Jakarta,Sonora.Id - PT XL Axiata, Tbk menghadapi krisis komunikasi dilihat dari 1.100 karyawan melakukan aksi cuti massal pada Jumat (6/12/2024). Hal ini dilakukannya akibat mereka merasa hubungan industri dalam proses merger dengan Smartfren tidak diperoleh secara lengkap.
PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) dan PT Smartfren Telecom Tbk (Smartfren) telah merger (menggabungkan diri) secara resmi dengan nama baru yakni PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk (XLSmart) pada Rabu (11/12/2024).
Aksi ini dijanjikan perusahaan tadi tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi karyawan-karyawan pada waktu dekat. Karena, proses merger-nya dinilai masih membutuhkan banyak pekerja.
Namun, restrukturisasi tidak dibantah Group Chief Executive Officer (CEO) and Managing Director Axiata Vivek Sood di Jakarta pada Rabu (11/12/2024) bisa dilakukan perusahaan tersebut pada masa depan.
Penjelasan serupa juga dikemukakan Presiden Direktur (Presdir) dan CEO PT XL Axiata Tbk, Dian Siswarini bahwa kebijakan rasionalisasi tidak dilaksanakan perusahaan tersebut bagi para karyawan pada waktu dekat.
Bahkan, insentif dan reward akan diberikan XL Axiata kepada mereka yang tetap bergabung dalam perusahaan ini yang telah disampaikannya melalui townhall meeting.
Kalaupun rasionalisasi dilakukan manajemen XL Axiata bagi pekerja-pekerjanya, maka kompensasi akan diberikannya secara adil, bahkan lebih dari perhitungan kompensasi PHK.
Dengan begitu para karyawan XL Axiata yang diwakili Serikat Pekerja (SP) XL dengan ketuanya, Mustakim tidak perlu khawatir pengurangan tenaga kerja di perusahaan tersebut.
Kegalauan ini terjadi akibat proses merger XL Axiata dan Smartfren tidak dibicarakan kepada pekerja-pekerja secara rinci, apalagi tindakan transparansi tidak dilakukan kepada mereka.
Kesimpangsiuran informasi hubungan kerja dalam proses merger XL Axiata dan Smartfren ditanggapi 1.100 dari 1.600 karyawan yang tergabung dalam SP XL melakukan aksi cuti massal secara nasional pada Jumat (6/12/2024).
Sebelumnya, tindakan ini telah diumumkan SP XL melalui akun resmi Instagram-nya bernama @spxl_reborn kepada pemegang saham XL Axiata melalui akun media sosial (medsos) yang sama bernama @xlaxiata_tbk dan @thisisaxiata pada Kamis (5/12/2024).
Akun @spxl_reborn juga mengunggah foto ilustrasi yang menggambarkan laptop dan kalendar menunjukkan tanggal 6 Desember 2024 dengan latar warna khas perusahaan, yakni biru.
Foto ilustrasinya bertuliskan “Gerakan Cuti Massal. Mohon maaf saat ini kami karyawan XL Axiata sedang cuti massal #MergerYangBener”.
Apabila aksi ini tidak dihiraukan manajemen XL Axiata, maka akan dilakukan kembali dengan jumlah yang lebih besar dengan mengikutsertakan karyawan-karyawan lainnya termasuk Axiata Group Berhad.
Akun Instagram SP XL bernama @spxl_reborn memiliki 1.000 lebih follower dan beberapa tagar sebagai bentuk dari gerakannya, seperti #MergerYangBener, #MergerTanpaGemeter, dan #NeedClarity.
SP XL sudah menjadi bagian dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Indonesia dan UNI Global Union.
Sebatas Hormati Aspirasi
Group Head Corporate Communications and Sustainability PT XL Axiata Tbk, Reza Mirza menyatakan manajemen perusahaan menghormati aspirasi karyawan-karyawan tersebut lewat cuti massal pada Jumat (6/12/2024).
Namun, dia tidak bisa meresponnya lebih jauh lantaran merasa tidak berkompeten dan bukan kewenangannya, sehingga disarankan menanyakan ke jajaran manajemen secara langsung.
Padahal, sebagian besar board of director (BOD) PT XL Axiata juga dikabarkan tidak mengetahui dan memiliki informasi lengkap tentang merger perusahaan ini dengan Smartfren.
SP XL sudah menggencarkan aksi ‘Black Wednesday’ sejak beberapa bulan lalu dengan unggahan terbaru dalam @spxl_reborn pada 4 Desember 2024.
Dari unggahan ini bisa dilihat SP XL menuntut perusahaan memberikan kejelasan secara penuh terkait proses merger dengan Smartfren.
