Sonora.ID – Kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di Instabul, Turki pada 2018 kini mulai mencuat kembali, kali ini para pejabat PBB mengkaitkannya dengan Mohammed bin Salman (MBS).
Namun, Agnes Callamard selaku pejabat PBB itu mengaku tidak memiliki bukti terhadap MBS. Menurutnya, urusan perintah dan penghasutan pembunuhan, MBS adalah tersangka utamanya.
"Begini, saya pikir dia adalah tersangka utama dalam hal menentukan siapa yang memerintahkan atau yang menghasut pembunuhan. Dia ada dalam skema. Secara pribadi, saya (memang) tidak memiliki bukti yang menunjuk kepadanya sebagai (orang) yang telah memerintahkan kejahatan," kata Callamard, yang juga seorang pengacara hak asasi manusia yang terkenal, seperti diberitakan Kompas.com, Minggu (12/7/2020).
Baca Juga: Kasus Khashoggi: Arab Saudi Jatuhkan Hukuman Mati kepada 5 Tersangka
Lantas, siapakah sosok Mohammed bin Salman?
Mohammed bin Salman memiliki nama lengkap Muhammad ibn Salman ibn Abd al-Aziz, lahir pada 31 Agustus 1985.
Ia adalah salah satu anggota keluarga kerajaan Saudi yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan dari periode 2015 hingga saat ini. Ia juga merupakan putra mahkota Saudi (2017-sekarang).
Melansir Britannica, MBS adalah putra Raja Saudi Salman bin Abdulaziz dengan istri ketiganya Fahdah bint Falah ibn Sultan.
Baca Juga: Dua Pangeran Arab Saudi Ditangkap, Diduga Ingin Kudeta Raja Salman
Sejak masih muda, MBS tertarik pada pemerintahan, ia mengikuti jejak ayahnya, dan tetap sadar tentang citra dirinya.
MBS adalah lulusan dari Universitas King Saud di Riyadh, Arab Saudi, dengan gelar sarjana hukum pada tahun 2007.
Dia kemudian mendirikan sejumlah perusahaan dan organisasi nirlaba yang dimaksudkan untuk mempromosikan kewirausahaan di kerajaan.
Pada 2009, ia menjadi penasihat formal untuk ayahnya, yang saat itu menjadi gubernur Riyadh. Ketika Salman menjadi putra mahkota pada 2012, sebagai putranya yang tepercaya, MBS, ikut bersamanya.
Pada awal tahun 2015, Raja Arab Saudi Abdullah meninggal dunia sehingga Salman naik tahta menjadi raja.
Dia segera menunjuk MBS sebagai Menteri Pertahanan. Dalam hitungan bulan menjabat, MBS melancarkan intervensi militer yang agresif dalam perang saudara Yaman.
Baca Juga: Telepon Raja Salman, Jokowi Tanya Kepastian Ibadah Haji 2020, Begini Jawabannya
Dikenal sebagai Operation Decisive Storm, kampanye ini dimaksudkan untuk memberikan keunggulan bagi pemerintahan Presiden Yaman Abd Rabbuh Mansur Hadi terhadap pemberontakan Syiah Houthi di utara negara itu.
MBS juga ditugaskan di perusahaan minyak negara Saudi, yakni Aramco dan Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan, badan pembuat kebijakan utama negara untuk pembangunan ekonomi.
Dia berusaha untuk membuat Aramco melantai di bursa saham dengan penawaran umum perdana (IPO) dan memulai inisiatif pengembangan negara yang berani.
Salah satunya adalah Saudi Vision 2030 yang dirancang untuk menarik investasi asing untuk industri di luar sektor energi.
Baca Juga: Di Arab Saudi, Jika Tak Beri Tahu Kondisi Kesehatan dan Riwayat Perjalanan, Bisa Denda Rp 1,9 M!
Pembunuhan Jamal Khasoggi
Pada Oktober 2018, MBS dicurigai sebagai otak dari pembunuhan atas Jamal Khashoggi, seorang jurnalis terkemuka dan kritikus pemerintah yang diasingkan.
Khashoggi juga pernah menjabat sebagai penasihat dan pembantu duta besar Saudi. Atas perintah MBS, para agen Saudi membujuk Khashoggi ke konsulat Saudi di Istanbul, Turki, tempat mereka menyiksa dan membunuhnya.
Peristiwa tersebut membuat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berang dan memimpin protes terhadap pembunuhan yang dilakukan di tanah Turki.
Baca Juga: Haji 2020 Dibatalkan, Pemerintah Dituduh Langgar Undang-Undang
Pembunuhan Khashoggi juga mengungdang keprihatinan internasional tentang kedaulatan negara dan hak asasi manusia. Meski keluarga kerajaan terus berkilah atas peristiwa itu, tetapi citra MBS di luar negeri telah ternoda.
MBS sekali lagi menahan sesama anggota keluarga kerajaan Saudi pada Maret 2020. Dikatakan bahwa penahanan dilakukan karena adanya penyelidikan atas dugaan pengkhianatan.
Para tahanan termasuk para pangeran yang dekat dengan tahta, termasuk saudara Raja Salman, Ahmad dan Muhammad ibn Nayif, mantan putra mahkota yang posisinya telah digantikan oleh MBS.
Baca Juga: Masih Kekeh Sebagai Jenderal NATO, Rangga Sasana Ajukan Penangguhan Penahanan