Sonora.ID - Malang, nasib Arista, siswi berprestasi peraih 700 piala yang merupakan alumnus SMPN 92 Jakarta.
Kabarnya dirinya harus putus sekolah karena tidak diterima di SMA mapun di Jakarta.
Salah satu faktor yang membuat Arista harus menelan pil pahit tidak diterima disekolah manapun adalah karena usianya yang tergolong muda.
Arista kalah dari segi usia dari anak anak lain yang telah mendaftar disekolah tersebut.
Baca Juga: Rilis Tagline Baru, Bank Kalsel Siap Majukan Perbankan Daerah
Dinas Pendidikan Jakarta pun angkat bicara perihal tidak di terimanya Arista di sekolah manapun di Jakarta.
Disdik Jakarta bahkan membenarkan salah satu alasan dirinya tidak diterima Arista karena umurnya yang jauh lebih muda dari para peserta PPDB.
Pertama, Arista mendaftar jalur afirmasi pada tanggal 19 Juni. Ia memilih SMA 12, SMA 6, dan SMA 121, tetapi belum berhasil diterima karena kalah dari segi usia.
Baca Juga: Polda Kalimantan Selatan, Siap Penjarakan Oknum Pembakar Lahan
"Seleksinya yang pertama adalah memenuhi kriteria afirmasi. Seleksi kedua memang kita menggunakan usia. Memang Arista ini usianya 15 tahun 8 bulan 2 hari pada saat PPDB," ucap Syaefuloh saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/7/2020).
Tidak menyerah sampai disitu Arista kemudian mengikuti jalur zonali pada tanggal 26 Juni.
Pada kesempatan kedua, Arista mendaftar di 3 SMA berbeda, yaitu SMA 36,59, dan 53. Namun sayangnya pada kesempatan tersebut Arista juga gagal masuk.
Sementara di kesempatan lain Disdik Jakarta mengungkapkan tidak diterimanya Arista di Jalur kedua karena nilai gadis tersebut tidak memadahi.
"Kemudian memang ikut juga jalur prestasi akademis yang menggunakan nilai rapor. Nilai Arista ini 7.763 daftar di SMA 12 dan 21, sementara di SMA 12 itu nilai paling rendahnya 8.265 dan SMA 21 paling rendahnya 8.486," kata dia.
Baca Juga: Jadi yang Pertama di Asia Tenggara, Thailand Berpotensi Legalkan Pasangan Sejenis Tinggal Bersama
Selanjutnya Arista juga mencoba jalur prestasi non-akademis. Meski dia memiliki prestasi yang sangat banyak, Syaefuloh mengklaim bahwa Arista tak diterima lantaran prestasi tertinggi dalam bidang seni rupa adalah kejuaraan tingkat kotamadya.
Sementara itu, ketentuan Disdik DKI untuk jalur prestasi non-akademik adalah untuk tingkat SMA haruslah pernah mendapatkan juara tingkat provinsi, nasional, dan internasional.
"Sehingga, yang bersangkutan tidak dapat. Memang prestasinya banyak, juaranya banyak, sertifikatnya banyak, hanya yang tertingginya baru tingkat wali kota. Sementara yang lain-lain itu yang lain para pesaingnya adalah tingkat nasional, tingkat internasional, sama tingkat DKI," ujar dia.
Padahal menurut Arista dirinya pernah mendapatkan juara di tingkat Nasional.
Adapun kejuaraan yang dirinya pernah dapatkan adalah Juara III Lomba Cipta Seni Pelajar tingkat nasional dan Juara I Festival Lomba Kementerian Perhubungan.
Baca Juga: Ditemukan Tak Pakai Masker, Pj Walikota Makassar Minta Dihukum Bersihkan Jalan
Namun, menurut Syaefulah, berdasarkan unggahan Arista pada sistem, kedua juara tersebut tak disertakan.
"Yang di-upload ke dalam sistem itu adalah sertifikat juara 1 tingkat kota. Kami kan melihat fakta," kata dia.
Atas kasus yang menimpa Arista kini Disdik Jakarta menawarkan Arista berbagai alternatif agar dapat melanjutkan sekolah salah satunya mengikuti paket C.
Meski demikian, Syaefuloh mengaku bakal kembali mengutus jajarannya untuk menawarkan Arista masuk ke sekolah swasta.
"Kami tetap menawarkan ada PKBM paket kesetaraan paket C itu negeri dan menurut kami tidak ada bedanya antara kesetaraan dengan SMA formal. Kemudian kami juga tawarkan kalau mau ke SMA swasta ini akan dampingi kalau bicara kesulitan kita bantu komunikasi dengan sekolah," tutupnya.
Baca Juga: Jadi yang Pertama di Asia Tenggara, Thailand Berpotensi Legalkan Pasangan Sejenis Tinggal Bersama