Makassar, Sonora.ID - Puluhan buruh berunjuk rasa di halaman kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar, Jl AP Petterani. Kehadiran mereka untuk mengawal penetapan upah minimum kota (UMK) 2021 yang rencananya diketuk palu hari ini, 10 November 2020.
Jendral lapangan, Takbir Bilong dalam keterangannya menilai pemerintah tidak mempunyai sensitivitas terhadap penderitaan kaum buruh dan hanya mementingkan kepentingan kalangan pengusaha.
Sebab, belum selesai persoalan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, pemerintah kemudian akan memutuskan upah minimun pada tahun 2021.
"Kami mendesak kenaikan upah sebesar 8 persen," tegasnya.
Baca Juga: Pakar Sebut Video Syur Mirip Gisel Bukan Rekayasa Digital, Begini Penjelasannya
Massa juga menyoroti sejumlah poin dalam undang-undang cipta kerja atau omnibus law.
Diantaranya penghapusan upah minimum kota dan di ganti dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Penghapusan itu membuat upah Pekerja lebih Rendah.
Padahal dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 disebutkan, tidak boleh ada Pekerja yang mendapat upah di bawah minimum.
Baca Juga: Ketua DPRD Kalsel : Sebaik-baik Pahlawan adalah Orangtua Kita
"Berlakunya Upah perjam atau satuan waktu, upah borongan dan upah industri padat karya, jelas merugikan buruh" jelasnya.
Selain itu, kontrak kerja seumur hidup dan rentan PHK, pemotongan waktu Istirahat, kemudahan perekrutan tenaga kerja asing serta berkurangnya pesangon.
"Perhitungan pesangon PHK di ubah menjadi 25 kali upah. Rinciannya, 19 kali upah di tambah 6 kali jaminan jehilangan pekerja. Padahal di dalam Undang-Undang 13 tahun 2003 disebutkan pesangon PHK adalah 32 kali upah," tutupnya.
Baca Juga: Target Masuk 5 Besar, Kalsel Kirim 86 Kafilah ke MTQ Nasional di Sumbar