Bandung, Sonora.ID - Di masa pandemi ini tidak menyurutkan semangat pemerintah untuk tetap menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada), utamanya di Jawa Barat yang akan berlangsung pada Desember mendatang.
Kekhawatiran akan makin tingginya korban Covid-19 akan menjadi kenyataan jika masyarakat abai terhadap protokol kesehatan, dan diduga kuat akan menjadi klaster baru, yaitu klaster pilkada.
"Pemerintah dalam penyelenggaraan pilkada serentak di sejumlah daerah pastinya akan menyesuaikan dengan kondisi pandemi. Ada 735 paslon yang pastinya pula kami minta untuk mengutamakan dan mengetatkan Protokol kesehatan agar proses pilkada tidak berdampak buruk dan menjadi ancaman bagi keberlangsungan keselamatan rakyat keseluruhan," ucap Dirjen Otda Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik, dalam Webinar yang digelar Indonesia Politics Research and Consulting (IPRC) dengan tema 'Telaah Satu Tahun Pemerintahaan Jokowi-Maruf Amin dalam penyelengaraan Pilkada, Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi', Kamis (15/10/2020).
Baca Juga: Didominasi Perempuan, Pemilih di Kota Banjarmasin Lebih dari 400 Ribu
"Pemerintah sudah menyusun tahapan pilkada dengan baik sesuai dengan PKPU. Kami meyakini Pilkada ini bisa menjadi ajang adu gagasan bagi para calon kepala daerah untuk menawarkan solusi terkait penanganan pandemi ini kepada masyarakat," tambah Akmal.
Lebih lanjut Akmal mengemukakan bahwa salah satu pertimbangan lainnya yang mengharuskan pelaksanaan pilkada tetap berlangsung adalah karena belum adanya kepastian kapan pandemi ini berakhir. Walaupun saat ini sudah ada vaksin yang sedang diujicobakan.
"Makanya kita putuskan pilkada tetap berjalan namun harus dengan protokol kesehatan Covid-19 secara ketat. Dalam kondisi ini kita harus tetap optimis, kita berada pada kondisi krisis yang tidak tahu kapan ini berakhir," tegas Akmal.
Baca Juga: Jokowi Sempat Nyatakan Tidak Tunda Pilkada, KPU: Jika Pandemi Memburuk, Kemungkinan Ditunda
Sementara itu, Direktur Eksekutif IPRC, Firman Manan menambahkan, masih ada sejumlah kelompok masyarakat yang mengkhawatirkan Pilkada menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.
Namun, hal tersebut tidak akan terjadi jika protokol kesehatan diterapkan masing-masing paslon dan tim sukses, terhadap konstituennya.
"Kekhawatiran iya dalam hal menjadi waspada tapi tidak perlu berlebihan karena ini agenda demokrasi rutin yang sebetulnya harus berjalan, penundaan pilkada itu juga kan menunda hak politik publik," ucap Firman.
Saat disinggung terkait partisipasi publik dalam pilkada. Firman mengungkapkan, pandemi Covid-19 tidak akan berdampak pada partisipasi publik dalam Pilkada.
Baca Juga: Megawati Berhentikan Bupati Semarang dan Anaknya dari PDIP, Karena Sang Istri Diusung Partai Lain?
Hal itu bergantung pada bagaimana para kandidat kepala daerah mampu mengajak masyarakat untuk berkontribusi memberikan hak politiknya.
Meski demikian, Firman mengakui ada sejumlah kelompok masyarakat yang menolak dan mengancam akan melakukan golput dalam pilkada. Tetapi, sepanjang kelompok tersebut tidak memaksa masyarakat untuk golput itu tidak menjadi permasalahan serius.
Hal senada juga disampaikan Direktur Arus Publik Indonesia, Feri Kurniawan, bahwa pelaksanaan kontestasi pilkada ini bisa membantu pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.
Baca Juga: PDI Perjuangan Serahkan B1-KWK pada Delapan Paslon Pilkada Jabar
Pasalnya, perputaran uang dari paslon atau kandidat kepala daerah dapat juga membantu sektor UMKM. Salah satunya, pembuatan kaos hingga banner dalam para paslon.
Untuk diketahui, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tetap menggelar Pilkada Serentak ditengah pandemi Covid-19.
Di Jawa Barat sendiri Pilkada serentak dilakukan di 8 daerah yaitu Kabupaten Bandung, Cianjur, Sukabumi, Karawang, Indramayu, Tasikmalaya, Pangandaran, dan Kota Depok.
Saat ini tahapan Pilkada serentak akan memasuki masa kampanye terhitung tanggal 26 September hingga 5 Desember 2020.
Baca Juga: Wagub Jabar Hadiri Panen Raya Padi di Kabupaten Cirebon