Sebelumnya, aksi pengunduran diri dilakukan Dian Siswarini dari jabatannya sebagai Presdir dan CEO PT XL Axiata Tbk pada Selasa (3/12/2024). Aksinya dibenarkan Corporate Secretary PT XL Axiata Tbk, Ranty Astari Rachman kepada media massa pada Rabu (4/12/2024).
Ranty Astari Rachman mengungkapkan Dian Siswarini keluar dari XL Axiata, karena alasan pribadi.
Pernyataan ini ditambahkan Dian pamit dari XL Axiata akibat sudah merasa terlalu lama menjabat sebagai Presdir dan CEO PT Axiata Tbk yakni selama 10 tahun yang dianggap berdampak kelelahan baginya.
Surat pengunduran ini bernomor 3592/EXT/CSEC/CEOD/2024 yang akan berlaku secara efektif setelah menerima persetujuan dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) nanti sesuai anggaran dasar perseroan dan peraturan yang berlaku.
SP XL menaruh simpati atas pengunduran diri Dian Siswarini dari posisinya sebagai Presdir dan CEO PT XL Axiata Tbk dengan mengunggah video reel melalui akun @spxl_reborn.
Akun ini berisi ucapan terima kasih atas dedikasi Dian Siswarini selaku direktur utama (dirut) yang dikenal sebagai pemimpin yang dialogis dan humanis terhadap karyawan.
Namun, Dian Siswarini tetap diharapkan memberikan perlindungan hak-hak karyawan dengan menyelesaikan perjanjian kerja bersama (PKB) hingga persetujuan pengunduran dirinya.
Selain itu yang diharapkan kepada dia adalah proses merger XL Axiata dan Smartfren dilakukan perusahaan mempertimbangkan kesejahteraan para karyawan.
DPR dan Pemerintah
Sebelum aksi cuti massal dilakukan 1.100 karyawan XL tergabung dalam SP XL menemui Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI pada Kamis (5/12/2024). Mereka mengadukan keterangan merger perusahaannya dengan Smartfren yang diperolehnya kurang transparan.
Hal lain yang disampaikan SP XL kepada FPKS DPR RI adalah informasi proses merger XL Axiata dan Smartfren dianggap belum diperolehnya secara lengkap. Kondisi ini berdampak meresahkan para karyawan seperti penurunan manfaat karyawan yang bisa berujung PHK.
Pada kesempatan itu Pemerintah Republik Indonesia (RI) juga dituntut SP XL menjaga proses merger XL Axiata dengan Smarfren. Langkah ini supaya bisa berjalan adil dan menjunjung prinsip hubungan industrial yang harmonis.
Begitupula proses PKB yang tertunda selama ini diharapkan segera dapat selesai dan ditandatangani manajemen XL Axiata dengan karyawan-karyawan.
Pendapat berbeda diucapkan Pengamat Ketenagakerjaan, Payaman Simanjuntak pada Jumat (6/12/2024) bahwa perusahaan tidak harus melibatkan pekerja dan SP dalam proses merger-nya termasuk merger XL Axiata dan Smartfren.
Namun, para karyawan bisa menuntut hak-haknya kepada XL Axiata untuk tidak dikurangi jika terus bekerja di perusahaan hasil merger tersebut. Begitupula jika para pekerja tidak mau melanjutkan di perusahaan tersebut, maka dia dapat memperoleh kompensasi sesuai aturan.
Ketentuan-ketentuan yang dimaksud adalah Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023, UU Ketenagakerjaan no 13/2003 dan Peraturan Pemerintah (PP) no. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Aksi cuti massal yang dilakukan SP XL juga dinilai Payaman Simanjuntak tidak bisa dibenarkan perusahaan, karena tindakan ini harus diajukan ke perusahaan. Dari hal inji manajemen bisa menolak pengajuan cutinya.
Dengan beragam kejadian yang dialami XL Axiata terhadap SP XL, maka penulis menilai perusahaan mengalami krisis komunikasi dilihat dari aksi cuti massal 1.100 karyawan.
Apalagi, karyawan-karyawan ini mengadukan persoalannya kepada DPR RI yang diterima oleh FPKS DPR RI.
Pemerintah RI melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga dituntut menjaga hubungan kerja karyawan XL Axiata merger Smartfren bisa berjalan baik.
Krisis dan Reputasi
Krisis komunikasi dibahas Steven Fink dalam bukunya berjudul ‘Crisis Communication: Practical PR Strategies for Reputation Management and Company Survival’ yang diterbitkan Routledge pada 2013.
