Tahun 1936, Ismail Marzuki masuk perkumpulan musik Lief Java dan berkesempatan mengisi siaran musik di radio. Pada saat inilah ia mulai menjauhkan diri dari lagu-lagu barat untuk kemudian menciptakan lagu-lagu sendiri
4. Perempuan Pejuang; Opu Daeng Risaju
Nama kecil Opu Daeng Risaju adalah Famajjah. Ia dilahirkan di Palopo pada tahun 1880, dari hasil perkawinan antara Opu Daeng Mawellu dengan Muhammad Abdullah to Barengseng. Nama Opu menunjukkan gelar kebangsawanan di kerajaan Luwu.
Bab 2
Sistem dan Struktur Politik dan Ekonomi Indonesia
Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959)
Perkembangan Politik Masa Demokrasi Liberal
1. Sistem Pemerintahan
Bangsa Indonesia sebenarnya adalah bangsa pembelajar. Indonesia sampai dengan tahun 1950-an telah menjalankan dua sistem pemerintahan yang berbeda, yaitu sistem presidensial dan sistem parlementer.
Salah satu ciri yang nampak dalam masa ini adalah sering terjadi penggantian kabinet. Mengapa sering terjadi pergantian kabinet? Hal ini terutama disebabkan adanya perbedaan kepentingan di antara partai-partai yang ada.
Perbedaan di antara partai-partai tersebut tidak pernah dapat terselesaikan dengan baik sehingga dari tahun 1950 sampai tahun 1959 terjadi silih berganti kabinet mulai Kabinet Natsir (Masyumi) 1950-1951; Kabinet Sukiman (Masyumi) 1951-1952; Kabinet Wilopo (PNI) 1952-1953; Kabinet Ali Sastroamijoyo I (PNI) 1953-1955; Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi) 1955-1956; Kabinet Ali Sastroamijoyo II (PNI) 1956-1957; dan Kabinet Djuanda (Zaken Kabinet) 1957-1959.
Kabinet Djuanda untuk menyelesaikan tugasnya menyusun program kerja yang terdiri dari lima pasal yang dikenal dengan Panca Karya, sehingga kabinetnya pun dikenal sebagai Kabinet Karya. Kelima program tersebut meliputi:
2. Sistem Kepartaian
Baca Juga: Materi Bahasa Inggris Kelas 5 Semester 2 Kurikulum Merdeka
Partai politik merupakan suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Tujuan dibentuknya partai politik adalah untuk memperoleh, merebut dan mempertahankan kekuasaan secara konstitusional. Jadi munculnya partai politik erat kaitannya dengan kekuasaan.
3. Pemilihan Umum 1955
Pelaksanaan Pemilihan Umum pertama dibagi dalam 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 kabupaten, 2139 kecamatan, dan 43.429 desa. Pemilihan umum 1955 dilaksanakan dalam 2 tahap.
Tahap pertama untuk memilih anggota parlemen yang dilaksanakan pada 29 September 1955 dan tahap kedua untuk memilih anggota Dewan Konstituante (badan pembuat Undang- Undang Dasar) dilaksanakan pada 15 Desember 1955.
Pada pemilu pertama ini 39 juta rakyat Indonesia memberikan suaranya di kotak-kotak suara.
Mencari Sistem Ekonomi Nasional
Informasi penting disajikan secara kronologis
1. Pemikiran Ekonomi Nasional
Pemikiran ekonomi pada 1950-an pada umumnya merupakan upaya mengubah struktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional.
Hambatan yang dihadapi dalam mewujudkan hal tersebut adalah sudah berakarnya sistem perekonomian kolonial yang cukup lama.
Warisan ekonomi kolonial membawa dampak perekonomian Indonesia banyak didominasi oleh perusahaan asing dan ditopang oleh kelompok etnis Cina sebagai penggerak perekonomian Indonesia.
Perhatian terhadap perkembangan dan pembangunan ekonomi dicurahkan oleh Soemitro Djojohadikusumo. Ia berpendapat bahwa pembangunan ekonomi Indonesia pada hakikatnya adalah pembangunan ekonomi baru.
Soemitro mencoba mempraktikkan pemikirannya tersebut pada sektor perdagangan. Ia berpendapat bahwa pembangunan ekonomi nasional membutuhkan dukungan dari kelas ekonomi menengah pribumi yang kuat.
Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus sesegera mungkin menumbuhkan kelas pengusaha pribumi, karena pengusaha pribumi pada umumnya bermodal lemah.
