Palembang, Sonora.ID - Manusia tidak hanya membutuhkan pengetahuan yang mengasah otak saja atau knowledge, tapi juga membutuhkan kebutuhan jiwa, seperti bergaul dan berkomunikasi.
Pengamat Sosial, Joko Siswanto kepada Sonora (22/7/2020) mengatakan bahwa saat pembelajaran daring kebutuhan jiwa seorang anak kurang terpenuhi, hal ini karena anak-anak tidak bisa bertemu dengan teman sekolahnya, karena pembelajaran dilakukan dari jarak jauh atau daring.
“Untuk perkembangan jiwa, jika anak selalu di rumah, sosialisasi dalam rangka manusia utuh menjadi terganggu, dirumah anak mengalami kendala psikologis karena tidak bisa berkomunikasi dengan yang lain, ketika sekolah tutup, dengan daring, ada kegiatan sebagian hilang seperti olahraga, dan bermain,” ujarnya.
Baca Juga: Disdikbud Kalsel Ingatkan Kepsek Tak Terpaku Sistem Belajar Daring
Ia menambahkan dari sisi pertumbuhan secara normal, belajar daring kurang memenuhi, karena kebutuhan jiwa raga tidak bisa terpenuhi sepenuhnya.
“Daring semata-mata ditekankan pada aspek kognitifnya, intelegensinya, bukan pada persoalan jiwa atau psikologi, ini yang kurang, dalam upaya mengembangkan kepribadian anak,” imbuhnya.
Ia menambahkan bahwa kebutuhan manusia tidak hanya knowledge atau mengasah otak saja, tapi juga kebutuhan jiwa, seperti bergaul. Sebagai mahluk sosial memiliki keinginan berkumpul, berkomunkasi dengan sesama.
“Untuk perkembangan jiwa, jika anak selalu dirumah, sosialisasi sebagai manusia utuh menjadi terganggu. Anak dirumah akan mengalami kendala psikologi karena tidak bisa berkomunikasi dengan yang lain, ketika sekolah tutup, belajar dengan daring, ada kegiatan sebagian hilang seperti olahraga dan bermain,” imbuhnya.
Pihaknya mengatakan bahwa belajar dengan daring, anak akan kurang mendapatkan kebutuhan jiwa dan raga, karena daring semata-mata menekankan pada aspek kognitif dan intelegensi.
“Bukan persoalan jiwa atau psikologi, ini yang kurang dalam upaya mengembangkan kepribadian anak,” pukasnya.
Ia menambahkan persoalan lainnya adalah pada anak yang baru pertama kali sekolah, mereka belum memiliki teman, sehingga menimbulkan problem psikologi anak.
Baca Juga: Regrouping SD menjadi SMP, Disdik Makassar akan Survei Sekolah
“Harus ada forum, agar anak bisa saling bertegur sapa, silaturahmi dan saling berkenalan, kalau perlu, sehari masuk, sehari belajar di rumah diselang-selingi,” imbuhnya.
Ia mengatakan bahwa persoalan lain adalah banyak orang tua yang mengeluh karena kesibukannya harus mendampingi anak belajar daring, karena anak belum memahami teknologi.
“Memang banyak problema dan tantangan karena kondisi social ekonomi masyarakat yang tidak sama, beda kalau sudah mampu semua, pemerintah harus membuat kebijakan agar anak anak di desa, di pegunungan dibuka saja, seperti biasa, supaya bisa belajar dengan baik,“ pukasnya.
Ia menambahakan bahwa di era teknologi memang mau tidak mau belajar daring tidak bisa ditinggalkan, namun tetap harus dipikirkan kebutuhan anak tidak sekedar intelektual tapi juga kebutuhan berkomunikasi juga perlu.
Baca Juga: DPRD Makassar Desak Pemkot Beri Solusi atas Nasib Ribuan Siswa yang Gagal PPDB 2020