Dia mengatakan kondisi ini terjadi saat organisasi menghadapi persoalan dalam mengelola informasi dan berkomunikasi dengan pemangku kepentingannya termasuk karyawan-karyawannya yang bisa merusak reputasi dan keberlanjutan organisasi.
Krisis komunikasi perusahaan terjadi akibat organisasi bisnis tidak memberikan informasi yang akurat dan relevan kepada pihak-pihak terkait. Kondisi ini berakibat kebingungan dan spekulasi informasi.
Kondisi krisis komunikasi perlu dikelola perusahaan melalui manajemen krisis komunikasi supaya tidak melebar ke berbagai aspek lainnya dan berkepanjangan. Pengertian manajemen ini menurut Coombs, W. Timothy dalam buku ‘Ongoing Crisis Communication: Planning, Managing, and Responding’ Edisi ke-4 yang diterbitkan Sage Publications pada 2015.
Manajemen krisis komunikasi diartikannya adalah proses merencanakan, merespons, dan mengelola komunikasi selama situasi krisis dalam organisasi atau perusahaan.
Langkah ini melibatkan perencanaan strategis dalam mengidentifikasi potensi krisis, menilai risiko, merancang pesan yang efektif, dan menentukan saluran komunikasi yang tepat.
Manajemen krisis komunikasi mencakup koordinasi komunikasi internal dan eksternal, organisasi memberikan informasi yang akurat dan jelas, serta menjaga reputasi organisasi.
XL Axiata belum melakukan manajemen krisis komunikasi secara maksimal terlihat dari peran bagian corporate communications.
Bagian ini belum bisa menjawab pertanyaan media massa tentang aksi cuti massal 1.100 karyawan yang disarankannya menanyakan persoalan ini kepada jajaran direksi secara langsung.
Dari kondisi ini corporate communication XL Axiata mestinya bisa menjawab pertanyaan media massa terkait pertanyaan cuti massal 1.100 karyawan dengan jawaban dari hasil kesepakatan dengan para direksi.
Bahkan, corporate communication XL Axiata diduga tidak berkomunikasi kepada SP XL untuk mencegah aksi cuti massal 1.100 karyawan hingga mereka melibatkan pihak-pihak lain menangani persoalan hubungan kerja karyawan tersebut seperti FPKS DPR RI.
Kondisi krisis komunikasi organisasi disinggung Timothy L. Sellnow dan Matthew W. Seeger dengan ‘Situational Crisis Communication Theory/SCCT’ (Teori Komunikasi Krisis Situasional).
Teori ini dicantumkan dalam buku berjudul ‘The Image Repair Strategies of Leaders: A Content Analysis of The Crisis Communication of Corporate and Political Leaders’ yang dikarang oleh Smith M.F. dan Marsh C. yang diterbitkan Management Communication Quarterly pada 2002.
SCCT menyebutkan organisasi perlu merespons krisis komunikasi disesuaikan dengan situasi, sehingga dapat mempertahankan atau memulihkan reputasinya.
Berbagai langkah ini dapat dilakukan dengan menggunakan manajemen krisis komunikasi sebagai pendekatan sistematis mengelola komunikasi selama situasi krisis dalam organisasi.
Proses ini melakukan berbagai tindakan yang dirancang merespons krisis, melindungi reputasi organisasi, dan meminimalkan dampak negatifnya.
Manajemen krisis komunikasi dalam SCCT dilakukan dengan empat tahap yakni prakrisis, krisis, selama krisis, dan pascakrisis. Tahap prakrisis adalah identifikasi potensi krisis bisa mempengaruhi operasinya.
Kemudian, melakukan perencanaan krisis berupa merancang rencana krisis antara lain mengidentifikasi tim krisis, peran dan tanggung jawab, serta saluran komunikasi.
Sementara itu tahap krisis dilakukan organisasi merespons peringatan atau indikasi awal krisis dilakukan dengan aktivasi tim krisis diawali komunikasi awal yang jelas dan akurat kepada pemangku kepentingan.
Pada sisi tahap selama krisis terus dilakukan komunikasi oleh manajemen secara terus-menerus kepada pemangku kepentingan dengan memberikan pembaruan dan informasi penting.
Langkah ini guna merespon isu-isu dan pertanyaan yang muncul selama krisis dengan manajemen reputasi untuk menjaga dan memulihkan reputasi organisasi.
Terakhir, dengan tahap pascakrisis, perusahaan melakukan evaluasi respon yang dilakukan organisasi saat krisis dan proses manajemen krisis komunikasi.
Selain itu dilakukan pembelajaran berupa pengalaman dari krisis digunakan memperbaiki rencana krisis dan persiapan pada masa depan.
Oleh : Mochamad Ade Maulidin
Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi Korporat Universitas Paramadina, Jakarta.