Semarang, Sonora.ID - Sejarah Semarang menyebutkan adanya seorang saudagar kaya yang menjadi pemilik tanah di masa penjajahan Belanda, yakni Tasripin.
Nama Tasripin sudah jarang diketahui maknanya oleh sebagian besar warga Kota Semarang.
Sebenarnya, nama Tasripin tersebut memiliki arti besar dalam perkembangan sejarah Kota Semarang.
Tasripin merupakan salah seorang saudagar kaya raya di Semarang pada masa kolonial Belanda.
Peninggalan yang berupa bangunan kuno bergaya arsitektur Melayu dan Kolonial Belanda masih banyak terdapat di Kampung Kulitan, Kelurahan Jagalan, Kota Semarang.
Baca Juga: Resmi Berstatus Cagar Budaya Nasional, Kota Lama Kini Berubah Jadi Semarang Lama
Bangunan tersebut berhadap-hadapan, serta memiliki keunikan masing-masing yaitu berupa corak menyerupai batu nisan yang menjulang di atas atap. Ada pula pola menyerupai wajah berkomponen mata, hidung, dan mulut.
Sebuah rumah yang bernomorkan 313 yang pemiliknya bernama M Fachri bersedia memberi informasi tentang rumahnya itu.
“Tasripin itu kerap disebut tuan tanah. Ia merupakan salah satu orang terkaya di Semarang pada zaman penjajahan Belanda. Bahkan, Tasripin itu satu-satunya orang Jawa yang kaya raya pada saat itu,” ujar Fachri.
Fachri merupakan generasi ke enam dan ke tujuh Tasripin, memperkirakan rumah yang ditempatinya telah berusia lebih dari satu abad.
Baca Juga: Makam Sultan Suriansyah Belum Juga Dibuka, Pemko Banjarmasin Kembali Berjanji
Rumah Tasripin itu telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya (BCB) dan tercantum ke dalam situs sejarah Kota Semarang.
"Ada sekira 11 bangunan peninggalan Tasripin di Kampung Kulitan ini yang telah ditetapkan sebagai BCB. Itu sejak 5 tahunan lalu meskipun SK dari Pemerintah Kota Semarang belum keluar," jelas Fachri yang juga menjadi Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Jagalan. Tasripin yang hidup sekitar tahun 1800-an merupakan pengusaha penyemak kulit sapi dan kambing. Selain itu, ia juga memiliki usaha pengolahan kopra dan kapas serta merupakan seorang seniman, lanjut Fachri.
Baca Juga: Ingkari Janji Pertama, Pemko Banjarmasin akan Buka Makam Sultan Suriansyah Pekan Ini
"Di samping itu, Tasripin juga terkenal dekat dengan pemerintah Hindia Belanda," terangnya.
Hal yang paling khas dari rumah itu adalah memiliki daun pintu berjumlah 3 di beranda rumah, dan pintu masuk setelah ruang tamu.
Kemudian, terdapat juga pintu darurat yang terletak di bagian belakang.
Pada masa itu, pintu tersebut berfungsi untuk jalan tembus menuju Kali Semarang.
Salah satu pembeda bangunan Tasripin tersebut yaitu pada ornamen yang terdapat di setipa masing-masing rumah.
Baca Juga: Bangunan Cagar Budaya yang Dialihfungsikan Jadi Kantor Ojk Regional 3 Jateng Roboh