2. Sistem Ekonomi Liberal
Sesudah pengakuan kedaulatan, pemerintah Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan yang cukup berat dampak dari disepakatinya ketentuan-ketentuan KMB, yaitu meningkatnya nilai hutang Indonesia, baik hutang luar negeri maupun utang dalam negeri.
Struktur perekonomian yang diwarisi dari penguasa kolonial masih berat sebelah, nilai ekspor Indonesia pada saat itu masih sangat tergantung pada beberapa jenis hasil perkebunan yang nilainya jauh di bawah produksi pada era sebelum Perang Dunia II.
Kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk menanggulangi permasalahan tersebut diantaranya adalah melaksanakan industrialisasi, yang dikenal dengan Rencana Soemitro.
Sasaran yang ditekankan dari program ini adalah pembangunan industri dasar, seperti pendirian pabrik-pabrik semen, pemintalan, karung dan percetakan.
Kebijakan ini diikuti dengan peningkatan produksi, pangan, perbaikan sarana dan prasarana, dan penanaman modal asing.
Pada masa pemerintahan Kabinet Burhanuddin Harahap, Indonesia mengirim delegasi ke Belanda dengan misi merundingkan masalah Finansial Ekonomi (Finek). Perundingan ini dilakukan pada tangal 7 Januari 1956.
Rancangan persetujuan Finek yang diajukan Indonesia terhadap pemerintah Belanda adalah sebagai berikut:
Bab 3
Sistem dan Struktur Politik dan Ekonomi Indonesia
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Dinamika Politik Masa Demokrasi Terpimpin
1. Menuju Demokrasi Terpimpin
Kehidupan sosial politik Indonesia pada masa Demokrasi Liberal (1950 hingga 1959) belum pernah mencapai kestabilan secara nasional.
Kabinet yang silih berganti membuat program kerja kabinet tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Partai-partai politik saling bersaing dan saling menjatuhkan. Mereka lebih mengutamakan kepentingan kelompok masing-masing.
Pada hari Minggu, 5 Juli 1959 pukul 17.00, dalam suatu upacara resmi yang berlangsung selama 15 menit di Istana Merdeka, Presiden Soekarno mengumumkan dekrit yang memuat tiga hal pokok, yaitu:
Dekrit juga mendapat sambutan baik dari masyarakat yang hampir selama 10 tahun merasakan ketidakstabilan kehidupan sosial politik. Mereka berharap dengan dekrit akan tercipta suatu stabilitas politik.
Dekrit pun dibenarkan dan diperkuat oleh Mahkamah Agung. Dekrit juga didukung oleh TNI dan dua partai besar, PNI dan PKI serta Mahkamah Agung.
Bahkan KSAD, salah satu konseptor dekrit, mengeluarkan perintah harian kepada seluruh jajaran TNI AD untuk melaksanakan dan mengamankan Dekrit Presiden.
Dukungan lain kemudian datang dari DPR, dalam sidangnya pada 22 Juli 1959, dipimpin langsung oleh ketua DPR, secara aklamasi menetapkan bersedia bekerja terus di bawah naungan UUD 1945.
2. Peta Kekuatan Politik Nasional
Antara tahun 1960-1965, kekuatan politik pada waktu itu terpusat di tangan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno memegang seluruh kekuasaan negara dengan TNI AD dan PKI di sampingnya.
TNI, yang sejak Kabinet Djuanda diberlakukan S.O.B. kemudian pemberontakan PRRI dan Permesta pada tahun 1958, mulai memainkan peranan penting dalam bidang politik. Dihidupkannya UUD 1945 merupakan usulan dari TNI dan didukung penuh dalam pelaksanaannya.
Menguatnya pengaruh TNI AD, membuat Presiden Soekarno berusaha menekan pengaruh TNI AD, terutama Nasution dengan dua taktik, yaitu Soekarno berusaha mendapat dukungan partai-partai politik yang berpusat di Jawa terutama PKI dan merangkul angkatan-angkatan bersenjata lainnya terutama angkatan udara.
Kekuatan politik baru lainnya adalah PKI. PKI sebagai partai yang bangkit kembali pada tahun 1952 dari puing-puing pemberontakan Madiun 1948.
PKI kemudian muncul menjadi kekuatan baru pada Pemilihan Umum 1955. Dengan menerima Penetapan Presiden No. 7/1959, partai ini mendapat tempat dalam konstelasi politik baru.
