Namun sayangnya, fakta ini tidak tercatat dalam penentuan peringkat IPM di Bumi Serambi Mekkah, sebutan akrab daerah tersebut.
“Kami terus berupaya agar pemerintah pusat memasukan pendidikan pesantren sebagai bagian dari pendidikan formal,” tutup Hilman.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (Bappelitbang) Kabupaten Banjar, Galuh Tantri Narindra.
Ia menyebut, parameter indeks pendidikan yang dibuat pemerintah pusat tak sesuai kearifan lokal Kabupaten Banjar.
“Masyarakat lebih banyak belajar di lembaga pendikan non formal. Sedangkan BPS menghitungnya hanya dari pendidikan formal,” jelas Tantri.
Baca Juga: Tingkatkan Ekonomi Petani, Dispersip Kalsel Borong Produk Olahan Bunga
Menurutnya, parameter dibuat pemerintah pusat untuk mengeneralisasi seluruh daerah di Indonesia agar seluruhnya bersekolah di pendidikan formal.
Padahal mestinya, kearifan lokal dapat diperhitungkan sebagai parameter indeks pendidikan.
“Itu yang terus kami dorong bersama dinas pendidikan,” ujarnya.
Bahkan Tatri mengaku sanggup menyusun parameter sendiri untuk dipersandingkan dengan parameter indeks pendidikan yang dibikin pusat.
“Apakah bisa anda menyebut orang yang sekolah di pondok pesatren tidak berpendidikan? Tidak kan? Apalagi Kabupaten Banjar barometer pendidikan agama di Kalimantan,” pungkasnya.
Baca Juga: Menuju Sumber Air, Warga Banjar Tanah Barak Karangasem Harus Berjalan Kaki 2 KM