Psikolog sosial mengatakan, upaya quarantine shaming seperti itu bisa memainkan peran penting untuk mendorong pembentukan norma-norma sosial, terutama ketika norma dengan cepat berubah akibat wabah virus corona.
Kendati demikian, menjaga jarak sosial juga masih dianggap sulit, terutama ketika ada saran yang membingungkan tentang aturan kapan dan bagaimana orang boleh ke luar rumah.
Saran dari otoritas juga seringkali membingungkan. Di satu sisi masyarakat diminta untuk tetap tinggal di rumah. Tapi di sisi lain, beberapa kantor tidak meliburkan karyawannya. Masyarakat diminta untuk menjaga jarak sosial, tetapi yang bekerja harus berdesak-desakan di kendaraan umum.
Baca Juga: Pemprov DKI Pastikan Kebutuhan Pangan Cukup Selama Pandemi Covid-19
Para pakar menilai dalam wabah seperti sekarang, upaya mempermalukan itu bisa jadi cara efektif untuk membuat norma sosial yang baru. Namun jangan melakukan shaming untuk masalah yang bukan perhatian umum.
“Shaming sebaiknya tidak dipakai untuk masalah yang bukan jadi perhatian umum. Namun, virus corona adalah masalah yang menimpa kita semua, sehingga semua orang diminta berkorban,” kata profesor studi lingkungan Jennifer Jacquet.
Menurutnya, taktik mempermalukan online ini seharusnya efektif untuk membuat orang segan melakukan pelanggaran aturan pembatasan jarak atau menimbun barang di saat sulit.
Baca Juga: Melonjak Drastis, ODP Sumsel tembus 715 Orang, Ini Data Sebarannya