USTR sendiri telah merevisi metodologi negara berkembang untuk investigasi atas bea balik, sebuah bea yang dikenakan pada impor, karena menurutnya pedoman negara sebelumnya dianggap sudah using.
Untuk memperbarui daftar internalnya, USTR telah mempertimbangkan faktor perdagangan dan ekonomi, misal tingkat perkembangan ekonomi suatu negara dan bagian negara dari perdagangan dunia.
Baca Juga: Menko Luhut: Jepang dan Amerika Serikat 'Lirik' Perairan Natuna
USTR berpedoman pada indikator sederhana dalam membuat penetapan tersebut yakni negera-negara yang memiliki pangsa 0,5 persen atau lebih dari perdagangan dunia sudah bisa dikatakan sebagai negara maju.
Padahal kesepakatan sebelumnya ada di angka 2 persen atau lebih.
Selain itu, USTR juga tak memasukan indikator pembangunan sosial seperti tingkat kematian bayi, tingkat buta huruf orang dewasa, harapan hidup saat lahir atau lain sebagainya sebagai bentuk dasar untuk mengubah penunjukan tersebut.
Baca Juga: DPR: Ketegangan Amerika-Iran Bisa Berdampak Perekonomian Indonesia