedang menimpa kita atau saudara-saudara kita adalah akibat kesalahan, ulah tangan, dan pelanggaran kita terhadap tuntunan Allah dan rasul-Nya.
Asumsi ini tentu tidak berlebihan jika kita melihat salah satu firman-Nya:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya: "Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah rasul, takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih," (QS An-Nur: 63)
Hadirin rahimakumullah,
Begitulah cara Allah melindungi hamba-Nya dari kerusakan, baik kerusakan agama, jiwa, akal, keturunan, maupun harta. Sebab untuk tujuan itulah salah satunya syariat Islam diturunkan.
Sekedar menguatkan contoh yang khatib kemukakan tadi, mengapa Allah mengharamkan perzinaan?
Jawabannya adalah untuk melindungi harkat, martabat, dan keselamatan manusia itu sendiri, baik di dunia maupun di akhirat. Hadirin, mari kita cermati dengan seksama.
Sekarang ini perzinaan seolah sudah dianggap hal yang lumrah. Para pelakunya seolah tak merasa dosa.
Akibatnya, berapa anak yang lahir tak diinginkan orang tua. Berapa anak yang dibunuh tanpa dosa. Berapa janin yang menjadi korban aborsi sia-sia. Padahal, Islam datang untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM).
Caranya, bukan dengan membebaskan manusia, tetapi dengan melarang perzinaan yang dilakukan manusia. Tujuannya agar manusia tetap selamat dan terhormat sebagai manusia.
Namun, larangan ini seringkali tidak disadari oleh kita sebagai manusia. Manusia tidak menyadari keselamatan untuk dirinya sendiri.
Karena itu, jika kita masih sayang kepada keselamatan diri, keluarga, saudara, dan umat manusia, maka bentengi diri kita dengan berpegang kepada tuntunan Allah.
Insya Allah, upaya membentengi diri kita dan keluarga kita ini juga termasuk jihad dan membela kehormatan agama.
Maka bersamaan dengan berakhirnya tahun 2023, marilah kita introspeksi dan menata diri. Marilah bersihkan diri, jernihkan hati dengan bertaubat, dan sambut masa depan dan tahun mendatang dengan lebih optimis.
Insyaallah, dengan bertaubat dan berusaha kembali kepada tuntunan Allah, kehormatan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta kita akan lebih terjaga dan hidup kita lebih tertata.
Itulah khutbah singkat yang dapat khatib sampaikan. Semoga kita dapat memetik pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi, dan diberikan kesempatan untuk bertaubat atas segala kekhilafan yang pernah kita perbuat, demi kemaslahan dunia dan akhirat. Amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
2. Khutbah Jumat Akhir Tahun
Syukur atas Nikmat Selama Setahun
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَعْطَىنَا بِالصَّبْرِ وَالشُّكْرِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ الصَّبُوْرُ الشَّكُوْرُ وَأَشْهَدُ اَنَّ حَبِيْبَنَا وَ نَبِيَّنّا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ أَخْرَجَنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ اِلَى النُّوْرِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt, Segala puji merupakan milik Allah swt, Tuhan semesta alam.
Segala anugerah yang telah kita nikmati sampai detik ini, tidak lain adalah pemberian dari-Nya.
Khususnya, nikmat iman, nikmat Islam, juga nikmat sehat wal afiat. Dengan kenikmatan-kenikmatan itu, sudah sepatutnya kita datang dan bertemu pada siang hari ini dalam rangka menunaikan ibadah kepada-Nya. Tidak lain, inilah bentuk syukur kita atas semua hal itu.
Selanjutnya, khatib mengajak kita semua untuk senantiasa bershalawat kepada Nabi Muhammad, Allāhumma shalli wa sallim wa bārik 'alā sayyidinā Muhammad.
Semoga shalawat kita juga dapat mengalir kepada keluarganya, sahabatnya, tabi'in, dan juga kepada kita semua selaku umatnya. Amin ya rabbal alamin.
Allah swt memerintahkan kita untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada-Nya dengan senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya melalui ibadah-ibadah, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala hal yang dilarang oleh-Nya.
Sebagai bagian dari peningkatan takwa itu, kita perlu senantiasa bersyukur atas segala nikmat karunia yang telah Allah swt anugerahkan kepada kita semua, sehingga kita bisa dapat menjalani kehidupan dengan baik.
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt, Saat ini, kita telah memasuki penghujung bulan Desember sekaligus akhir dari tahun 2023.
Begitu banyak hal yang telah kita lalui sepanjang tahun 2023 ini, mulai dari hal yang terasa berat, tidak enak, hingga nikmat-nikmat yang memberikan rasa bahagia bagi kita.
Satu hal yang perlu kita garis bawahi adalah semua hal tersebut patut kita syukuri. Iya, sekalipun bisa dipastikan sepanjang tahun itu tidak semuanya bahagia dan ada saja hal yang membuat kita kecewa, kesal, dan sedih, pasti saja ada hal penting yang belum kita ketahui di balik itu semua.
Selain memang, kesedihan, kekecewaan, dan kekesalan yang kita terima itu jauh lebih sedikit daripada kenikmatan yang telah kita terima.
