Dosen SBM ITB Sebut #KaburAjaDulu Mencuat Akibat Kebutuhan Kaum Muda Tidak Terpenuhi

18 Februari 2025 12:53 WIB
Gedung SBM ITB
Gedung SBM ITB ( Dok Itb.ac.id)

Bandung, Sonora.ID - Secepat kilat! Sepertinya itu yang pas disematkan pada tagar #KaburAjaDulu. Baru muncul, langsung menjadi tren dan viral di berbagai platform media sosial.

Tagar "Kabur Aja Dulu" adalah sebuah ungkapan yang awalnya berisi kekesalan atau kekecewaan kaum muda terhadap kondisi ekonomi dan ketidakadilan di negeri ini, dan mengajaknya untuk pindah tempat tinggal baik negara atau pindah ke kota-kota besar.

Namun karena begitu tren dan viralnya ungkapan ini, #KaburAjaDulu menjadi ajang protes yang semakin merebak karena tidak terpenuhinya berbagai kebutuhan di Tanah Air.

Menyikapi ungkapan tersebut, Dosen Peneliti Tenaga Kerja di Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) Dr. Muhammad Yorga Permana, menyebut, ungkapan #KaburAjaDulu bukan sekadar tren sesaat, tetapi cerminan dari kondisi ekonomi dan sosial yang dirasa semakin memburuk, utamanya bagi generasi muda.

"Ada 3 faktor yang akhirnya tren ini mencuat. Pertama, kebijakan pemerintah dinilai tidak cukup menciptakan lapangan kerja. Kedua, meningkatnya kesempatan kerja di luar negeri, dan ketiga, kesiapan anak muda dalam menghadapi dunia kerja menjadi faktor krusial," kata Yorga dalam keterangannya, Senin (17/2/2025).

“Fenomena ini bukan hal baru, tetapi kini menjadi gunung es yang meledak akibat kombinasi angka pengangguran yang tinggi dan akses informasi yang lebih terbuka tentang peluang kerja serta beasiswa luar negeri,” jelasnya.

"Persiapan yang matang diperlukan agar mereka lebih siap dan tangguh dalam menghadapi tantangan di dunia kerja. Artinya rasa frustasi akibat persiapan yang belum cukup di masa transisi sekolah ke dunia kerja turut menjadi pendorong kemarahan mereka terhadap ketidakpastian iklim dunia kerja," ungkap Yorga.

Selain itu, lanjut Yorgs, kondisi pasar kerja Indonesia menghadapi tantangan serius. Pekerjaan layak di Indonesia sangat terbatas.

Angka pengangguran resmi mencapai 7,2 juta orang, tetapi ada yang disebut hidden unemployment yang jumlahnya diperkirakan mencapai 12–15 juta orang. 

"Bahkan hanya 40% dari pekerjaan yang masuk kategori sektor formal, sementara 60% lainnya merupakan pekerjaan informal. Jika bicara sektor formal, sebenarnya hanya 24% dari mereka yang benar-benar memiliki kontrak kerja formal,” papar Yorga.

Situasi ini semakin diperburuk dengan gelombang PHK. Data resmi pemerintah menunjukkan bahwa lebih dari 80.000 orang telah kehilangan pekerjaan di tahun 2024, dan kemungkinan jumlahnya lebih besar.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm