Semarang, Sonora.ID - Mendengar kata "Bajingan" , tentu yang berada di pikiran adalah konotasi yang buruk dan teringat berandalan atau orang yang sangat menjengkelkan.
Namun, berbeda jika Bajingan itu di Jawa Tengah, karena, Bajingan di Jawa Tengah merupakan nama dari makanan yang berbahan dasar singkong.
Nama dari makanan ini ternyata diambil dari nama hewan yang berkaitan erat dengan bahan masakannya.
Baca Juga: Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch: Pentingnya Sertifikasi Label Halal di Sebuah Produk
Di sebuah dusun tidak jauh dari Candi Borobudur, tepatnya di Sendaren, Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, bajingan adalah kudapan terbuat dari singkong yang dimasak menggunakan air nira kelapa.
Sebetulnya makanan bajingan sudah tidak asing bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Magelang, Temanggung, dan sekitarnya.
Bahan dasar yang digunakan sama, yaitu singkong, tetapi ada beberapa modifikasi di setiap daerah.
Di Temanggung, misalnya, bajingan terbuat dari singkong yang direbus dengan air gula jawa, daun pandan, dan sedikit garam.
Baca Juga: Pemkot Bandung dan BEEC Siapkan Aplikasi untuk Hidupkan UMKM Kuliner
Konon nama "bajingan" berasal dari kata bajing atau hewan tupai yang sering mencuri air nira kelapa (badeg) saat masih di pohonnya.
Bajing memang menjadi musuh penderes nira kelapa kala itu ketika sebagian besar warga masih bertumpu kehidupan menjadi pembuat gula jawa.
Akibat ulah bajing, pendapatan mereka berkurang. Air nira yang sedikit otomatis memengaruhi jumlah gula yang diproduksi warga.
Baca Juga: Pemkot Semarang Dorong Kredit Modal untuk Membantu UMKM di Masa Pandemi
Jika air nira banyak, mereka bisa menghasilkan rata-rata 5 kilogram gula jawa sekali masak. Namun, karena sedikit, petani hanya menghasilkan 2 kilogram.
Pembuatan bajingan terbilang sangat mudah. Air nira direbus sebelum kemudian jadi gula jawa. Saat nira mulai mendidih, singkong dimasukkan beberapa saat sampai air nira meresap. Setelah itu baru diangkat dan disantap sebagai sarapan.
Bajingan memang bukan makanan mewah. Makanan ini justru identik dengan makanan rakyat jelata, khususnya pada petani atau penderes di kaki Pegunungan Menoreh itu.
Sekarang, bajingan tentu saja kalah dari makanan lain yang lebih kekinian.
Baca Juga: Kota Lama Semarang, Diusulkan menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO