Sonora.ID – Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melakukan safari politik ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Dalam kunjungannya pada Rabu (27/11/2019), Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan bahwa pihaknya banyak mendapat masukan terkait isu kebangsaan, salah satunya mengenai wacana pemilihan presiden dan wakil presiden secara tidak langsung.
Dikutip dari laman Kompas.com, Kepada Bambang, PBNU mengusulkan agar presiden dan wakil presiden kembali dipilih oleh MPR.
"Kami juga hari ini mendapat masukan dari PBNU, berdasarkan hasil Munas PBNU sendiri di September 2012 di Cirebon yang intinya adalah, mengusulkan, PBNU merasa pemilihan presiden dan wakil presiden lebih bermanfaat, akan lebih baik, lebih tinggi kemaslahatannya, lebih baik dikembalikan ke MPR ketimbang langsung," kata Bambang Soesatyo.
Baca Juga: Bandingkan Ibukota dengan Shanghai, Tito Karnavian: Jakarta Seperti Kampung
Bambang mengatakan, PBNU ingin ketatanegaraan menjadi lebih rapi. Karena PBNU menilai, selama ini tidak ada lembaga tertinggi sehingga terjadi kerancuan dalam ketatanegaraan Indonesia.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj mengatakan, usulan pemilihan presiden oleh MPR disampaikan setelah menimbang mudarat dari manfaat Pilpres secara langsung.
Pertimbangan tersebut juga didukung oleh para pendahulu PBNU, seperti Rais AAM, PBNU almarhum Sahal Mahfudz, dan Mustofa Bisri.
Mereka menimbang bahwa pemilihan presiden secara langsung lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.
Baca Juga: Tanggapi Sentilan Tito, Anies Baswedan: Shanghai Tak Dibangun Semalam
"Pilpres langsung itu high cost, terutama cost sosial," ujar Said.
Said mencontohkan seperti kejadian Pemilu Serentak 2019 lalu.
"Keadaan kita ini mendidih, panas, sangat-sangat mengkhawatirkan. Apakah setiap lima tahun harus seperti itu?," ungkap Said.
Pada masa Orde Baru, Presiden merupakan mandataris MPR yang posisinya adalah lembaga tertinggi negara. Presiden bertanggung jawab kepada MPR dan menjalankan GBHN.
Baca Juga: Presiden Jokowi Sambut Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Korea-Indonesia
Reformasi pada Mei 1998 dipicu oleh banyak hal, di antaranya adalah kenaikan harga barang-barang keperluan masyarakat di tataran bawah, menghentikan tradisi pemilihan presiden oleh MPR. Sehingga pemilihan presiden, wakil presiden, dan lain sebagainya dipilih langsung oleh rakyat.
Selain mengusulkan pemilihan presiden dikembalikan ke MPR, PBNU juga usul supaya Pasal 33 UUD 1945 tentang pemerataan ekonomi dikaji kembali.
Selain itu, PBNU juga mengusulkan supaya utusan golongan di Parlemen dihidupkan kembali.
"Keterwakilan yang ada di Parlemen baik DPD, DPR yang mewakili aspirasi kelompok minoritas sehingga perlu dipikirkan kembali adanya keputusan golongan," kata Bambang Soesatyo.
Baca Juga: Cemburu Pelukan Presiden PKS dan Nasdem, Jokowi Peluk Surya Paloh