Dewi juga menyebutkan bahwa berdasarkan data BPS tahun 2019 lalu, lahan kritis di Kalimantan Selatan mencapai 286.041 hektar dan lahan yang sangat kritis mencapai 255.552,80 hektar.
“Meskipun telah dilakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan secara ekstensif dan intensif, namun pertambahan luas lahan kritis tetap berlangsung,” tambahnya.
Permasalahan lainnya lanjut Dewi, adalah kurangnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dan pembangunan kawasan hutan sehingga berdampak pada konflik dengan pengusaha dan pemerintah daerah yang bertanggungjawab mengelola kawasan hutan.
Baca Juga: Bahas Perlindungan Budaya dan Tanah Adat, DPRD Kalsel Kunjungi Kalteng
Sejauh ini perbedaan perencanaan kawasan oleh pemerintah pusat dan daerah yang merupakan imbas dari UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengubah kewenangan pengurusan hutan, ditambah lagi masyarakat hukum adat muncul dengan pengakuan hak pasca lahirnya putusan MK No. 35/PUU-X/2012.
“Pemda berkewajiban untuk mengelola kehutanan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga Kalsel jadi terdepan, berdikari dan berdaya saing,” pungkas Dewi.