Ia juga menyoroti kinerja anggota legislatif di tingkat kabupaten/kota yang nampak tidak serius dalam menindaklanjuti rancangan payung hukum tersebut, bahkan terkesan tidak mengerti.
“DPRD kabupaten/kota juga sangat mengecewakan karena mereka kami nilai tidak memahami apa itu RUU Omnibus Law,” tambah Fauzi.
Hal ini menurutnya justru menjadi preseden buruk bagi jalannya fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPRD, karena seharusnya dapat memahami apa yang menjadi keluhan dari rakyatnya. Termasuk terkait RUU Omnibus Law, yang salah satunya terdapat klaster ketenagakerjaan yang dinilai merugikan para pekerja.
Ia juga menambahkan, Fraksi Rakyat Indonesia Kalimantan Selatan juga akan terus mengawasi kinerja legislator di tingkat provinsi, meskipun sudah ada penegasan bahwa DPRD Kalimantan Selatan menolak pembahasan lanjutan RUU Omnibus Law oleh DPR RI.
“Wakil rakyat kita di provinsi sejalan dengan kita, tapi harus tetap kita kawal,” pungkasnya.
Aksi kali ini memang lanjutan dari rangkaian unjuk rasa penolakan RUU Omnibus Law yang digelar mahasiswa pada awal pekan ini. Dua hari setelah aksi, yakni pada Rabu lalu, seharusnya digelar audiensi dengan legislator di kabupaten/kota dan juga DPR serta DPD RI yang berasal dari Kalimantan Selatan.
Hal itu sebagai buah dari kesepakatan pada saat aksi di tanggal 13 Juli lalu, antara para peserta aksi dengan Ketua DPRD Provinsi, Supian HK, yang berjanji bahwa Sekretariat DPRD akan memfasilitasi penyampaian aspirasi melalui virtual.
Baca Juga: Sekretariat DPRD Kalsel Siapkan Fasilitas, Audiensi Virtual dengan Mahasiswa Siap Digelar
Namun pada saat audiensi virtual dimulai, perwakilan mahasiswa justru dibuat kecewa karena ‘ingkar’nya wakil rakyat yang semula menjanjikan akan hadir dalam kesempatan tersebut.