Sonora.ID – Tarif bea materai dikabarkan akan naik menjadi Rp 10.000, hal ini diusulkan oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Saat ini, tarif yang berlaku untuk bea materai di Indonesia adalah Rp 3.000 dan Rp 6.000.
Namun, pada Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diusulkan, tarif bea materai akan dijadikan satu tarif sebesar Rp 10.000 per lembarnya.
Baca Juga: Diberlakukan 1 Januari 2021, Ini Daftar Dokumen yang Bebas Bea Materai 10.000
Sementara itu, batasan pengenaan bea materai ditingkatkan menjadi Rp 5 juta sebagai batas minimal dokumen.
Usulan lainnya, objek bea meterai tidak hanya terbatas pada dokumen kertas, melainkan juga transaksi digital.
Terkait bea materai ini, apakah Anda sudah mengetahui apa saja kegunaan dari materai?
Baca Juga: Siap-siap! Tagihan Kartu Akan Dibebani Bea Materai Rp 10.000
Kegunaan materai
Melansir laman resmi pajak.go.id, bea meterai merupakan pajak atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen tersebut ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau diserahkan kepada pihak lain bila dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak.
Ketentuan hingga penggunaan materai atau meterai diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
Adapun, objek bea meterai antara lain:
Baca Juga: Inspektorat V Kemenkeu RI Gelar FGD Terkait Pengawasan Program Penanganan Covid-19
Baca Juga: Habis Terbakar, Kemenkeu Sebut Renovasi Kantor Kejagung Akan Habiskan Dana Rp 161 Miliar
Materai Rp 3.000
Merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai, dokumen yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000 sampai dengan Rp 1.000.000 dikenai bea meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000.
Tak hanya itu, cek dan bilyet giro juga dikenai tarif Rp 3.000 tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal.
Surat yang memuat jumlah uang, di mana menyebutkan penerimaan uang, menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank, berisi pemberitahuan saldo rekening di bank, atau pengakuan utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan, di mana mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000 hingga Rp 1.000.000 dikenai bea meterai dengan tarif sebesar Rp. 3.000.
Baca Juga: Mulai Tahun Depan, PNS Kemenkeu Bisa Dapat Pulsa Rp 200 Ribu per Bulan
Selain itu, efek dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000 juga dikenai bea meterai sebesar Rp 3.000.
Serta, sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000 dikenai bea meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000.
Materai Rp 6.000
Sementara itu, berikut beberapa dokumen yang dikenai bea meterai Rp 6.000:
Baca Juga: Kemenkeu Dukung Program Perpusnas Bangun Perpustakaan Daerah Berkualitas
5. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
6. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000
7. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000
8. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal lebih dari Rp 1.000.000
Baca Juga: Kemenkeu Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi RI di Kuartal 2 Negatif
Permeteraian kemudian
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 juga mengatur masalah pemeteraian kemudian.
Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah dilunasi bea meterai yang terhutang dengan cara pemeteraian kemudian.
Pemeteraian Kemudian disahkan oleh pejabat pos dengan membubuhkan meterai tempel atau menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) sebagai tanda lunas bea meterai.
Sedangkan pelunasan sanksi administrasi sebesar 200 persen dari bea meterai yang kurang dilunasi pelunasannya dilakukan dengan menggunakan SSP.
Baca Juga: Resmi! Sri Mulyani Bakal Berikan Uang Pulsa Rp 400 Ribu per Bulan untuk PNS