Sebab, banyak hal yang tanpa kita sadari, itu adalah nikmat besar yang seringkali luput dari pengamatan.
Padahal, itulah yang biasa kita rasakan saban hari sejak kali pertama terlahir di dunia sampai hari ini.
Misalnya, udara yang kita hirup sebagai napas diperoleh secara gratis. Kita tidak dapat membayangkan seumpama oksigen itu harus kita bayar. Kita juga kerap lupa dengan nikmat sehat yang selama ini kita nikmati.
Saat kita ditimpa sakit, barulah kita memohon-mohon berdoa kepada Allah agar lekas disembuhkan, sedang saat sehat, kita sendiri lupa tidak mensyukurinya.
Nabi Muhammad saw sampai menyebut hal itu dalam hadisnya, bahwa banyak orang tertipu akan dua kenikmatan, yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu.
Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Singkat tentang Akhlak, Penuh Makna dan Menyentuh Hati
Jamaah Jumat yang berbahagia, Allah swt secara tegas memerintahkan kita untuk bersyukur kepada-Nya melalui firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 152 berikut.
فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ
Artinya: "Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku."
Dalam Tafsir Al-Baghawi, disebutkan bahwa bersyukur itu dilakukan ketaatan, sedangkan tidak kufur berarti tidak bermaksiat.
Sementara menurut Imam Al-Qurthubi, bahwa syukurnya seorang hamba ini harus diucapkan dengan lisan dan diikrarkan dalam hati bahwa menggunakan nikmat itu untuk ketaatan.
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt, Dalam ayat lain, Allah menegaskan bahwa dengan bersyukur, niscaya nikmat kita akan ditambah. Hal itu termaktub dalam Al-Qur'an Surat Ibrahim ayat 7 berikut.
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
Artinya: "(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras".
Dalam kitab tafsirnya, Imam Al-Baghawi mengutip sebuah pendapat, bahwa syukur itu mengikat yang sudah ada dan memburu yang tiada.
Ia juga menyampaikan bahwa syukur yang sesungguhnya adalah dengan senantiasa menjalankan ketaatan atas segala perintah Sang Pemberi nikmat itu. Sementara hal yang ditambahkan adalah pahalanya.
Sementara itu, Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa hakikat syukur adalah mengakui bahwa nikmat itu tidak lain ditujukan bagi Sang Pemberi nikmat itu sendiri, yaitu Allah swt, dan tidak menggunakannya untuk selain taat kepada-Nya.
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt,
Oleh karena itu, dari penjelasan para ulama di atas, dapat kita ambil pengertian bahwa bersyukur berarti adalah menggunakan segala nikmat yang kita peroleh untuk menunaikan ketaatan kita, yaitu menghamba kepada-Nya, beribadah karena-Nya.
Dalam hal ini, kita perlu meningkatkan ketaatan kita mulai hari ini dan kedepannya sebagai tanda syukur kita atas segala nikmat yang telah Allah swt anugerahkan kepada kita. Dan menjadikan ini sebagai bagian dari resolusi tahun 2024 kita.
Saking mulianya bersyukur, Rasulullah saw bersabda, bahwa orang yang makan dan bersyukur itu sederajat dengan orang berpuasa dan sabar atas puasanya itu.
Dari hal itu, khatib mengajak jamaah semuanya untuk bersyukur atas segala anugerah yang telah kita peroleh dengan senantiasa meningkatkan ketaatan kita kepada-Nya, menggunakan nikmat-nikmat tersebut untuk beribadah kepada-Nya.
Semoga kita semua diberikan kekuatan dan kemampuan untuk mensyukuri seluruh nikmat-Nya sehingga kita tergolong sebagai 'ibadiyas syakur, hamba-hamba Allah yang banyak bersyukur.
بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
3. Khutbah Jumat tentang Akhir Tahun Menyentuh Hati
Begitu Cepat Waktu Berlalu
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى
فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Ma'asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.
Pertama-tama, marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta'ala.
Karena dengan ketakwaan inilah, kita bisa meraih rida Rabb kita dan dengannya pula kita akan mendapatkan kehidupan yang mulia.
Orang yang bertakwa dicap oleh Allah Ta'ala sebagai makhluk-Nya yang paling baik. Allah Ta'ala berfirman,
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِۗ
"Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk." (QS. Al-Bayyinah: 7)
Sungguh, waktu ini sangatlah cepat berlalu. Rasanya belum lama kita bertemu dengan tahun 1443 Hijriyyah. Namun, ternyata tahun 1443 sudah hampir usai dan tak akan kembali. Berlalu juga semua kesempatan ibadah di dalamnya.
Ramadan yang telah kita lewati, musim haji, dan bulan Zulhijah telah usai yang ditandai dengan jemaah haji yang mulai berdatangan dari tanah suci Makkah, kembali ke tanah air ini.
Sungguh, waktu sangatlah cepat berlalu, dan itu tidaklah mengherankan, karena cepatnya waktu adalah salah satu karakteristik kehidupan di akhir zaman.
