Sonora.ID – Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengusulkan RUU untuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah 2020-2024, salah satunya redenominasi rupiah.
Sri Mulyani berharap dengan redenominasi ini bisa meningkatkan efisiensi waktu, transaksi, hingga efisiensi pencantuman harga barang atau jasa karena jumlah digit rupiah lebih sedikit.
"Urgensi pembentukan untuk menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknya jumlah digit rupiah," ungkapnya.
Baca Juga: Redenominasi Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1, Sri Mulyani: untuk Efisiensi Perekonomian
Apa itu Redenominasi Rupiah?
Redenominasi Rupiah adalah proses penyederhanaan nilai rupiah dari Rp1.000 menjadi Rp1.
Redenominasi Rupiah dirancang untuk menciptakan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal.
Dalam kajian Bank Indonesia (BI) dijelaskan, redenominasi bukanlah sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang.
Baca Juga: Sri Mulyani Usulkan Ubah Harga Rupiah dari Rp 1.000 Jadi Rp 1
Redenominasi dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil menuju kearah yang lebih sehat.
Sementara, sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi ekonomi yang tidak sehat dan dipotong nilai uangnya.
Redenominasi hanya menghilangkan beberapa angka nolnya saja. Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang).
Redenominasi akan menyederhanakan sistem akutansi tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.
Walaupun baru diusulkan saat ini, tanpa disadari masyarakat sendiri sudah banyak yang menerapkan sistem redenominasi rupiah secara informal.
Misalnya, pembelian barang yang seharga Rp 55.000 ditulis dengan Rp 55k. Huruf 'K' disini memiliki artian kelipatan seribu.
Baca Juga: Menkeu Menilai Implementasi Fiskal Penanganan Covid-19 dan PEN Belum Maksimal
Redenominasi butuh sosialisai terus-menerus
Redenominasi bisa saja menjadi hal positif, namun bisa berdampak negatif apabila masyarakat kurang teredukasi karena bisa dianggap sebagai pemotongan nilai uang.
Uang yang sudah diredenominasi jumlah angkanya akan mengecil tetapi nilainya tetap sama.
Seperti yang diungkapkan oleh VP Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede yang menyarankan pemerintah untuk menyosialisasikan redenominasi rupiah secara terus-menerus kepada masyarakat.
Tujuannya agar masyarakat memiliki pemahaman yang sama bahwa redenominasi tidak memangkas nilai uang yang dimiliki dan tidak memangkas daya beli.
Baca Juga: Kemenkeu Catat Defisit APBN Hingga Mei 2020 Capai Rp 179,6 Triliun
"Nah ini butuh waktu sampai dengan nanti masyarakat bisa menerimanya tanpa ada permasalahan. Intinya sosialisasi yang baik dan intensif sehingga pemahaman masyarakat itu benar terhadap redenominasi," kata Josua saat dihubungi Kompas.com, Rabu (8/7/2020).
Menurut Josua, redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang mampu menambah kredibilitas rupiah sebagai mata uang. Selain itu, transaksi ekonomi bisa lebih ringkas dan simpel.