Banjarmasin, Sonora.ID – Meski memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat berlimpah, peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kabupaten Banjar, hingga saat ini belum mencapai ke titik yang menggembirakan.
Jika pada tahun lalu posisinya masih berada di peringkat ke-10 dari 13 Kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan, tahun ini IPM kabupaten dengan ibu kota Martapura itu baru naik 2 peringkat ke posisi 8.
Dari ketiga parameter perhitungan IPM, sektor pendidikan masih menjadi PR bagi pemerintah daerah setempat.
Baca Juga: Kota Denpasar Raih IPM Tertinggi di Bali, dan Delapan Kali Berturut-turut Pertahankan Opini WTP
Betapa tidak, angka harapan sekolah atau Expected Years of School (EYS) dan rata-rata lama sekolah atau Mean Years of Schooling (MYS), tidak memberikan kontribusi maksimal dalam penilaian IPM.
Penyebabnya tak lain karena belum dimasukannnya pendidikan non formal ke dalam penilaian sektor pendidikan.
“Sebagian besar masyarakat kita mempercayakan pendidikan anaknya ke pondok pesantren. Sementara pondok pesantren masih dikategorikan pemerintah sebagai lembaga pendidikan non formal,” ungkap Sekda Kabupaten Banjar, Muhammad Hilman, kepada Smart FM.
Hilman mengklaim, secara jumlah, hampir seluruh anak usia sekolah, sudah mengenyam pendidikan, baik di lembaga formal maupun non formal.
Baca Juga: Terinfeksi Covid-19, Kadisdik Kabupaten Banjar Meninggal Dunia
Namun sayangnya, fakta ini tidak tercatat dalam penentuan peringkat IPM di Bumi Serambi Mekkah, sebutan akrab daerah tersebut.
“Kami terus berupaya agar pemerintah pusat memasukan pendidikan pesantren sebagai bagian dari pendidikan formal,” tutup Hilman.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (Bappelitbang) Kabupaten Banjar, Galuh Tantri Narindra.
Ia menyebut, parameter indeks pendidikan yang dibuat pemerintah pusat tak sesuai kearifan lokal Kabupaten Banjar.
“Masyarakat lebih banyak belajar di lembaga pendikan non formal. Sedangkan BPS menghitungnya hanya dari pendidikan formal,” jelas Tantri.
Baca Juga: Tingkatkan Ekonomi Petani, Dispersip Kalsel Borong Produk Olahan Bunga
Menurutnya, parameter dibuat pemerintah pusat untuk mengeneralisasi seluruh daerah di Indonesia agar seluruhnya bersekolah di pendidikan formal.
Padahal mestinya, kearifan lokal dapat diperhitungkan sebagai parameter indeks pendidikan.
“Itu yang terus kami dorong bersama dinas pendidikan,” ujarnya.
Bahkan Tatri mengaku sanggup menyusun parameter sendiri untuk dipersandingkan dengan parameter indeks pendidikan yang dibikin pusat.
“Apakah bisa anda menyebut orang yang sekolah di pondok pesatren tidak berpendidikan? Tidak kan? Apalagi Kabupaten Banjar barometer pendidikan agama di Kalimantan,” pungkasnya.
Baca Juga: Menuju Sumber Air, Warga Banjar Tanah Barak Karangasem Harus Berjalan Kaki 2 KM