Sonora.ID - Masih ada banyak orang yang tetap beraktivitas keluar rumah selama pembatasan sosial di tengah wabah virus corona.
Dalam upaya pencegahannya, tidak jarang juga ada yang menggunakan peralatan medis seperti sarung tangan lateks ketika berpergian atau berbelanja.
Orang-orang itu kemudian mendapatkan kritikan sebagai orang yang egois, arogan, atau membahayakan diri dan lingkungan. Kritik tersebut diistilahkan dengan quarantine shaming.
Baca Juga: Kasihan, Jenazah Pasien Corona di Tasik Ditolak Warga Saat Akan DIkremasi
Kritikan tersebut ditujukan kepada orang-orang yang tidak patuh pada aturan untuk tetap tinggal di rumah dan beredar di media sosial.
Beberapa hari terakhir sebuah video viral di media sosial yang memperlihatkan dua orang yang sedang berbelanja di supermarket namun mereka mengenakan hazmat suit atau alat pelindung diri yang dipakai oleh para tenaga medis.
Kedua orang tersebut memakai hazmat suit untuk melindungi diri dari virus. Namun, aksinya justru dicerca dan ditegur oleh warganet.
Baca Juga: Haru, Ini Obralan Ganjar Pranowo dengan Tenaga Medis yang Terinfeksi Virus Corona
Pasalnya, saat ini para tenaga medis di seluruh Indonesia sedang mengeluhkan kekurangan APD. Sehingga aksi dua orang tersebut dinilai egois.
Psikolog sosial mengatakan, upaya quarantine shaming seperti itu bisa memainkan peran penting untuk mendorong pembentukan norma-norma sosial, terutama ketika norma dengan cepat berubah akibat wabah virus corona.
Kendati demikian, menjaga jarak sosial juga masih dianggap sulit, terutama ketika ada saran yang membingungkan tentang aturan kapan dan bagaimana orang boleh ke luar rumah.
Saran dari otoritas juga seringkali membingungkan. Di satu sisi masyarakat diminta untuk tetap tinggal di rumah. Tapi di sisi lain, beberapa kantor tidak meliburkan karyawannya. Masyarakat diminta untuk menjaga jarak sosial, tetapi yang bekerja harus berdesak-desakan di kendaraan umum.
Baca Juga: Pemprov DKI Pastikan Kebutuhan Pangan Cukup Selama Pandemi Covid-19
Para pakar menilai dalam wabah seperti sekarang, upaya mempermalukan itu bisa jadi cara efektif untuk membuat norma sosial yang baru. Namun jangan melakukan shaming untuk masalah yang bukan perhatian umum.
“Shaming sebaiknya tidak dipakai untuk masalah yang bukan jadi perhatian umum. Namun, virus corona adalah masalah yang menimpa kita semua, sehingga semua orang diminta berkorban,” kata profesor studi lingkungan Jennifer Jacquet.
Menurutnya, taktik mempermalukan online ini seharusnya efektif untuk membuat orang segan melakukan pelanggaran aturan pembatasan jarak atau menimbun barang di saat sulit.
Baca Juga: Melonjak Drastis, ODP Sumsel tembus 715 Orang, Ini Data Sebarannya