Sonora.ID - Hingga saat ini metode belajar baca, tulis hitung (calistung) pada tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) masih menjadi pro dan kontra.
Sejumlah wali murid ingin anaknya mendapatkan pembelajaran baca, tulis dan hitung di jenjang PAUD.
Alasannya sejumlah Sekolah Dasar memberlakukan peraturan baru mengenai syarat masuk disekolah tersebut adalah anak yang telah bisa membaca, menulis dan berhitung.
Baca Juga: Baru Jadi Mendikbud, Nadiem lakukan Hal ini pada Ibu Iriana dan Wapres
Jadi para orang tua menginginkan sang buah hati untuk belajar calistung di PAUD.
Namun sayangnya harapan orang tua tidak sesuai dengan keinginan beberapa pejabat pemerintah, guru-guru dan juga pemerhati pendidikan.
Pasalnya beberapa pendapat menyetakan belajar calistung (baca, tulis, hitung) diusia dini dapat menurunkan minat sang anak dikemudian hari.
Baca Juga: Nadiem Masuk Daftar Time 100 Next 2019, Berikut 5 Fakta Tentang Nadiem
Fenomena calistung inipun menyedot perhatian banyak pihak termasuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.
Berikut adalah beberapa tanggapan Nadiem Makarim soal perdebatan calistung di tingkat PAUD.
1. Tak semua harus dibuat peraturan
Nadiem menyebutkan pelarangan calistung untuk anak-anak usia dini tak selalu harus dibuatkan peraturan.
Ia mengatakan calistung bukan tentang apa yang harus dihapuskan dan apa yang tak dihapuskan.
Baca Juga: BMKG Bantah & Nyatakan Video Youtube Kekeringan Panjang Adalah Hoax!
"Filsafatnya dulu didalami," kata Nadiem seusai acara Apresiasi Bunda PAUD 2019 di Balai Kartini, Jakarta, Senin (18/11/2019).
2. Tak masalah murid PAUD belajar calistung
Menurut Nadiem, murid-murid tak masalah untuk belajar calistung dengan catatan sudah siap.
Pada kenyataanya, lanjutnya, calistung memang menjadi fokus di berbagai unit PAUD. "Ya karena ingin mengejar masuk SD kelas 1," kata Nadiem.
Baca Juga: Kebakaran, Siswa SMK Yadika 6 Pondok Gede Nekat Melompat dari Gedung
Biasanya pada saat masuk SD kelas 1, calon siswa sudah diminta kemampuan calistung.
Menurut Nadiem, orangtua juga merasa bertanggung jawab bila anaknya saat masuk kelas 1 SD dianggap tak bisa baca.
3. Penyamaan paradigma PAUD dan SD
Nadiem menyebutkan, paradigma bermain dan belajar di PAUD harus juga diselaraskan di pihak SD.
PAUD dan SD, lanjutnya, harus satu paham dan strategi untuk mendidik anak di usia dini.
"Makanya itu kepentingan, keselasaran strategi kurikulum maupun ekspetasi guru pada anak di semua jenjang.
Baca Juga: Perhatikan 6 Hal ini Untuk Meraih Beasiswa SNMPTN & SBMPTN 2020
Jadi bukan masalahnya ga boleh ini, itu jangan ini jangan itu, bukan," tambah Nadiem.
4. Semua anak itu berbeda
Menurut Nadiem, kondisi di semua anak itu berbeda. Ada yang sudah siap dan ingin maju secara pendidikan.
Baca Juga: Direktur Lippo Group Bantah Secara Tegas Isu Perceraian dengan OVO
"Tapi kalau pendidikan anak usia dini (tujuannya) hanya mencapai kecintaan kepada misalnya bermain dengan teman di kelas, kecintaan kepada buku," tambahnya.
5. Kesuksesan anak di luar kemampuan calistung
Menurutnya, kesuksesan pendidikan anak-anak usia dini dapat dilihat dari beberapa indikator.
Salah satu indikatornya adalah ketertarikan anak untuk melihat dan membolak-balikkan buku meskipun tak membaca. Lainnya seperti, senang mendengarkan cerita-cerita yang ada di buku.
Baca Juga: Tinggi Kolom Letusan dari Gunung Merapi Mencapai 1.000 Meter
"Kalau dia tahu cara disiplin, cara masuk kelas, cara baris, tahu untuk menghormati orang tua, tahu untuk tidak mengganggu atau mem-bully teman-temannya dia.
hal-hal yang sifatnya bagaimana kita sebagai manusia hidup di dalam komunitas, itu kuncinya sebenarnya," kata Nadiem.
Nadiem menyebutkan anak-anak bisa memenuhi potensi dimiliki ketika masuk SD jika telah memiliki kemampuan-kemampuan yang ia sebutkan dengan benar.
Baca Juga: Begini Klarifikasi Ruben Onsu, Perihal Betrand Peto Yang Dapat ASI