Lemahnya daya serap kredit konsumsi juga dikonfirmasi dari hasil Survei Konsumen yang menunjukan adanya penurunan Indeks Keyakinan Konsumen di Balikpapan dari 140,3 pada triwulan I 2020 menjadi 108,2 pada triwulan II 2020.
Lebih lanjut, pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Balikpapan tercatat terkontraksi cukup dalam sebesar -7,88% atau lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang turun sebesar -3,70% (yoy).
Risiko kredit perbankan pada triwulan II 2020 cenderung meningkat dengan angka NPL (Non Performing Loan) menjadi sebesar 7,90% pada triwulan II 2020 atau di atas threshold 5%.
Baca Juga: Indonesia Diperkirakan Akan Alami Resesi Ekonomi, Apa Saja Dampaknya?
Berdasarkan sektor ekonomi, risiko kredit tertinggi terjadi pada sektor angkutan dengan angka NPL sebesar 29,12% atau meningkat tajam dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 1,96%.
NPL sektor perdagangan turut melonjak dari 5,06% menjadi 16,45%. Adanya kebijakan pembatasan perpindahan penduduk antar wilayah turut mendorong penurunan kinerja sektor angkutan terutama dengan kebijakan penutupan Bandara dan Pelabuhan yang sempat dilakukan Pemerintah dan Otiritas terkait sebagai langkah antisipasi mengurangi jumlah pemudik selama Pandemi COVID-19.
Sementara, penurunan kinerja sektor perdagangan merupakan dampak kebijakan pengetatan sosial mendorong penurunan pendapatan pelaku usaha di sektor perdagangan, sehingga turut menurunkan kemampuan bayar utangnya.
Baca Juga: Perlu Kerja Keras, Jokowi: Optimis Ekonomi di Kuartal Ketiga akan Lebih Baik
Di sisi lain, risiko likuiditas perbankan yang tercermin dari rasio Loans to Deposit Ratio (LDR) relatif membaik dari 100,98% menjadi 94,22% pada triwulan II 2020. Sementara rasio Current Account Saving Account (CASA) meningkat yang menunjukan komposisi dana murah (giro dan tabungan) perbankan di Balikpapan mencapai 66,82%, naik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 66,75%.
Penurunan kinerja usaha pada berbagai sektor ekonomi selama adanya pandemi COVID-19 berdampak terhadap penurunan kemampuan membayar pinjaman para pelaku usaha termasuk UMKM.
Kondisi tersebut, mendorong perbankan melakukan program restrukturisasi kredit yang mengacu Peraturan Otoritas Jasa Keungan (OJK) No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Counter Cyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019 yang berlaku per Maret 2020 hingga Maret 2021.
Baca Juga: Ekonom Senior Indef Sebut Indonesia Akan Resesi Pada Kuartal III
Berdasarkan survei yang dilakukan Bank Indonesia Balikpapan kepada perbankan di Kota Balikpapan, pengajuan program restrukturisasi kredit hingga Juni 2020 mencapai Rp2,8 triliun, dengan nilai kredit yang disetujui untuk direstrukturisasi mencapai sebesar Rp2,1 triliun atau 75% dari kredit yang diajukan.
Dari total pengajuan restrukturisasi, sebanyak 86,3% merupakan debitur UMKM yaitu sebanyak 10.087 rekening dari 11.687 rekening dengan baki debet (outstanding) mencapai Rp1,7 triliun.
Persetujuan restrukturisasi untuk kredit UMKM hingga Juni 2020 sebanyak 9.100 rekening (90,2%) dengan baki debet (outstanding) sebesar Rp1,4 triliun, yang mayoritas debitur UMKM yang bergerak di sektor perdagangan.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan otoritas terkait untuk menjaga Stabilitas Sistem Keuangan, termasuk memantau kecukupan dan distribusi likuiditas perbankan di Kota Balikpapan.
Baca Juga: Dukung Pemerintah Tangani Covid-19, Dishub Balikpapan Tinjau Program J3K Gojek