Makassar, Sonora.ID - Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Pemerintah Kota Makassar melakukan tanda tangan Addendum Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota tahun 2020.
Tanda tangan NPHD ini berlangsung di ruang kerja Walikota, kompleks perkantoran Balaikota, Jl Ahmad Yani, Kamis (9/7/2020).
Dalam addendum tersebut, Pemerintah Kota setempat melakukan penambahan anggaran sebesar Rp 6,2 miliar.
Sebelumnya Pemkot mengalokasikan anggaran sebesar Rp 78 miliar, sehingga total anggaran pelaksanaan Pilwalkot tahun 2020 sebesar Rp 84 miliar lebih.
Baca Juga: Selama Pandemi, Jaga Keseimbangan Kesehatan dan Ekonomi dengan Inovasi
Setelah penandatangan, Komesioner KPU Makassar, Endang Sari mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kota yang telah bersedia mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan pemilihan tahun 2020.
Anggaran tersebut, akan digunakan semaksimal mungkin untuk kesuksesan pelaksanaan Pilwali 2020.
“Pada pemilihan tahun 2020 ada penambahan TPS. Honor Badan Ad Hoc mengalami kenaikan sehingga kami rasa perlu melakukan penyesuaian,” ujarnya saat ditemui.
Endang menambahkan penambahan anggaran tersebut berkaitan dengan pemberlakuan protokol kesehatan, sehingga dalam satu TPS maksimal 500 pemilih.
Baca Juga: Gugur Karena Covid-19, Dokter dan Tenaga Medis Sulsel Terima Santunan dan Penghargaan
Dalam penandatangan itu, Endang juga didampingi oleh Ketua KPU Makassar, Farid Wajdi serta jajaran dari Bawaslu Kota Makassar.
Sementara, Pj Walikota Makassar, Ruddy Djamaluddin mengatakan siap mendukung dan memfasilitasi seluruh komponen yang dibutuhkan terkait penyelenggaraan Pilkada Kota setempat.
Ruddy menekankan hal terpenting yang harus dijaga yaitu situasi yang kondusif.
Dalam beberapa kesempatan, Pj Walikota juga meminta agar Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak terlibat langsung dalam politik praktis.
Pihaknya menegaskan, tidak ada toleransi bagi ASN di lingkup pemerintah Kota Makassar apabila ketahuan bermain-main dan melanggar netralitas.
Baca Juga: Dukung Upaya Pemulihan Perekonomian DIY, BI Gelar Kajian Pariwisata New Normal
Diketahui, dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, berdasarkan pasal 2 huruf f, menyatakan bahwa salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan managemen ASN adalah netralitas, yang berarti bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Ancaman terhadap ASN yang melanggar pun cukup tegas. Berdasarkan Pasal 87 ayat 4 huruf b, PNS diberhentikan dengan tidak hormat karena menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.
Sementara dalam pasal 119 dan pasal 123 ayat 3 disebutkan jika PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Wali Kota atau Wakil Wali Kota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak ditetapkan sebagai calon peserta pemilihan Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Wali Kota atau Wakil Wali Kota.
Mekanisme pemberian sanksi bagi ASN yang melanggar netralitas didasarkan pada rekomendasi dari Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dan Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu) kabupaten atau kota.
Setelah ada rekomendasi tersebut, Komisi ASN akan mengeluarkan rekomendasi mengikat kepada pejabat penilai kepegawaian.
Baca Juga: Pemerasan Pada Sejumlah Kades, 4 Tersangka ASN Diamankan Petugas OTT Polda Lampung