Singkatnya waktu yang kita rasakan merupakan salah satu tanda-tanda kecil dekatnya hari kiamat sebagaimana yang pernah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam katakan,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ فَتَكُونَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ، وَيَكُونَ الشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ، وَتَكُونَ الْجُمُعَةُ كَالْيَوْمِ، وَيَكُونَ الْيَوْمُ كَالسَّاعَةِ، وَتَكُونَ السَّاعَةُ كَاحْتِرَاقِ السَّعَفَةِ
"Tidak akan terjadi kiamat hingga zaman berdekatan. Setahun bagaikan sebulan. Sebulan bagaikan sepekan. Sepekan bagaikan sehari. Sehari bagaikan sejam. Dan sejam bagaikan terbakarnya pelepah pohon kurma." (HR. Ahmad no. 10943 di dalam Musnad-nya)
Ma'asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.
Alangkah bahagianya bagi siapa saja yang telah memperbanyak ketaatan, berlomba-lomba dalam kebaikan, berusaha mengangkat derajat pahalanya, dan berusaha agar Allah Ta'ala mengampuni dosa-dosanya pada tahun ini, serta bisa mengambil pelajaran dari setiap hal yang telah Allah takdirkan. Allah Ta'ala berfirman,
يُقَلِّبُ اللّٰهُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَعِبْرَةً لِّاُولِى الْاَبْصَارِ
"Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, pasti terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan (yang tajam)." (QS. An-Nisa': 44)
Alangkah senangnya bagi siapa saja yang mengisi hari-harinya dengan mengerjakan perintah Allah, memenuhi bulan-bulannya dengan menjawab panggilan salat, dan mengorbankan tahun-tahun kehidupannya di dalam ketaatan kepada Allah Ta'ala disertai dengan keikhlasan dan kesadaran bahwa inilah tujuan diciptakannya manusia di bumi ini sebagaimana firman Allah Ta'ala,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat: 56)
Dan firman-Nya juga,
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ
"Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas, menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar)." (QS. Al-Bayyinah: 5
Ma'asyiral Mu'minin, yang dirahmati Allah Ta'ala.
Di antara hak Allah Ta'ala atas hamba-Nya yang telah Allah berikan begitu banyak kenikmatan, yang telah Allah berikan kesempatan hidup hingga detik ini dalam keadaan yang baik adalah mensyukuri segala nikmat-Nya serta memuji-Nya atas segala kemulian-Nya.
Karena rasa syukur menyebabkan bertambahnya kenikmatan dan mencegah dari penderitaan. Alangkah baiknya manusia selalu meresapi dan mematri dengan kuat di dalam hatinya firman Allah Ta'ala,
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (QS. Ibrahim: 7)
Saat seorang muslim bersyukur, maka kebaikannya akan kembali ke dirinya sendiri. Dan saat ia kufur terhadap nikmat Allah, maka bahayanya pun akan kembali ke dirinya sendiri. Karena sesungguhnya Allah Ta'ala Mahakaya, tidak memerlukan sesuatu apapun dari seluruh alam ini. Allah Ta'ala berfirman,
وَمَنْ يَّشْكُرْ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ
"Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji." (QS. Luqman: 12)
Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Ta'ala.
Tidak ada yang menjadi tugas kita, kecuali memuji Allah atas apa yang telah diberikan kepada kita. Pujian kita kepada-Nya menandakan keridaan kita atas limpahan rezeki-Nya, dan tidak ada balasan dari keridaan seseorang kepada Allah, kecuali kemenangan yang besar.
Lihatlah bagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada kita untuk rida kepada Allah Ta'ala dengan senantiasa memuji-Nya atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya kepada kita.
Bahkan, terhadap makanan dan minuman yang kita makan setiap harinya.
إنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ العَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا، أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
"Sesungguhnya Allah rida kepada hamba yang menyantap makanan lalu memuji Allah atas makanan itu, atau minum lalu memuji Allah atas minuman itu." (HR. Muslim no. 2734)
Ma'asyiral Mu'minin, yang semoga diridai oleh Allah Ta'ala.
Sesungguhnya di antara kemuliaan seseorang, saat ia sudah di penghujung sebuah waktu adalah meluangkan waktunya seorang diri, untuk mengintrospeksi dan mengoreksi dirinya atas amalan apa yang telah diperbuat dan amalan apa yang telah terlewat.
Demikian juga dengan waktu yang telah Allah berikan, sudahkah ia manfaatkan ataukah ia sia-siakan. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengatakan,
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
"Orang yang cerdas adalah orang yang mempersiapkan dirinya dan beramal untuk hari setelah kematian, sedangkan orang yang bodoh adalah orang jiwanya mengikuti hawa nafsunya dan berangan angan kepada Allah." (HR. Tirmidzi no. 2459, beliau mengatakan hadis ini 'hasan')
Imam Tirmidzi mengatakan, "Maksud sabda Nabi 'Orang yang mempersiapkan diri' adalah orang yang selalu mengoreksi dirinya pada waktu di dunia sebelum dihisab pada hari kiamat."
أَقولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ، وَادْعُوهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيمُ.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News
Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Terbaru Berbagai Tema, Paling Bagus dan Penuh Makna