Kemudian dengan menyokong gagasan Nasakom dari Presiden Soekarno, PKI dapat memperkuat kedudukannya. Sejak saat itu PKI berusaha menyaingi TNI dengan memanfaatkan dukungan yang diberikan oleh Soekarno untuk menekan pengaruh TNI AD.
Baca Juga: Materi Bahasa Indonesia Kelas 9 Semester 2 dengan Link Download Buku
3. Pembebasan Irian Barat
Salah satu isu politik luar negeri yang terus menjadi pekerjaan rumah kabinet RI adalah masalah Irian Barat. Wilayah ini telah menjadi bagian RI yang diproklamasikan sejak 17 Agustus 1945.
Namun, dalam perundingan KMB tahun 1950 masalah penyerahan Irian Barat ditangguhkan satu tahun dan berhasil dicapai dalam suatu kompromi pasal di Piagam Penyerahan Kedaulatan
Dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat, Presiden Soekarno, pada tanggal 19 Desember 1961, di depan rapat raksasa di Yogyakarta, mengeluarkan suatu komando untuk berkonfrontasi secara militer dengan Belanda yang disebut dengan Tri Komando Rakyat (Trikora). Isi dari Trikora tersebut adalah:
Dengan dideklarasikannya Trikora mulailah konfrontasi total terhadap Belanda di Papua. Langkah pertama yang dilakukan oleh Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 tahun 1962 tertanggal 2 Januari 1962 tentang pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat di bawah Komando Mayor Jenderal Soeharto.
4. Konfrontasi Terhadap Malaysia
Masalah Malaysia merupakan isu yang menguntungkan PKI untuk mendapatkan tempat dalam kalangan pimpinan negara.
Masalah ini berawal dari munculnya keinginan Tengku Abdul Rahman dari persekutuan Tanah Melayu dan Lee Kuan Yu dari Republik Singapura untuk menyatukan kedua negara tersebut menjadi Federasi Malaysia.
Rencana pembentukan Federasi Malaysia mendapat tentangan dari Filipina dan Indonesia.
Pemerintah Indonesia pada saat itu menentang karena menurut Presiden Soekarno pembentukan Federasi Malaysia merupakan sebagian dari rencana Inggris untuk mengamankan kekuasaanya di Asia Tenggara.
Pembentukan Federasi Malaysia dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan revolusi Indonesia. Oleh karena itu, berdirinya negara federasi Malaysia ditentang oleh pemerintah Indonesia
Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin
Sejak diberlakukannya kembali UUD 1945, dimulailah pelaksanaan ekonomi terpimpin sebagai awal berlakunya herordering ekonomi. Dimana alat-alat produksi dan distribusi yang vital harus dimiliki dan dikuasai oleh negara atau minimal di bawah pengawasan negara.
Dengan demikian peranan pemerintah dalam kebijakan dan kehidupan ekonomi nasional makin menonjol. Pengaturan ekonomi berjalan dengan sistem komando. Sikap dan kemandirian ekonomi (berdikari) menjadi dasar bagi kebijakan ekonomi.
Masalah pemilikan aset nasional oleh negara dan fungsi-fungsi politiknya ditempatkan sebagai masalah strategis nasional.
Pemerintah Indonesia pada saat itu menentang karena menurut Presiden Soekarno pembentukan Federasi Malaysia merupakan sebagian dari rencana Inggris untuk mengamankan kekuasaanya di Asia Tenggara.
Pembentukan Federasi Malaysia dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan revolusi Indonesia. Oleh karena itu, berdirinya negara federasi Malaysia ditentang oleh pemerintah Indonesia.
Untuk meredakan ketegangan di antara tiga negara tersebut kemudian diadakan Konferensi Maphilindo (Malaysia, Philipina dan Indonesia) di Filipina pada tanggal 31 Juli-5 Agustus 1963.
Hasil-hasil pertemuan puncak itu memberikan kesan bahwa ketiga kepala pemerintahan berusaha mengadakan penyelesaian secara damai dan sebaik-baiknya mengenai rencana pembentukan Federasi Malaysia yang menjadi sumber sengketa.
Konferensi Maphilindo menghasilkan tiga dokumen penting, yaitu Deklarasi Manila, Persetujuan Manila dan Komunike Bersama.
Inti pokok dari tiga dokumen tersebut adalah Indonesia dan Filipina menyambut baik pembentukan Federasi Malaysia jika rakyat Kalimantan Utara menyetujui hal itu.
Baca berita update lainnya dari Sonora.ID di Google News.